BE MINE [Chap. 7]

25335697-176-k89752

Story by : mbie07

Link : Meet her on Wattpat & Aff

Indo Trans : DANG

Karakter:

Kwon Jiyong, Sandara Park, Lee Chaerin, Lee Sung Ri, Choi Seung Hyun, Park Bom

—ooo—

Here you go, Chapter 7!

 

Jiyong duduk di sofa lalu Dara pergi ke dapur untuk mengambilkan Jiyong minum dan beberapa kue yang baru dipanggang. Dengan senyum dia menempatkan Es Limun dan kue di atas meja tengah. Dara duduk di depan Jiyong masih tersenyum saat Jiyong memandangnya kaku lalu meraih segelas limun sambil meminumnya. Aku baru saja memanggang kue, aku hanya menuruti buku resep… jadi jika rasanya mengerikan, tolong maafkan aku.”  Katanya sambil memainkan jari-jarinya. Jiyong kemudian meraih salah satu kue dan menggigitnya. Dara menatapnya, menonton reaksinya meskipun tidak ada perubahan, dia sabar menunggu komentarnya.

Rasanya lumayan untuk seseorang yang baru belajar bagaimana membuat roti,” katanya menatap lurus mata cokelatnya saat ia memakan habis kuenya. Dara benar-benar tersenyum senang lalu Jiyong pura-pura batuk. Kita harus pergi sekarang,” kata Jiyong. “Oh,” Katanya sambil berdiri. “Aku akan ganti baju, sebentar.” Gumamnya sambil mengangguk. Dia kemudian berjalan menuju kamarnya. Kenakan jeans,” kata Jiyong sambil mendongakkan kepalanya. Dia mengangguk sambil terus berjalan  lalu menghilang dari pandangannya.

Jiyong menghela napas, dalam kenyataannya ia tidak pernah berpikir kenapa dia bisa pergi ke rumahnya, dan sekarang dia ada di dalam rumahnya. Dia berdiri dan mulai berkelilings. Rumahnya cukup besar dan memiliki interior yang sederhana namun indah. Menurutnya rumah ini terang dan menenangkan, lingkungan yang dibutuhkannya dan tentu pantas untuk Dara. Dia kemudian berjalan mendekat dengan rak yang berisi  berbagai foto  dengan bingkai yang berbeda-beda. Dia kemudian meraih salah satu foto dan menatapnya, tenggelam dalam pikirannya. Itu adalah foto Dara mengenakan baju rumah sakit, beanie putih, tabung oksigen yang besar dan alat-alat yang terhubung di tangannya, wajah pucat dan lingkaran gelap di sekitar mata dengan senyum cerah di bibirnya.

Jiyong merasa bahwa dia adalah seseorang yang hidup sepanjang hidupnya dengan tersenyum manis bahkan saat menghadapi kematian. Dia menatap mata cokelatnya, mereka seakan menyampaikan bahwa dia tidak marah sedikitpun tentang nasibnya, setiap penderitaan yang dia terima. Matanya, mereka senang, penuh harapan, itu berbeda dari orang-orang yang dia lihat sebelumnya. Dia memang sering keluar masuk rumah sakit karena perkelahian dan bukan perkelahian biasa. Perkelahian yang melibatkan darah, pisau, senjata dan bahkan sampai kematian. Jiyong sering bermain dengan kematian, bahkan seolah-olah mengejar kematian.

Dan saat itu ia melihat banyak orang sakit. Mereka tampak mengerikan, mereka menyedihkan dan mereka mengasihani diri mereka sendiri. Mereka berbicara seolah tidak ada harapan, seakan tak ada hari esok yang datang bagi mereka ketika mereka mempunyai penyakit yang mungkin tidak bisa disembuhkan seperti milik Dara. Dia kemudian dengan lembut meletakkan bingkai foto itu kembali sambil memandangi foto-foto lainnya. Sama seperti kilatan cahaya, seperti bintang jatuh di langit malam ia tiba-tiba menemukan jawaban atas pertanyaannya, alasan mengapa ia ada di sana, mengapa dia tiba-tiba memintanya untuk pergi ke suatu tempat. Ia baru akan menggapai foto lain ketika ia mendengar langkah kaki Dara semakin dekat. Dia menoleh padanya saat ia turun dari tangga.

