Gonna Get Better [Chap. 24]

untitled-1

Cast : Sandara Park, Kwon Jiyong, Lee Donghae

Kategori : Romance

.

.

Dara langsung terbangun ketika dia mendengar suara alarm yang berasal dari ponselnya. Dengan mata masih tertutup dia meraih ponselnya di atas nakas lalu membawanya sampai di depan wajah. Dengan enggan Dara membuka matanya lalu melihat jam yang kini tertera di ponselnya yang masih berbunyi. Dara langsung bangun dari posisinya lalu duduk tegak karena mengingat dia harus segera pulang untuk meredakan amarah Jiyong.

“Matikan alarmnnya.” Dara langsung mematikan alarm sesuai dengan perintah yang dia dengar lalu langsung menoleh ke sampingnya saat dia menyadari bahwa suara serak yang dia dengar barusan adalah suara seseorang yang sudah sangat dia kenal. Dara mengerutkan keningnya ketika melihat Jiyong kini sedang tidur di sampingnya. Dara mengucek matanya beberapa kali lalu kembali melihat pada sosok Jiyong yang masih berada di sana.

Ommo. Apa aku masih bermimpi?” gumam Dara bingung, dia ingat bahwa tadi malam dia memimpikan Jiyong datang lalu memeluknya sebelum dia tidur dan sekarang Jiyong masih ada di sampingnya jadi hal yang mungkin terjadi adalah dia masih bermimpi. “Aku sepertinya sangat merindukan Jiyong.” gumam Dara lagi kini sambil tersenyum.

Dara kembali membaringkan tubuhnya kini menyamping untuk menatap kekasihnya yang juga sedang berbaring menghadapnya. Dara tersenyum ketika melihat wajah damai kekasihnya yang sangat dia rindukan. Walaupun ini hanya mimpi tapi Dara merasa sangat senang karena bisa melihat kekasihnya. Dara mengangkat tangannya lalu mengusap wajah Jiyong yang membuatnya merasa heran karena kulit Jiyong sangat terasa nyata.

“Kenapa kau terus datang ke mimpiku? Apa kau juga sangat merindukanku?” tanya Dara pada sosok Jiyong yang masih menutup matanya dengan tenang. Dara terus menatap sosok Jiyong selama beberapa saat dengan senyuman yang terus tersungging di bibirnya.

“Kenapa kau terus menatapku?” Dara terkesiap ketika mendengar suara Jiyong dengan sangat jelas lalu sedetik kemudian Dara melihat Jiyong menyunggingkan senyuman dan matanya yang perlahan terbuka langsung menatap ke mata Dara yang masih kebingungan. “Good morning babe, dan iya aku juga merindukanmu.” Ujar Jiyong lagi setelah membuka matanya. Dara hanya terbengong. Dia yakin bahwa semua yang dia alami ini adalah mimpi namun dia sangat berharap yang terjadi sekarang adalah kenyataan.

“Sepertinya aku terlalu kelelahan.” Gumam Dara sambil menggelengkan kepalanya yang menghasilkan tawa keras dari sosok Jiyong yang masih Dara kira hanya produk dari imaginasinya.

Babe apa kau masih merasa bahwa ini hanya mimpi?” tanya Jiyong setelah tawanya reda yang Dara balas dengan anggukan.

“Kalau bukan mimpi lalu apa? kau tidak mungkin sengaja datang untuk melihatku.” Ujar Dara lagi sambil mengedikan bahu. Dia sedikit bingung karena mimpinya benar-benar terasa sangat nyata apalagi ketika Dara merasakan Jiyong mengangkat tangannya lalu mengacak lembut rambut Dara karena sentuhan Jiyong sangat hangat sehingga Dara mengira bahwa itu adalah nyata.

“Sepertinya kau belum benar-benar mengenalku.” Ujar Jiyong yang kini membelai lembut wajah Dara. “Aku mungkin akan datang ke kahyangan jika kau telah sadar bahwa kau adalah bidadari yang tersesat di bumi.” Ujar Jiyong lagi sambil kembali tersenyum.

“Kau masih bermulut manis bahkan di dalam mimpi. Aku hanya berharap kau tidak akan datang ke mimpi wanita lain dan mengatakan hal yang sama.” Kata Dara sambil memutar bola mata.

Babe aku benar-benar nyata.” Ujar Jiyong.

“Apa buktinya?” tanya Dara yang masih belum percaya.

