How to Save a Life [Part #4] : Played

Untitled-2

Untitled-1

Author      : mbie07

Link          : HtSaL on AFF

Indotrans : dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

tumblr_mcr0fgF29S1r20z3so1_500

~ Played ~

 

 

 

Lucu rasanya saat menyadari diri kita berada di tengah-tengah permainan keji itu. Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk keluar, berusaha untuk kabur, tanpa menyadari bahwa sebenarnya kita adalah bagian dari permainan rumit itu.

 

 

Jiyong menggigit bibirnya – untuk kesekian kali – menahan diri untuk tidak tertawa kesenangan saat berjalan mengikuti teman-temannya ke kafetaria. Dia berhenti berjalan untuk menepuk-nepuk pipinya sambil menggeleng-gelengkan pkepala dan memarahi dirinya sendiri – membuat perhatian teman-temannya teralihkan padanya. Dia langsung memasang tampang polos, pura-pura batuk, lalu melompat dan mendahului mereka ke kafetaria. Teman-temannya hanya bisa saling lirik satu sama lain dan mengedikkan bahu.

Jiyong cepat-cepat mengambil nampan dan memesan menu makanan yang biasanya dia pesan. Dia kemudian mengambil apel dari keranjang dan menempatkannya di nampan – cengiran masih terpasang di wajahnya. Dia lalu langsung menuju ke meja mereka yang biasa, menempatkan nampannya, duduk – masih juga memasang senyum bodoh, namun tanpa sadar memancarkan aura bahagia. Dia memandangi apel di nampannya dan mulai tertawa pelan sementara teman-temannya hanya bisa menatap prihatin sambil duduk di tempat mereka masing-masing.

“Dude,” panggil Daesung membuat Jiyong menatapnya. “Tolong beritahu kami jika kami harus mulai mencemaskanmu,” katanya meletakkan satu tangan di bahu Jiyong. “Daesung oppa benar, kamu mulai menakuti kami,” tambah Minzy menatapnya cemas dan ditimpali dengan anggukan dari yang lainnya. Jiyong balas menatap teman-temannya tidak percaya lalu menepis tangan Daesung dari bahunya dan tertawa lepas. “Guys, what the hell?” dia tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala meraih sumpit dan mulai makan.

Dia baru akan membuka mulut dan makan – tapi mulai lagi memasang senyuman bodoh di wajahnya dan tertawa, teman-temannya kembali saling lirik sebelum memusatkan perhatian padanya. “Aku baik-baik saja, nyatanya aku sempurna…” kalimatnya masih menggantung, menatap teman-temannya dengan senyuman. “Semuanya…” kambali dia belum meyelesaikan perkataannya, meletakkan kembali sumpit di nampan, lalu menatap – entah kemana – dengan pandangan penuh harap. “Semuanya sempurna… benar-benar sempurna… sangat sempurna…” lanjutnya terus mengulangi kata sempurna berkali-kali lalu mendesah dan kelihatan seperti orang yang sedang kasmaran. Bagi teman-temannya dia terlihat jauh lebih buruk dari pada orang yang sedang kasmaran.

Hyunseung dan yang lainnya hanya bisa saling melirik, cemas, sebelum kembali menatap Jiyong lama. Sementara yang sedang diperhatikan sibuk makan dan tertawa pada waktu bersamaan. Dia menggelengkan kepala, menggigit bibir, kemudian tiba-tiba terduam, dan itu semua membuat yang lain hampir gila. “Aish! Dude, kurasa kamu tidak sedang baik-baik saja, kami perlu mengantarmu pulang secepatnya!” seru Daesung langsung berdiri dan menarik lengan Jiyong – yang malah menatap temannya itu seolah Daesung sedang hilang akal.

Jiyong menepis tangan Daesung sambil mendesis. “Aishh! Jangan menghancurkan momenku, oke?” katanya sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. “Kubilang aku baik-baik saja… sempurna malah,” tambahnya lalu menyeruput orange juice-nya sampai habis, dan meremas kemasannya. “Nah, nah, nah, sekarang kalian makanlah,” katanya sambil memberi isyarat kepada teman-temannya untuk melanjutkan makan mareka.