Dara tersenyum padanya saat dia pergi ke meja tengah dan meraih nampan membereskan makanan dan minumannya tadi lalu berjalan ke dapur. Jiyong menggeleng saat melihat Dara menghilang. Bibirnya terkatup memikirkan bagaimana dia tampak cantik bahkan dalam pakaian sederhana. Dia mengenakan kaos v neck puh dan kemeja putih dipasangkan dengan skinny jeans hitam dan convers merahnya. Dia tidak memakai make up tapi dia tampak menakjubkan. “Haruskah kita pergi sekarang?” Dara bertanya padanya dan sambil mengangguk ia berjalan ke pintu tanpa satu katapun.

Dara kemudian menutup pintu dan menguncinya saat mereka berjalan keluar pintu gerbang, berjalan ke Ducati hitamnya. Setelah menutup pintu gerbang Dara menatap Jiyong yang mengendarai sepedanya sekarang dan memakai helm hitam. Dia menghela napas, ada begitu banyak emosi di dadanya dia merasa jantungnya berdebar gila pada saat ini. Jiyong menatapnya sambil menyerahkan helm hitam. Dara tersenyum saat menyambar helm dan menatap helm itu berpikir bagaimana cara memakainya. Jiyong turun dari motornya dan mendekatinya. Dengan lembut Jiyong menyelipkan rambut Dara di belakang telinganya dan memakaikannya dengan hati-hati. Lalu dia menguncinya. Dara tidak bergerak pada waktu itu dan dia hampir tidak bernapas. Dia hanya menatapnya, hanya mengawasinya. Dan saat itu juga ia sadar Jiyong adalah seorang gentleman, ia memegangnya seperti memegang kaca yang seolah akan pecah, seperti ia takut untuk melakukan sesuatu yang mungkin menyakitinya.

Jiyong kemudian menaiki motornya dan Dara melakukan yang sama. Dia hendak mengatakan padanya untuk berpegangan padanya tapi dia sedikit terkejut  ketika Dara tiba-tiba memeluknya dan bersandar di punggungnya. Dia sedikit terkejut , dia benar-benar lupa apa yang harus dilakukan, blank. Satu-satunya hal yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana tangan hangat yang membungkus memeluk dirinya, bagaimana rasanya seperti Dara membutuhkannya untuk support, dan untuk melindunginya. Jiyong mengambil napas dalam-dalam sambil melarikan diri dari lamunan lalu ia menghidupkan mesinnya dan dengan itu ia melesat sementara Dara mengunci dirinya dalam pelukan.

Dara tidak bisa menahan senyumannya saat ia memperketat pelukannya. Banyak hal yang ia rasakan di dadanya. Kegembiraan. Gugup. Degdegan. dan perasaan hangat karena memeluk Jiyong. Mereka bergerak cepat dan dia bahkan bisa merasa tubuhnya bersatu dengan angin saat Jiyong terus meningkatkan kecepatan laju motornya. Ini pertama kalinya Dara naik sepeda motor dan dia merasa gugup, takut padahal hanya  dengan memikirkannya. Tapi semua itu hilang saat ia berpegangan memeluk Jiyong. Mengetahui bahwa Jiyong yang membonceng nya, orang yang ia pegangi membuatnya merasa nyaman dan aman bahkan ketakutannya mereda tergantikan dengan kegembiraan yang memenuhinya.

Jiyong terus-menerus memeriksa speedometer nya. Dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Dia hanya akan naik sepeda, menambah kecepatan lagi, dan meningkatkan kecepatan setiap detik. Dia tidak takut dengan kecepatannya. Mengemudi sangat cepat meskipun ia tahu mungkin saja berakibat kematian. Tapi sekarang, dengan Dara memeganginya ia bergidik ngeri karena apa yang mungkin bisa terjadi. Dia takut bahwa ia mungkin akan terlalu cepat, ia takut bahwa ia mungkin akan membuat Dara takut dengan kecepatannya. Ini adalah pertama kali ia melaju dengan kecepatan yang sangat tidak konsisten yang cepat dan melambat. Dia akan mempercepat laju motornya lalu memperlambatnya. Dan itu mengacaukan pikirannya, kenapa saat itu berurusan dengan Dara dia tidak mau mengambil resiko sedikitpun. Merasa ia harus memprioritaskan Dara, memilih apa yang terbaik dan teraman untuknya.