“Apa yang selalu dilakukan orang-orang untuk membuktikan mimpi?” tanya balik Jiyong sambil sedikit berpikir. “Cubit pipi atau tangan.” kata Jiyong lagi setelah beberapa saat dan tanpa menunggu lama Dara langsung mencubit pipi Jiyong dengan sedikit keras yang berhasil membuat Jiyong meringis kesakitan. “Yah kenapa kau mencubitku?” tanya Jiyong ketika Dara menghentikan cubitannya.

“Kau yang suruh.” Jawabnya dengan polos.

“Maksudku cubit pipimu sendiri.” Kata Jiyong lagi yang kini sedang memegangi pipinya yang sudah memerah. Dara lalu menuruti Jiyong dan segera mencubit pipinya sendiri dan ketika mencubit sedikit keras Dara merasakan rasa sakit di pipinya yang membuatnya sedikit meringis. “Sakit?” tanya Jiyong kepada Dara yang kini sedang meringis dan Dara hanya menganggukan kepalanya. “Kau sudah percaya sekarang?” tanya Jiyong lagi.

“Jadi kau bukan mimpi?” tanya Dara dan kini giliran Jiyong yang mengangguk. “Berarti apa yang terjadi tadi malam juga bukan mimpi?” tanya Dara lagi dengan sedikit terkejut yang kembali Jiyong balas dengan anggukan. “Aku bahkan melihat kau dan Donghae sangat akur tadi malam. dan itu juga bukan mimpi?” tanya Dara lagi kini sambil bangun dari posisinya tadi lalu duduk tegak sedangkan Jiyong masih berbaring kini dengan tangan menopang dagu dan matanya menatap geli kepada kekasihnya yang baru sadar bahwa semua yang terjadi bukan hanya mimpi.

“Semua yang kau lihat tadi malam adalah kenyataan.” Ujar Jiyong sambil mengangguk lagi.

“Yah jadi tadi malam itu bukan mimpi saat aku mengatakan banyak hal kepadamu?” tanya Dara lagi yang mengingat apa yang dia katakan kepada Jiyong sebelum dia kembali tidur dan kekasihnya itu kembali mengangguk. “Aish memalukan sekali.” Ujar Dara kini sambil mengacak rambutnya sendiri ketika mengingat bahwa dirinya mengatakan kepada Jiyong bahwa Dara benar-benar sangat mencintainya.

“Yah kenapa banyak sekali yang kau sembunyikan dariku huh?” tanya Jiyong setelah beberapa saat sambil duduk dan menatap kekasihnya dengan tatapan tegas.

“Aku tidak ingin membebanimu.” Balas Dara dengan suara sedikit pelan.

“Aku tidak keberatan jika harus menanggung bebanmu juga.” Ujar Jiyong kini dengan tatapan lembut. “Baby, kita sekarang sepasang kekasih jadi wajar jika kita saling berbagi kekhawatiran. Aku ingin mulai sekarang kau mengatakan semua yang kau rasakan. Jika kau masih ragu kepadaku kau juga harus mengatakannya. Aku tidak ingin ada bom waktu di dalam hubungan kita. kau mengerti?” tanya Jiyong yang hanya Dara balas dengan menatapnya ragu. “Dara, aku serius. Aku tidak ingin kau menyembunyikan apapun lagi dariku.” Ujar Jiyong lagi dengan suara tegas dan serius namun tatapannya sangat lembut yang membuat Dara menjadi lebih baik dan akhirnya wanita itu menganggukan kepalanya.

Jiyong tersenyum melihat kekasihnya menurut dengan begitu mudah. Jiyong mengangkat tangannya lalu mengelus wajah Dara dengan sangat lembut dengan mata yang terus menatap kagum pada kekasihnya itu. Setelah beberapa saat Jiyong menurunkan tatapannya ke bibir Dara.

“Ji, aku belum sikat gigi.” Ujar Dara yang mengerti maksud dari tatapan kekasihnya itu.

“Begitupun aku.” balas Jiyong sebelum menyimpulkan sebuah smirk dan tanpa menunggu lama Jiyong langsung mencondongkan wajahnya ke arah Dara dan mulai menginvasi bibir kekasihnya itu dengan perlahan namun penuh cinta, menunjukan kepada Dara bahwa Jiyong sangat merindukan kekasihnya itu.

Dara tersenyum ketika merasakan kecupan Jiyong yang terasa sangat menenangkan dan tanpa dia sadari kini tangannya telah berada di leher Jiyong dan perlahan beralih ke balik kepala Jiyong, jarinya perlahan menyisir rambut Jiyong sedangkan bibirnya bergerak lincah untuk mengimbangi kecupan Jiyong.