Teman-temannya – kembali – saling lirik sebelum menatap Jiyong. Mereka kemudian mulai makan, tapi tanpa mengalihkan mata mereka dari Jiyong. Mereka bersumpah, bocah itu setiap detiknya bertambah parah dan mereka berhasrat untuk mengikatnya dan memaksanya untuk beristirahat sebelum mereka berpikiran untuk membawanya ke rumah sakit jiwa. Jiyong terus saja makan tanpa menyadari tatapan cemas yang diberikan teman-temannya – tetap tertawa, tersenyum, menggigit bibir, dan menggeleng-gelengkan kepala.

“Sebaiknya kita melanjutkan makan dan berhenti mengkhawatirkan idiot ini,” Bom akhirnya bersuara sambil menghembuskan nafas berat dan mulai makan. “Hei, siapa yang kamu maksud dengan idiot?!” seru Jiyong padanya. “Kamu, sudah jelas,” balasnya sambil memutar bola matanya. “Idiot,” desis Bom. “Yah!” teriak Jiyong sambil memukul meja saat yang lain malah kembali menertawakannya.

Mereka sedang sibuk makan saat tiba-tiba Daesung menerima pesan – menghentikannya dari kegiatannya. “Ada apa oppa?” Minzy menoleh padanya – juga yang lain, menunggu jawaban darinya yang masih membawa pesan yang baru saja dia terima. “Yeee!” seru Daesung sambil menggigit bibir sambil tersenyum lebar kepada mereka semua. “Ada apa?” tanya JIyong.

Daesung langsung berdiri dan meraih tasnya. “Aku duluan. Mr. Kim akhirnya menerima lamaranku menjadi asisten dosennya,” dia tersenyum senang kepada teman-temannya. “Benarkah?!” Hyunseung bertanya semangat, ikut merasa senang untuk Daesung seperti yang lain – kecuali Jiyong yang tidak mengerti dan hanya menoleh dari kanan kekiri – teman-temannya berbicara tentang Daesung, asisten dosen, dan Mr. Kim, seperti ada yang menang lotre.

“Wah! Selamat oppa! Aku senang mendengarnya!” kata Minzy sambil tersenyum. “Selamat Dae! Berkerja keraslah!” Bom tersenyum. “Selamat! Selamat!” Hyunseung bertepuk tangan karena tahu jika Daesung sangat membutuhkan posisi itu. “Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi selamat,” Jiyong masih terlihat bingung membuat teman-temannya tertawa.

“Terima kasih guys, aku harus pergi sekarang. Dan jangan khawatir Minzy, aku tahu Ms. Lee juga akan menerima lamaranmu!” kata Daesung lalu melambaikan tangan dan keluar dari kafetaria. “Jangan khawatir Minzy, kamu juga akan diterima!” kata Bom menepuk bahu Minzy dan hanya dibalas dengan anggukan. “Kuharap juga begitu!” kataya dan memulai pembicaraan dan kembali bersemangat.

“Ahh!” teriak Jiyong membuat teman-temannya menghentikan percakapan mereka dan menoleh padanya. “Ada yang bisa mengatakan padaku apa yang sedang terjadi?!” serunya. “Apa ada yang baru menang lotre? Apa ada badai? Atau apa Park Taewan tenggelam di kolam renang karena kram? Apa yang terjadi?!” serunya histeris.

Meja mereka langsung sunyi, detik berikutnya teman-temannya tertawa keras – Jiyong mendengus kesal karenanya, menggerutu, dan melipat tangan di dada sambil cemberut seperti anak kecil minta dibelikan lollipop oleh orang tuanya. Hyunseung menepuk punggungnya tapi Jiyong yang kekanakan langsung menepis tangannya. “Oke, baiklah kami akan menjelaskan padamu pelan-pelan karena mungkin ini terlalu berat untuk otakmu,” Bom tertawa. “Terserah, burung hantu tua,” dengus Jiyong membuat Bom mendelik marah padanya sambil memikirkan cara untuk merebusnya hidup-hidup.