Setelah perjalanan yang tidak begitu lama akhirnya mereka sampai ketujuan. Dara perlahan turun dari motor dan meregangkan tangannya. Dia merasa mati rasa. Lalu Jiyong turun, ia kemudian pergi mendekati Dara dan dengan lembut melepas helm yang ia dipakai  dengan disambut senyuman dari Dara, lalu ia meletakkan helm itu ke atas motornya. Dia kemudian beralih ke Dara yang sedang memandangi seluruh taman hiburan dengan ekspresi bahagianya. Itu juga pertama kalinya Jiyong pergi ke taman hiburan dan ia tidak pernah berpikir akan sekalipun bisa pergi ke sini. Baginya itu hal yang tidak berguna dan tidak masuk akal. Dia tidak bisa membayangkan bisa pergi ketempat ini, tapi di sinilah dia sekarang.

Dara menatapnya dengan senyum di bibirnya. Terima kasih,” bisiknya kepadanya dan ia mengangguk. Kemudian Dara meraih lengan Jiyong dan menyeretnya. Mereka berada di Taman Hiburan. Sebelum mereka mencapai loket tiket dia ingat bahwa dia membawa hadiah yang Sanghyun berikan untuk ulang tahun ketujuh belasnya, sebuah kamera digital. Dia pikir itu akan berguna dan selain itu akan menjadi salah satu momen paling langka bahwa dia mendapat kesempatan untuk jalan-jalan dengan Jiyong. Dia kemudian meraih Jiyong dan cepat mengambil gambar. Apa yang kamu lakukan?” Desisnya. “Mengabadikan sebuah memori,” dia tersenyum padanya seolah-olah dia tidak melakukan hal yang serius. Jika Dara adalah orang lain mungkin dia sudah jatuh tersungkur dan dipukulinya sampai mati. Tapi Dara berbeda dan Dara agak special untuknya bahkan dia tidak bisa membayangkan untuk menyakitinya atau membiarkan siapapun menyakitinya.

Jiyong memutar matanya malas kemudian ia meraih tangan Dara, menariknya hingga hampir jatuh ke tanah, setelah sedikit kehilangan keseimbangan. Dara berhenti membuat Jiyong menoleh dan mengerutkan alisnya. Dara memutar matanya dan menghela napas dia kemudian menarik tangan Jiyong dari genggaman kemudian ia mendekat dan berdiri di sampingnya. Dia memandang tangannya dan memegangnya, kemudian menautkan jari-jarinya di sela-sela jari Jiyong. Jauh lebih baik.” Ia tersenyum lalu Jiyong kembali menatap ke depan dan berjalan kea rah loket.

Dua.” Kata Jiyong dingin kepada penjual tiket yang tersenyum padanya. Dia kemudian membayarnya. “Ini, selamat bersenang-senang,” kata gadis penjaga tiket sambil mendorong dua gelang ticket kepadanya. Terima kasih,” kata Dara tersenyum pada gadis itu sembari kembali tersenyum padanya lalu gadis itu melirik pria yang digandeng Dara dan cemberut karena dia pria yang dingin dan kasar sedangkan gadis di sampingnya itu terang seperti matahari.

Jiyong kemudian meraih gelang ticketnya, dan dengan lembut meraih lengan Dara sambil memasangkannya. Ketika Jiyong hendak memasang miliknya, Dara dengan cepat meraih pergelangan tangannya dan merebut gelang ticketnya sambil tersenyum dan memasangkannya membuat Jiyong menatapnya dengan hati-hati seperti sedang mempelajari gerakannya saat memasang gelang ticketnya.