Dengan perlahan Jiyong mendorong Dara sehingga wanita itu kini telah kembali berbaring dengan Jiyong yang kini telah berada di atas tubuhnya. Dengan posisi ini mereka bisa lebih leluasa untuk merasakan satu sama lain, namun dengan seiring waktu ciuman dan kecupan Jiyong mulai berubah semakin menuntut. Tangannya yang tadi menangkub pipi Dara kini telah berubah tempat yaitu di balik piama Dara yang masih tertutup rapat.

Dara melengkungkan tubuhnya ketika dia merasakan tangan Jiyong berusaha untuk melepaskan kait bra miliknya. Tubuhnya menjadi panas ketika dia merasakan tangan Jiyong yang mulai membelai perutnya lalu perlahan naik ke dadanya lalu Jiyong meremasnya perlahan. Jiyong melepaskan ciumannya dan bibirnya langsung berpindah ke leher Dara, menjilat dan menghisapnya sementara tangannya secara teratur meremas dada Dara yang membuat kekasihnya itu tidak bisa untuk tidak melenguh dan mengerang apalagi saat dia merasakan Jiyong menekan gundukan besar dibalik celananya ke pusat sensitifnya. Tubuhnya semakin memanas karena kebutuhan yang harus segera dituntaskan namun ada satu hal yang mengganjal dan hal itu membuat Dara memegang kepala Jiyong dan memaksanya untuk berhenti. Jiyong menatap Dara dengan mata yang sudah berkilat karena hasrat yang ingin segera dituntaskan.

“Kita tidak bisa melakukannya di sini.” Ujar Dara sambil menggeleng. “Kita sedang berada di tempat orang lain.”

“Aku tidak peduli. Babe, aku membutuhkanmu sekarang juga.” ujar Jiyong dengan tatapan memohon.

“Aku juga.” Aku Dara dengan suara parau dan mendengar suara Dara itu membuat Jiyong semakin mengeras.

“Lalu apa masalahnya?”

“Aku tidak ingin kita melakukannya di tempat orang lain. kita harus menjaga sikap.”

“Donghae pasti akan mengerti.”

“Aku yang tidak nyaman. Aku mohon, tahan sebentar.”

“Sebentar?”

“Sampai kita tiba di Seoul.” Ujar Dara dengan wajah memohon.

“Aku akan mati hari ini.” gumam Jiyong sambil menjatuhkan dirinya di samping Dara kemudian dia mulai mengatur napasnya. Dara langsung berputar ke arah Jiyong sehingga dia kini kembali menatap Jiyong.

“Terimakasih dan maaf.” Ujar Dara dengan tatapan meminta maaf sedangkan Jiyong kini sedang menatap langit-langit sambil mencoba menahan diri.

“Kau punya hutang dan kau akan membayarnya berkali-kali lipat.” Ujar Jiyong setelah beberapa saat sambil menyimpulkan sebuah smirk. Dara akan membalas apa yang Jiyong katakan namun tiba-tiba mereka mendengar suara ketukan pintu yang diiringi oleh suara Donghae yang menyerukan bahwa sarapan sudah siap.

“Aku ke kamar mandi duluan.” Ujar Dara kemudian bangun dari posisinya lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi dan setelah beberapa saat Dara kembali dengan wajah yang sudah segar. Melihat wajah polos Dara yang tanpa apapun membuat Jiyong merasakan gundukan di dalam celananya kembali membesar.

Babe, apa kita benar-benar tidak bisa melakukannya sekarang?” tanya Jiyong lagi dengan suara memohon kepada Dara yang kini sedang mengelap wajahnya dengan handuk.

“Behave.” Ujar Dara sambil berdecak. “Tuan rumah sudah memanggil kita, kita harus sarapan sekarang.” ujar Dara kini sambil duduk di salah satu sisi tempat tidur. “Cepat cuci wajahmu.” Ujar Dara lagi sambil menunjuk pintu kamar mandi dengan matanya.

“Kau keluar duluan. Aku masih ada urusan.” Kata Jiyong yang membuat Dara langsung menahan senyuman karena mengerti apa yang di maksud kekasihnya ini. Dara merasa bersalah tapi dia benar-benar tidak bisa melakukannya saat ini. tidak saat mereka berada di tempat orang lain.

“Baiklah. Jangan lama-lama.” Ujar Dara sebelum dia mengecup pipi Jiyong lalu berdiri dan menghilang di balik pintu.

Dara Pov

Setelah berpamitan dan pergi dari rumah Donghae, aku dan Jiyong memutuskan untuk tidak langsung kembali ke Seoul. Jiyong bilang bahwa dia sudah mengajukan cuti satu hari dan aku sebenarnya masih dianggap sedang dinas luar kota dan tidak wajib berada di kantor hari ini jadi kami sepakat untuk berjalan-jalan dan pergi ke beberapa tempat wisata di Daegu sambil menghabiskan waktu berdua.

