[FESTIVAL_PARADE] THE ONE AND ONLY — 13

the-one-and-only-copy

THE ONE AND ONLY :: IT’s ONLY UOU



Kejutan! Ternyata sekarang Jiyong berpacaran dengan Sora. Hal itu menjelaskan, kenapa Sora terlihat tidak senang bertemu dengan Sandara. Menurut Bom dan Rohye, Sora takut jika Jiyong kembali pada Sandara. Meski Sandara sendiri memilih untuk tidak terlalu peduli, justru dia merasa lega (atau cemburu?). Setidaknya sekarang rasa bersalahnya pada Jiyong sudah berkurang.

Lagipula, meski mereka satu college, tapi departemen yang mereka ambil berbeda. Jadi kemungkinannya sangat kecil untuk mereka bisa bertemu. Ditambah, keduanya adalah sunbae. Dan fakta bahwa Sora menghindarinya seolah Sandara ini membawa penyakit dan jika berdekatan dia akan tertular, terbukti dalam beberapa kesempatan saat mereka tanpa sengaja berpapasan di koridor, Sora akan berbalik badan dan berputar arah.

**

Malam minggu tidak ada yang bisa Sandara lakukan. Semua pekerjaan rumahnya telah beres dan tidak ada tugas kuliah yang menunggu untuk diselesaikan. Merasa menganggur, diputuskan untuk mengunjungi keponakan kecilnya yang baru memasuki usia empat bulan.

Niatnya Sandara ingin memberi kejutan dengan kedatangannya yang tidak diberitahukan sebelumnya. Tapi justru dirinyalah yang terkejut karena menemukan Rohye ada di rumah kakaknya. Melupakan boneka kecil yang sengaja dibawakannya untuk Ai, keponakannya, mata Sandara menyipit pada orang yang tengah menggendong Ai.

“Kenapa kau kembali tanpa memberi kabar padaku?” protesnya tak ingat pada si kecil Ai.

Ai yang kaget mendengar suara imonya, langsung menangis.

“Sandara, pelankan suaramu… Ai baru saja bangun tidur,” Dayoung yang baru saja muncul dengan sebotol susu menegur. Diambilnya sang buah hati dari gendongan Rohye.

“Ada apa ini, ramai sekali?” Rui ikut-ikutan muncul.

Dan ramailah rumah Dayoung dan Rui dengan bermacam suara, termasuk suara tangisan Ai.

“Rohye tidak mengabariku kalau dia akan kembali…”

“Sudah kubilang aku lupa…”

“Oweeeee… oweeee…”

“Kalian berdua pergi saja! Cari tempat lain untuk bertengkar!” ultimatum Dayoung pada akhirnya menghentikan keributan yang terjadi.

**

“Salahmu, suaramu terlalu keras…”

“Kau juga salah, kenapa tidak memberiku kabar kalau mau kembali…’

“Kau yang salah, malah menyalahkanku…”

“Kau juga salah…”

Mereka berdua terus saja saling menyalahkan tanpa ada yang mau mengalah, hingga tanpa sadar mobil yang Rohye kendarai sampai di Namsan.

“Kenapa kita ke Namsan?” Sandara bertanya bingung, lupa dengan nada kesalnya.

“Entahlah, tadi aku tidak berpikir saat mengambil jalan. Kau terus saja berisik,” kembali mulai menyalahkan.

Sandara jelas tidak mau dirinya disalahkan terus. Dia hendak protes, tapi Rohye memotong lebih dulu. “Sudahlah, aku lelah terus bertengkar denganmu. Aku lapar, ayo kita cari makan. Mumpung kita berada di sini, sebaiknya kita makan pork cutlet saja,”

Sandara yang juga sudah merasa lapar tidak memprotes. Diikutinya Rohye turun dari mobil dan memasuki restoran pork cutlet yang paling terkenal di Namsan. Setelah mendapatkan meja dan memesan makanan mereka, mereka lagi-lagi bertengkar. Memang beginilah keduanya, ditakdirkan untuk tidak pernah sependapat.

“Aisht, aku pulang dari Jepang tidak untuk ribut denganmu,” Rohye mengeluh. Lalu tiba-tiba ekspresinya berubah serius. “Apa aku sudah bisa mendapatkan kepastian darimu?” tanyanya, melenceng jauh dari perdebatan mereka tadi.

“Huh?” Sandara yang tak siap dengan pertanyaan yang Rohye ajukan, tidak tahu harus mengatakan apa. Hingga pesanan mereka datang, Sandara masih belum sanggup menjawab.

“Hey,” tiba-tiba Rohye berdiri, tangannya melambai memanggil seseorang.

Sandara makin tak tak bisa berkata-kata melihat siapa yang di sapa Rohye.

“Jiyong-ssi,” panggilnya.

Jiyong tidak sendirian, ada Sora bersamanya. Sejenak Sandara berpikir, apa yang keduanya lakukan di sini, hingga dia ingat hari apa ini dan di mana mereka berada. Pasti mereka habis berkencan di Namsan Tower.