Mereka memasuki taman hiburan, Jiyong mengerang frustrasi karena menyadari kenapa ia berada di tempat ini. Taman itu penuh dengan orang, anak-anak, orang tua, remaja dan pasangan. Dan dia tidak bisa membantu untuk tidak mengutuk dirinya sendiri. Salah satu dari banyak hal-hal yang ia membenci dalam kehidupan ini dari-Nya adalah keramaian. Dan dari situlah  taman hiburan dibuat. Banyak orang-orang bodoh, banyak orang-orang yang menurutnya mengganggu. Dara sedikit tertawa mengetahui perasaan jiyong. “Haruskah kita pulang?” Tanyanya sambil menatap Jiyong. Jiyong tidak menjawab malah sebaliknya ia mulai berjalan, menarikn Dara. Dia tertawa sedikit saat ia mengikutinya dan berjalan di sampingnya.

Kemudian mereka mulai naik wahana di taman hiburan tapi dengan sedikit drama sebelum menaiki salah satunya karena Dara harus memaksa Jiyong untuk ikut naik dengannya karena Jiyong selalu menolak. Semua orang tahu bahwa kata yang keluar dari seorang Kwon Jiyong sama saja seperti kata-kata seorang Raja yang tidak bisa ditawar, kata-katanya adalah harga mati. Tapi jika itu menyangkut seorang Dara, dengan sedikit aegyo,  sedikit puppy eyes dan sedikit rengekannya, maka dia akan menyerah dengan mudah seolah Jiyong sudah tersihir. Jiyong akan selalu mengerang, mendecak dan berkerut karena frustrasi tapi tidak ada yang bisa menghentikan Dara yang sedang sangat senang menikmati wahana bersama Jiyong.

Jiyong menatap kamera di tangannya lalu ia mengarahkan lensa kea rah Dara dan mengambil beberapa jepretan dengan Dara senang hati melambai ke arahnya saat ia sedang naik komedi putar yang membuat semua orang menatapp ke arahnya. Dia tampak begitu bahagia dan menawan. Satu-satunya wanita berusia delapan belas tahun yang dengan senang hati naik komedi putar, bahagia seperti anak kecil. Dia dikelilingi oleh anak-anak namun dia tidak malu naik wahana yang kekanak-kanakan seperti itu. Dia bahkan dengan senang hati melambai kea rah Jiyong yang hanya mengangkat tangannya yang membuat Dara sedikit tertawa, dengan itu Jiyong mengambil lebih banyak jepretan Dara. Lalu ia melihat foto yang telah diambilnya dan kagum bagaimana Dara tampak begitu indah, kemudina tanpa sadar Jiyong kecanduan untuk memotret Dara. Dia kemudian berbalik dan mematikan kameranya lalu menatapnya dan meneliti setiap sudut, ia perlu memiliki sesuatu seperti ini. Dia membutuhkan kamera. Jiyong kemudian meraih HP dan menelpon seseorang.

Dara cepat berlari kepadanya setelah selesai menaiki wahana itu. Itu menyenangkan!” Katanya lalu dia meraih kamera dari tangan Jiyong yang hanya menatapnya. Dia kemudian mulai memeriksa foto-foto dan tersenyum sambil cepat-cepat mendekati Jiyong dan mengambil foto mereka. Dia kemudian melihat hasilnya sambil tersenyum lalu Jiyong memutar matanya. ”Ayo kita makan.” Katanya mengetahui bahwa ini sudah hampir waktu makan siang dan entah kenapa Jiyong tidak suka Dara melewatkan makan siangnya. Dara mengangguk sambil menggandeng tangan Jiyong sekali lagi. Kemudian mereka mulai berjalan mencari restoran yang bagus.

Setelah makan Dara mulai menyeret Jiyong lagi ke mana saja yang dia inginkan sampai mereka mencapai rumah hantu. Ini terlihat menyenangkan,” Dara mengatakan sambil menyeringai lalu Jiyong memutar matanya. Dia bisa membayangkan itu, Jiyong bisa merasakan bahwa setelah mereka memasuki rumah hantu ini salah satu dari mereka akan keluar dan menangis. Dan itu tidak mungkin dirinya.