Jiyong hanya menjulurkan lidah pada Bom. “Dasar kamu!” desis Bom yang langsung dipegangi MInzy dengan cepat sebelum dia sempat memisahkan nyawa Jiyong dari raganya. “Oke, jadi katakan padaku apa yang terjadi,” kata Jiyong mengubah topic. “Well, seperti yang kamu tahu, biaya pendidikan disini tidak begitu bersahabat… maksudnya belajar disini itu sangat teramat mahal,” Hyunsung memulai. “Ah-huh,” Jiyong mengangguk seperti anak kecil, mendengarkan Hyunsung, meskipun sebenarnya dia masih belum begitu mengerti.

Dia tidak tahu berapa biaya kuliah atau biaya ujian masuk atau biaya apapun untuk belajar disini karena dia mendapat beasiswa penuh, sehingga orang tuanya hanya mengeluarkan untuk biaya transportasinya, uang saku, serta untuk peralatan lukisnya.

“Tapi kita tetap belajar disini, kan?” kata Hyunseung tertawa. “Ah-huh,” Jiyong menganggukkan kepalanya sekali lagi membuat Minzy tertawa karena baginya Jiyong terlihat mengagumkan saat melakukan ‘ah-huh’ ini. Bom masih mencoba mempertahankan wajah kesalnya, meskipun bibirnya mulai membentuk senyum kecil, yang mati-matian dia tahan. Entah kenapa, meskipun Jiyong seringkali bersikap berlebihan kadang-kadang tapi mereka tidak bisa menyangkal bahwa dia mengagumkan.

Berapa banyak ada mahasiswa berusia 19 tahun yang jenius namun bersikap seperti anak TK?

“Jadi kita memerlukan pekerjaan tambahan yang memberi pemasukan sampingan. Aku punya kerja sambilan sepulang kuliah sementara Bom, Minzy, dan Daesung melamar sebagai asisten dosen,” Hyunseung menghentikan penjelasannya lalu menyeruput minumannya. “Oh,” Jiyong akhirnya mengerti. “Kalian semua bekerja?” tanyanya menatap teman-temannya satu per satu, dan mereka semua serempak mengangguk. “Kami butuh itu,” kata Bom. Jiyong bertepuk tangan. “Aku mengagumi dedikasi kalian,” katanya dengan nada bicara seperti biksu pertapa gunung, dan mendapat hadiah jitakan dari Bom.

“Kamu pasti sangat kaya oppa, sehingga tidak perlu bekerja,” Minzy tersenyum pada Jiyong yang masih sibuk mengelus kepalanya. “Tentu saja! Neverland[1] itu penuh dengan harta karun!” katanya terkikik dan yang lain langsung menggeleng-gelengkan kepala – menyerah. “Nah, aku hanya bercanda. Aku bisa kuliah disini karena mendapat beasiswa penuh, begitu kata direktur,” katanya sebelum menyambar orange juice milik Bom dan meminumnya, yang langsung mendapat rentetan sumpah serapah. “Mulutmu kasar, burung hantu tua,” Jiyong cemberut pada Bom yang sudah siap menyerang Jiyong jika tidak segera dicegah oleh Minzy dan Hyunseung.

“Wow oppa, universitas ini jarang memberikan beasiswa penuh!” kata Minzy takjub. “Well, dia ini adalah G-Dragon,” Hyunseung hanya tertawa. “Dasar jenius,” desis Bom. Jiyong hanya menanggapi dengan tersenyum menyombongkan diri sambil menepuk dadanya. “Well, bukan salahku karena terlahir tampan dan berbakat,” dengusnya sombong, membuat mereka semua memutar bola mata lalu tertawa.

*

Jiyong bersandar pada salah satu papan pengumuman yang terletak didepan ruangan fakultas, menatap pintu. Hari ini adalah hari kamis, bagi sebagian besar ini tidak ada yang spesial. Mungkin ada beberapa yang sedang merayakan ulang tahun atau semacamnya, tapi bagi Jiyong kamis adalah satu diantara dua hari dalam seminggu dimana dia mengikuti kelas Dara. Dia langsung mengambil kartu mahasiswanya – dimana jadwal juga tercetak disana. Dia membaca – untuk kesekian kali, hanya untuk memastikan.