Ini bukan pertama kalinya aku dan Jiyong berkencan di tempat umum namun jika kami berkencan di Seoul kami harus lebih berhati-hati dan tidak terlalu memperlihatkan bahwa kami sedang berkencan. Biasanya kami berjalan-jalan ke mall atau ke tempat lain tanpa saling menggenggam tangan, biasanya aku hanya melingkarkan tanganku di lengan Jiyong sama seperti yang sering kami lakukan saat kami masih berteman. Jiyong selalu mengeluh karena hal ini tapi aku selalu menegaskan bahwa kami tidak boleh terlihat mesra ketika sedang di tempat umum dan Jiyong akhirnya selalu mengalah walaupun dengan sedikit merajuk.

Namun kali ini berbeda, kami berjalan-jalan dengan tangan yang saling menggenggam erat, Aku sangat senang karena kami bisa berjalan-jalan sambil bergandengan tangan tanpa perlu merasa takut akan ada rekan kerja kami yang melihat. Terkadang kami berjalan dengan tangan Jiyong yang merangkulku dengan sangat protektif apalagi jika dia melihat ada pria yang tertangkap basah sedang memperhatikanku. Aku diam-diam tersenyum ketika dia sudah menunjukkan sikap pencemburunya ini.

Setelah lelah berjalan-jalan Jiyong lalu mengajakku pergi ke salah satu restoran terkenal di Daegu untuk makan malam dan sekarang kami telah berada di lantai teratas di menara 83 dan sedang menunggu hidangan yang kami pesan datang.

“Kau terus tersenyum hari ini, apa kau sangat bahagia?” tanya Jiyong yang memperhatikanku dengan senyuman merekah. Aku langsung mengangguk setelah mendengar pertanyaannya.

“Aku bahagia.” Ujarku jujur. “Aku bahagia karena kita bisa berjalan-jalan seperti ini.” kataku yang langsung merona ketika mengingat Jiyong yang seharian ini tidak melepaskan tanganku.

“Kita bisa melakukan ini lagi setelah kembali ke Seoul.” Katanya kini sambil menopang tangan dengan dagu lalu kembali tersenyum namun aku langsung menggelengkan kepala yang membuat senyumnya langsung menghilang. “Kenapa?” tanyanya.

“Kau tahu kita tidak boleh ketahuan.” Kataku yang membuat Jiyong terdiam tapi dari ekspresinya aku bisa melihat dia sedang ingin mengatakan sesuatu. “Wae? Kau ingin mengatakan sesuatu?” tanyaku lagi. Jiyong akan mengatakan sesuatu namun terpotong karena pelayan yang mengantarkan makanan kami. “Apa yang ingin kau katakan?” tanyaku lagi setelah pelayan kembali pergi.

“Aku akan mengatakan sambil makan.” Katanya sambil tersenyum kemudian mengambil pisau dan garpu untuk mengiris steak yang kami pesan.

Ketika Jiyong sedang mengiris steak yang aku lakukan hanya memperhatikannya, menunggunya untuk menyelesaikan apa yang dia lakukan lalu menyerahkan piring miliknya kepadaku dan mengambil milikku yang masih utuh, aku tidak pernah menyuruhnya melakukan hal ini tapi seingatku Jiyong sudah melakukan hal ini sejak kami masih berteman. Sekarang aku penasaran apakah Jiyong juga selalu melakukan hal ini saat dia berkencan dengan wanita lain?

“Wae?” Aku sedikit terkesiap ketika mendengar suaranya.

“Wae?” tanyaku balik kini sambil mengambil piring yang Jiyong serahkan lalu menyerahkan piring milikku.

“Kau menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.” Jiyong tersenyum ketika dia mengambil piring yang aku serahkan.

“Oh.” Kataku sambil mengambil garpu lalu mengambil salah satu potongan daging yang telah Jiyong potong dengan sangat pas seolah dia adalah ahli dalam memotong steak. “Aku hanya penasaran apakah kau memotongkan steak untuk perempuan lain?” tanyaku sebelum memasukan steak ke dalam mulutku. Aku melihat Jiyong menyunggingkan senyuman sebelum dia menjawab.

“Menurutmu?” tanyanya sebelum dia mengiris steak kemudian memasukannya ke dalam mulut.