Ayo pergi,” kata Jiyong yang membuat Dara tertawa. Setelah menunjukkan gelang, staf membiarkan mereka masuk dan di detik berikutnya Dara menjerit keras hingga Jiyong berpikir gendang telinganya akan pecah. Di tengah jalan Dara menutup matanya saat ia berhenti berjalan sementara mencengkeram tangan Jiyong erat, ia merasa kukunya mencengkram kulitnya dengan keras. Kita harus mulai berjalan,” kata Jiyong dan Dara  menggeleng seperti anak. Jiyong menghela napas. Jika kita tidak berjalan bagaimana kita bisa keluar dari sini?” Tanyanya. Dara diam dengan mata tertutup rapat. Aku-aku tidak bisa berjalan,” Dara mengaku dalam suara rendah ia hampir tidak mendengar, gagap.

Lalu ada keheningan di antara mereka dan satu-satunya hal yang mereka dapat dengar adalah efek suara menakutkan yang mengisi seluruh, cukup gelap dan belum lagi tempat yang panas. Jiyong menarik tangannya dari genggaman Dara membuat Dara tersentak, matanya terbuka. Kemudian entah bagaimana ia sadar dirinya saat ini sudah ada di lengan Jiyong yang melai bergerak. Dia menatap Jiyong yang menggendongnya, tanpa ekspresi, masih orang berwajah datar, Kwon Jiyong. Ada orang-orang yang menakut-nakuti mereka tapi Dara tidak peduli kepada siapa pun sekarang. Senyum terbentuk dibibirnya lalu ia meringkuk lebih dekat kepada Jiyong. Setelah itu dia mengerti bagaimana seorang yang dingin terasa lebih hangat daripada orang lain di dunia ini. Setelah keluar ia dengan lembut menurunkannya sambil Dara masih menatapnya saat Jiyong memperbaiki dirinya. Jiyong tidak mengatakan apa-apa tapi hanya menggandeng tangan Dara dan mulai berjalan dengan Dara yang masih tenggelam dengan apa yang baru saja terjadi.

Setelah berjalan selama beberapa meter mata Dara tiba-tiba menangkap sebuah mesin permainan, dengan cepat ia menarik Jiyong untuk pergi mendekat kea rah mesin itu. Lihat Jiyong bukankah itu lucu?” Tanyanya sambil menunjuk benda kuning, sebuah boneka ayam. Dara dengan cepat menggeledah kantong nya dan mencari koin setelah menemukan satu ia kemudian mulai bermain dengan mesin bercakar dengan tujuan untuk mendapatkan satu boneka ayam tadi. Tapi kalian pasti tahu bagaimana mesin itu, mesin itu adalah mesin penipu yang akan memberikannya harapan palsu saat melihat bahwa boneka sudah terangkat tapi tiba-tiba kembali jatuh ke tumpukan asalnya.

Dara cemberut dia menghabiskan semua koinnya untuk mesin itu tanpa imbalan apa pun. Dia menghela napas lalu ia berbalik pada Jiyong. Ayo pergi,” katanya dengan senyum meskipun dia sedikit kecewa di dalam hatinya. Jiyong kemudian mengeluarkan koin dalam sakunya saat ia berbalik ke mesin dan mulai bermain. Dara menatapnya bingung pada awalnya, tetapi sekarang dia bersorak kepadanya dan membuat orang-orang menatapnya.

Jiyong akan mengumpat dengan keras ketika ia gagal mendapatkan boneka ayam itu dan Dara akan menertawakannya. Jiyong bahkan mengertakkan gigi dan tinjunya terkepal erat ingin melakukannya dengan cara mudah, dengan caranya. Yang berarti ia akan memukul kaca hingga pecah dan hanya mengambilnya. Tapi ia tidak bisa melakukan itu, dia tidak ingin membuat keributan apapun dan dia tidak ingin Dara panik. Kemudian ia mencoba untuk menenangkan dirinya ia mencoba peruntungannya lagi dan setiap dia gagal lagi maka dia akan mengumpat dan Dara akan menertawakannya. Ia mungkin sudah mencobanya berulang-ulang kali tanpa bosan.