“Melukis I Selasa jam 9.00 sampai 11.00. Melukis I hari Kamis 14.00 sampai 16.00,” bacanya sekali lagi tanpa melepas perhatian pada pintu ruangan fakultas. Dia lalu melihat pada jam tangannya. “Jam 13.30,” bagitu yang terbaca dari jamnya. Dia cemberut, menekuk muka kesal, dan menggaruk kepalanya. “Kurasa aku terlalu awal,” bisiknya sadar. Dia buru-buru berdiri begitu melihat seseorang keluar dari ruangan fakultas. Menggigit bibir bawahnya, dia berdoa dengan sangat, agar paling tidak bisa melihat sosok gadis pujaannya.

Dia mendesah frustasi saat melihat dosen desain-nya, Mr. Song keluar dari ruangan fakultas. Dia langsung berdiri tegak begitu melihat sang dosen berjalan kearahnya. Dia melihat ke papan sambil bersiul dan berakting bahwa dia baru saja sampai disana, padahal sebenarnya dia sudah mengamati sejak tadi.

Mr. Song menghentikan langkah dan memandang curiga. Dia menatap Jiyong dari atas sampai bawah membuat Jiyong hampir berhenti bernafas. “Kwon,” panggil Mr. Song membuat Jiyong menatapnya. “Ya pak?” tanyanya. “Kemarin kamu juga berada disini, benar kan?” tanyanya dan Jiyong hanya bisa memaksakan sebuah tawa sambil menggaruk tengkuknya. Dia mengangguk. “Kenapa? Apa kamu akan melamar menjadi asisten dosen?” pertanyaan itu langsung dijawab Jiyong dengan gelengan kepala.

“Lalu kenapa kamu selalu berada di luar ruangan fakultas dan berusaha bersembunyi di papan pengumuman?” sekali lagi dosennya bertanya. “Bersembunyi?” tanya Jiyong dalam nada tinggi. “Mr. Song, saya tidak sedang bersembunyi. Anda terlalu berpikir berlebihan,” dia memaksakan tawa. “Tapi kamu–,”

“Oh, ini sudah saatnya! Anda bisa terlambat ke kelas Anda Mr. Song! Sampai jumpa! Mengajarlah dengan baik! fighting!” katanya sambil mendorong sang dosen berjalan ke kelasnya. Orang tua itu hanya bisa memandangi dengan bingung namun curiga saat melihat Jiyong meninju udara dan tersenyum lebar – aneh.

Setelah Mr. Song pergi, Jiyong mengelap keringat di keningnya lalu menggeleng-gelengkan kepala, menengok kanan-kiri dan kembali fokus pada pintu ruangan fakultas – persis seperti tentara sedang dalam misi menyerang markas musuh.

Senyumnya terkembang lebar di bibir dan jantingnya berdebar kencang saat dilihatnya pintu ruang fakultas perlahan didorong dari dalam. Dia menggigit bibir dengan tangan mengepal, matanya tidak berkedip barang sejenak dan menahan nafas.

Jiyong merasa jantungnya diremas dengan kuat saat dilihatnya Dara berjalan perlahan keluar dari ruangan – terlihat repot karena tumpukan sketcpad serta barang-barangnya. Bibirnya tersenyum lebar melihat betapa imutnya Dara saat berusaha membuka pintu dengan barang-barang di tangannya itu – gadis itu terlihat sangat mengagumkan.

Jiyong masih belum terbiasa saat rasanya oksigen dipaksa keluar dari paru-parunya saat dia melihat Dara. Jantungnya menuntut tempat yang lebih luas karena serasa terhimpit dalam dadanya setiap kali Dara ada didekatnya. Belum lagi dalam sesaat perutnya seolah diisi oleh ribuan, bukan, jutaan kupu-kupu dan tangannya berkeringat dingin.

Seolah itu adalah pertama kalinya dia melihat Dara. Juga yang setelah dan setelahnya.

Selalu saja seperti saat pertama kali memandangnya.

Jiyong cepat-cepat berlari menghampiri Dara yang berjalan menuju kelas mereka. Begitu jarak mereka sudah cukup dekat, dia langsung memasukkan tangannya ke saku dan bersiul melodi lagu terbaru idolanya, Missing You.

Dia tertawa pelan karena entah kenapa dia merasa sesuai, lagu itu benar-benar dibutuhkan saat ini. Dia tidak akan menyangkal bahwa dirinya sangat merindukan Dara.