“Hey, apa kabar?” Rohye seperti bertemu dengan temanlama. “Eh, bukankah kau adalah tetangga Sanghyun?” tanyanya saat akhirnya mengenali wajah Sora. Sora membenarkan dengan anggukan kecil.

“Oppa, Sunbae,” Sandara menyapa sungkan. Berharap mereka cepat-cepat pergi saja. Jahat memang, tapi semua meja sudah penuh.

Tapi harapannya pupus saat ia mendengar, “Sepertinya semua meja sudah penuh, bagaimana kalau kalian bergabung dengan kami saja?” ingin rasanya dia memukul kepala Rohye.

“Terima kasih, tapi kami tidak ingin mengganggu kalian,” Sora yang menjawab. Jarang sekali Sandara setuju dengan Sora seperti sekarang ini.

Lagi-lagi Sandara ingin memukul kepala Rohye, bila perlu dengan palu gondam sekalian. “Mengganggu? Hahaha, tentu saja tidak, benarkan, Sandara?”

Dengan sangat terpaksa, Sandara menarik kedua ujung bibirnya, “Iya,” Sandara baru sadar, betapa munafiknya dirinya.

Akhirnya, Jiyong dan Sora bergabung dengan mereka. Walau terlihat jelas Sora sangat tidak ingin berada di sana, namun Jiyong sama sekali tidak menyadari dan malah sibuk saling bertukar cerita dengan Rohye.

“Jadi kalian bertiga satu kampus?” Rohye sudah pantas membintangi satu film.

“Sandara tidak bercerita memangnya?” Jiyong balik bertanya, menatap ke arah Sandara. Yang lain pun ikut-ikutan menatapnya.

Sandara diam. Bukan kebiasaannya untuk menjadi pusat perhatian seperti itu. Dia akhirnya memilih untuk menyeruput minumannya. Dalam hati dia sudah memukuli Rohye yang sama sekali tidak bis adiandalkan.

**

“Kau tahu, Sandara, aku akan selalu berusaha untuk bisa menerima semua keputusanmu, apa pun itu. Karena bagiku, yang terpenting itu adalah dirimu,” Sandara terus trngiang ucapan Rohye kemarin.

Jujur, sekarang ini otaknya tengah bekerja sangat lambat, hingga perlu banyak waktu baginya untuk mencerna perkataan Rohye itu. Bahkan ketika tubuhnya sudah terbaring di atas tempat tidur pun, matanya gagal memejam.

Jam sebelas malam dan dia masih belum bisa tidur. Padahal besok ada kelas jam tujuh pagi. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada telepon masuk, dari nomor asing. Siapa yang meneleponnya malam-malam begini. Tidak mungkin Rohye, karena dia tahu besok Sandara memiliki kelas pagi, dan lagi tadi Rohye berpesan padanya untuk segera tidur saat mengantarkannya pulang.

“Yoboseyo…” suara gadis. Sepertinya, memori otak Sandara mengenali suara ini. “Ini aku, Sora,”

Mau apa Sora meneleponnya malam-malam begitu?

“Maaf jika aku mengganggu tidurmu,”

“Ah, tidak, aku belum tidur. Ada perlu apa Sunbae?” padahal saat bersamaan dia merutuki dirinya yang tidak mematikan ponsel sebelum beranjak ke tempat tidur.

“Aku tidak akan basa-basi, aku ingin minta tolong padamu agar kau menjauhi Jiyong,” tegasnya.

Bukankah selama ini Sandara sudah ‘menjauh’ dari Jiyong?

“Karena Jiyong tidak akan pernah bisa menjauh darimu,”

Sandara bingung dibuatnya.

“Jadi tolong, kau mau mengalah…”

Kenapa dia yang harus mengalah?

“Sebenarnya aku tidak mau mengakui hal ini,”

Kalau begitu jangan mangatakannya pada Sandara, dia tidak ingin mengetahui apa pun.

“Aku yang selalu memaksa semuanya pada Jiyong. Selama ini, dia selalu mau menuruti permintaanku, tapi dengan kau kembali hadir di hadapannya, aku tidak yakin apa dia masih mau memenuhi permintaanku,”

Sandara membiarkan Sora terus berbicara dan hanya diam mendengarkan.

“Aku sudah terlanjur jatuh cinta pada Jiyong, jadi aku tidak akan melepaskannya. Aku akan membuat Jiyong juga jatuh cinta kepadaku,”

Sepanjang durasi telepon, sembilan puluh delapan persen, Sandara hanya menjadi pendengar. Dan setelah Sora akhirnya mengakhiri teleponnya, Sandara semakin tidak bisa tidur.



to be continue~



<< back next>>

17 thoughts on “[FESTIVAL_PARADE] THE ONE AND ONLY — 13

  1. Whatttt?jiyong pacaran sama sora ? Segampang itu ji nyri pgnti dara ?sdgkan dara msh gbsa moveon tau gtu dara sama rohye aja udah drpda nggu jiyong ksel sama jiyong huh

  2. Soranya maksa. Neng, Cinta itu nggak bisa dipaksa. Mudah-mudahan Jiyong mutusun Sora gitu trus balikan sama Dara #maksa#

Leave a comment