Kau tahu ayo kita pergi, sebelum kau menghabiskan semua uangmu,” Dara tertawa saat ia mengerutkan kening. Mereka bermain di mesin selama sekitar dua jam sudah bahwa mereka benar-benar tidak melihat bahwa langit sudah gelap dan bintang yang perlahan-lahan muncul. Jiyong melirik langit saat ia meraih ponsel di sakunya. Sial,” katanya lalu Dara menatapnya dengan alis mengkerut. Dia kemudian meraih tangannya.

Ayo pergi,” katanya sambil menariknya. Mereka sekarang setengah berlari. Pertama Jiyong pikir Dara sedang terburu-buru dan mereka akan pulang tapi melihat bahwa mereka jelas tidak berjalan ke arah gerbang ia mulai penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jiyong lalu sadar bahwa dirinya sudah ada di taman bermain saat ia menariknya ke tangga sebuah jembatan gantung. Kemudian mereka berhenti di sana dengan tidak ada yang mengatakan apa pun. Dara hendak membuka mulutnya dan meminta sesuatu ketika dia mendengar ledakan keras di langit. Ia menoleh ke langit. Matanya melebar dan bibirnya membentuk sebuah senyuman. Dia mencengkeram tali di depannya erat sambil menonton langit berkilauan dengan kembang api. Mereka dalam berbagai warna, ukuran dan bentuk dan mereka semua tampak indah.

Kemudian tanpa menyadarinya air matanya jatuh di pipinya sebagai bahunya mulai bergerak ke atas dan ke bawah. Dara mulai menangis. Dia merasa seperti dia telah menunggu untuk semua hal-hal yang terjadi hari ini sepanjang hidupnya. Dia memimpikan sesuatu seperti ini setiap malam setiap dia menatap langit malam dari kamar rumah sakitnya. Dia tidak bisa percaya bahwa segala sesuatu yang dia impikan terjadi hari ini. Dan itu semua berkat Jiyong.

Jiyong menatapnya sambil mempererat  pegangan tangannya. Dia kemudian menyapu pipi Dara dangan tangannya. Jiyong tahu Dara senang tapi dia tidak bisa mengerti mengapa melihatnya menangis merasa sangat mengganggunya.

Terima kasih,” kata Dara menangis saat ia menghadapi Jiyong dan menatap langsung ke matanya. Dia mengatupkan bibirnya dan mengangguk padanya. Terima kasih banyak,” ulangnya sebagai air mata mengalir di pipinya sekali lagi. Jiyong hanya mengangguk lagi. Dara menyeka air matanya sambil tersenyum manis pada Jiyong.  Saat itu ia baru sadar ia tidak menyesal tentang hari ini, tentang membawa Dara ke sini, di kerumunan orang, dengan kebisingan. Itu mungkin keputusan pertama yang tepat yang pernah ia buat. Dan ia bahkan senang akan hal itu.

Dengan langit terus diisi oleh kembang api, Dara menangkup lembut wajah Jiyong, berjinjit lalu ia meraihnya menyapukan bibirnya pada bibir Jiyong . Jiyong sedkit menegang pada awalnya, tidak bisa memproses apa yang sedang terjadi sekarang. Tapi karena ia merasakan bibir Dara yang lembut berada di bibirnya, dengan otomatis salah satu tangannya meraih punggung Dara dan menariknya lebih dekat dengan tangan yang satunya meraih tengkuk Dara dan menekannya agar ia bisa memperdalam ciumannya.

—000—

See you next week!

Thanks,

 

DANG

35 thoughts on “BE MINE [Chap. 7]

  1. ohmigod ohmigod i’m really speechless. jiyong bener-bener jadi seseorang yang gentleman!!! congrat oppa kau bisa move on dari kehidupanmu yang dulu kekekeke. dara eonni aku ikut nangis bahagia disini.
    aku baper sebaper bapernya XD
    next chap nya kapan XD

  2. Akhirnyaa memutus kan untuk membaca ff ini lagi. Aahhh so sweeettt 😁😁 hati ini rasanya bergemuruh. Sweeett bangettt :””””))
    Berharap kenyataan yg seperti itu, mereka semanis di ff ff 😂😂

Leave a comment