Apakah itu mungkin merindukan seseorang yang hampir tidak dikenal? Seseorang yang hanya sempat ditemui beberapa kali? Seseorang yang bahkan mungkin sama sekali tidak peduli akan keberadaa kita?

Tapi Jiyong tetap merindukan Dara, sangat merindukannya.

“Selamat siang Ms. Park!” sapanya riang seperti anak kecil, Dara menoleh padanya, mata melebar. “Kamu menakutiku,” katanya lemah dan mendengar suaranya saja sudah membuat Jiyong kesenangan tanpa alasan yang jelas. Dia cepat-cepat menutupi mukanya dengan kedua telapak tangan untuk menyembunyikan cengiran senangnya sekaligus malu sambil menggigit bibir. Dara menatapnya bingung. Mengedipkan mata menatap Jiyong. Jiyong benar-benar seperti puzzle teka-teki yang harus diselesaikan.

Jiyong pura-pura batuk dan menegakkan badan. Mereka berdua lalu mulai saling pandang. Mereka berdiri diam disana, saling tatap, seolah dunia berhenti berputar. Serasa hidup mereka berhenti bergerak. Jiyong yang tidak tahan mengalihkan pandangannya dari Dara sambil menggaruk kepala. Pipinya merona merah dan kembali berpura-pura batuk. Entah dari mana, tapi Jiyong terlihat sangat mengagumkan saat itu dan Dara tidak bisa menahan tawanya. Jiyong berpura-pura batuk lagi, lalu menyambar tumpukan buku sketchpad yang dibawa Dara dan membawanya.

 

Jiyong (kembali) berpura-pura batuk dan berjalan begitu saja seperti tidak menyambar apapun dari Dara. Sementara Dara yang menatapnya berjalan menjauh diam di tempat. Hatinya serasa berdetak keras didalam dada – dia kembali merasakan semua perasaan itu sekali lagi. Jiyong menghentikan langkah berbalik menatap Dara yang malah diam menatapnya dengan nafas berat.

Jiyong tersenyum dan berjalan kembali ke tempat Dara berada. “Ms. Park ayo, kita masih ada kelas,” katanya tersenyum pada Dara yang masih tetap diam meskipun dia mengangguk. “Ayo,” kata Dara dan membiarkan Jiyong memimpin langkah – pria itu tidak bisa menutupi rasa senangnya dan berjalan dengan mengangguk-anggukkan kepalanya seperti sedang mendengarkan lagu. Dia berhenti berjalan – membuat Dara juga ikutan berhenti, lalu berbalik menghadap Dara.

“Anda tahu,” kata Jiyong tersenyum. Dara menatap Jiyong, menunggunya melanjutkan. Ekspresi Jiyong berubah jadi serius namun senyuman kecil tersungging di bibirnya. “Anda terlihat sangat imut saat berusaha membuka pintu dengan semua bawaan ini,” dia tersenyum tulus pada Dara dan kembali memutar badannya dan berjalan lagi. Dara hanya berdiri diam disana, tidak tahu harus berkomentar apa. Tangannya langsung memegang ke pipinya yang terasa panas.

 

Dara memejamkan matanya erat dan merasakan kepalanya pusing. “Seu–,” dia menggigit bibirnya keras dengan tangan mengepal kuat. Tak berapa lama ujung lidahnya merasakan anyir darah. Dia membuka mata dan menatap punggung Jiyong menjauh.

Sosok Jiyong sama sekali tidak mirip dengan Seunghyun sedikit pun. Cara mereka berjalan pun tidak ada kemiripannya sama sekali. Rambutnya, kulitnya, tubuhnya, mata, hidung, kaki, dan semuanya tidak akan pernah sama seperti Seunghyun.

Tapi kenapa rasanya Dara sedang menatap Seunghyun saat Jiyong yang berjalan di koridor dengan tumpukan sketchpad di tangannya.

“Kwon,” panggil Dara membuat Jiyong menghentikan langkah dan berbalik. Dia kemudian berjalan mendekat kearah Dara. “Ada apa Ms. Park?” tanyanya sopan saat Dara malah duduk di bangku dan Jiyong menatapnya cemas. “Apakah Anda–,” Dara buru-buru memotong sambil menjambak rambutnya sendiri. “Pergilah ke kelasmu, katakan pada teman-temanmu untuk pindah ke ruang 203… kita akan melukis hari ini,” jelasnya lalu membuka tasnya dengan tangan gemetaran.

Jiyong menatap Dara yang sedang berusaha menenangkan dirinya dengan cemas. “Aku akan menunggu disini oke, kembalikan sketchpad teman-temanmu,” katanya. “Apa kamu mengerti apa yang kukatakan?” tanyanya. Jiyong mengangguk masih menatap Dara dengan cemas. Dara cepat-cepat membuka wadah platik kecil berisi penuh dengan tablet putih. Dia mengeluarkan dua tablet dan langsung menelannya dengan bantuan air putih yang dia bawa. Jiyong masih diam menatap. “Sekarang pergilah,” kata Dara dan Jiyong mengangguk mengerti. “Saya akan segera kembali,” jawabnya dan berlari ke kelasnya.

Dara menatap punggung Jiyong yang tak lama kemudian menghilang dari pandangannya.

“Dia su–,” Dara menggigit bibir dan menjambak rambutnya, lalu kembali berjalan. “Dia… dia…” dia terus mengulang – lebih kepada dirinya sendiri.

“Kamu yang membunuhnya,” dia berkata, kedua lengannya terulai lemas. Dia memaksa dirinya berdiri setelah hampir terjatuh di lantai. Dia perlahan berjalan ke ruang melukis. Dia merasa seluruh badannya mati rasa, dia merasa dirinya hancur hingga berkeping-keping. Dan di setiap langkahnya, dia merasa dia tidak akan bisa sampai di tempat tujuannya.

Dara mengcengkeram dadanya keras.

“Kamu yang membunuhnya…” katanya disela-sela tawa pahit yang keluar dari mulutnya. “Kamu membunuhnya… itu kamu… kamu yang membunuhnya,”

“Dia bukan meninggal. Kamu yang membunuhnya,”

Dan begitu kita memainkannya, permainan itu akan memaksa kita mempertaruhkan hati, jiwa, dan segala yang kita miliki. Dan takdir akan melakukan yang terbaik untuk merenggut semua itu dari kita, takdir akan menghancurkan kita hingga berkeping.

 

Takdir akan melakukannya.


[1] Neverland adalah pulau tempat tinggal Peter Pan, anak-anak yang hilang, serta kapten Shakespare dan kru bajak lautnya

~ TBC ~

penggunaan kata ganti orang ganti aku dan saya disini, saya maksudkan untuk memperjelas jenis percakapan yang ada dalam scene cerita.

AKU digunakan untuk jenis percakapan non-formal seperti kepada sesama teman (jiyong dan teman2nya, orang yang lebih tua kepada yang lebih muda (dosen kepada mahasiswanya), dan kepada orang yang memiliki hubungan dekat (jiyong kepada orang tuanya).

SAYA digunakan untuk menunjukkan bentuk percakapan formal.. lebih banyak scene saat jiyong berbicara kepada dosennya.

just tell me if anything seems confusing.. key? ^_~

Prolog 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Epilog FN

57 thoughts on “How to Save a Life [Part #4] : Played

  1. Jiyong mah selalu kekanak kanakan. Btw, disini jiyong kelihatan kayak orang gila deh😣 emmhh, dara unnie move on yang cepet dong #maksa nih ceritanya😄. Dara unnie bukan ngebunuh seunghyun oppa kok itu kan kecelakaan

  2. Jiyong kaya orang gila kalau mikirin dara,
    Selalu bersikap kekanak kanakan tanpa harus berpura2
    Dara masih belum move on dan malah nyalahin dirinya sendiri atas meninggalnya seunghyun,,,
    Yang sabar ya dara,tetap semangat

  3. Dara , pliss deh .. mup on dong , pristiwa ntu kcelakaan . Bkn km pembunuh ny , adoh doh … gemes jd ny , klo kek gini kpn coba mreka sweet2an ..
    Jiyong lucu bgt disini hahaha kkanakan tp keren wkwk

Leave a comment