“Kalau menurutku aku bukan satu-satunya.” Kataku sambil mengedikan bahu lalu Jiyong menatapku seolah bertanya kenapa aku bisa berpikir hal itu. “Kau seorang player, sudah menjadi nalurimu untuk mengesankan semua teman kencanmu.” Kataku lagi yang kini membuat Jiyong tertawa kecil sebelum dia mengambil gelas berisi air putih di sampingnya lalu meminumnya sedikit.

“Baby, kau tahu aku tidak pernah berusaha untuk mengesankan orang lain karena tanpa aku melakukannya pun mereka semua sudah terkesan.” katanya dengan penuh percaya diri.

“Kau sangat narsis.” Kataku sambil memutar bola mata yang kembali membuat Jiyong tertawa.

“Aku tidak sedang menyombong.” Katanya sambil menggelengkan kepala namun dia kini menatap pada steak yang sedang dia iris. “Kenyataannya memang begitu.” Katanya lagi kini sambil mendongkak lalu mengedipkan salah satu matanya yang membuatku kembali memutar bola mata. “Tapi kau benar saat kau bilang kau bukan satu-satunya.” Katanya lagi setelah beberapa saat dan tiba-tiba saja aku merasa sedikit tidak nyaman.

“Siapa?” tanyaku dengan sedikit nervous karena rasa cemburu yang aku rasakan. Aku tidak berani menatap Jiyong dan hanya terus memakan steak sambil menunduk. Aku takut mendengar jawaban Jiyong, dan kini aku bahkan merasa bahwa aku tidak seistimewa seperti yang selalu aku pikirkan. Aku menunggu jawabannya tapi dia tidak kunjung menjawab sehingga aku kembali menatapnya yang kini sedang menatapku dengan tersenyum geli. “Wae?” tanyaku dengan sedikit risih. Aku sedang cemburu dan dia malah menertawakanku?

“Kau menggemaskan ketika sedang cemburu.” Katanya lagi kini sambil menggelengkan kepalanya.

“Excuse me sir but i’m not jealous.” Kataku mengelak sambil memutar bola mata yang membuat Jiyong kembali tertawa.

“Kau jelas cemburu.” Katanya lagi.

“Shut up!” kataku kelas sambil mengambil gelas kemudian meminum isinya sampai habis lalu pelayan datang untuk kembali mengisi gelas kami lalu kembali pergi. “Kau belum menjawab pertanyaanku.”

“Eomma.” Katanya dengan suara geli.

“Huh?” tanyaku bingung.

“Eomma. Aku memotongkan steak untuk eomma.” Katanya lagi menjelaskan.

“Jinjja?” tanyaku lagi yang Jiyong balas dengan anggukan.

“Hanya eomma dan dirimu yang aku perlakukan seperti ini.” katanya lagi yang membuatku langsung tersenyum dan tubuhku kini sudah kembali relaks. “Eomma selalu memintaku menyuapinya saat dia sedang sakit.”

“Sepertinya ibumu bersikap sangat manja saat sedang sakit?” tanyaku yang lebih terdengar seperti pernyataan tapi aku melihat Jiyong menganggukan kepalanya untuk menyetujui apa yang aku katakan.

“Lebih tepatnya dia seolah kembali menjadi anak kecil dan aku wajib menuruti apa yang dia inginkan.” katanya sambil tersenyum.

“Mirip seperti seseorang yang aku kenal.” Kataku yang membuat kami berdua langsung tertawa. Aku dan Jiyong terus makan sambil membicarakan tentang keluarganya dan hal ini membuat makan malam kami terasa lebih menyenangkan karena Jiyong membicarakan masa kecilnya dan sesekali dia bahkan membawa nama Donghae yang sejak kecil sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri.

“Aku senang karena kalian bisa kembali akur.” Kataku kini sambil mengelap bibir dengan serbet dan Jiyong hanya tersenyum sambil mengangguk lalu dia memanggil pelayan dan memesan anggur terbaik di tempat ini.

“Ada yang ingin aku beriahukan kepadamu.” ujar Jiyong sambil menatapku setelah pelayan kembali pergi. Aku hanya diam menunggu dia melanjutkan apa yang ingin dia katakan. “Aku dan nenekmu berbicara.” Katanya lagi yang membuatku sedikit terkejut.

“Kapan? Kenapa kau baru memberitahuku?”

“Aku ingin memberitahumu tapi kita berdua sama-sama sibuk.” Katanya lagi dan saat itu pelayan kembali datang dengan membawa sebotol anggur dan gelas baru sehingga kami berdua kembali diam sampai pelayan itu menyelesaikan tugasnya. Aku menjadi sedikit khawatir dan berpikir bahwa Jiyong sengaja menyusulku ke Daegu, mengajakku jalan-jalan dan melakukan makan malam ini sebagai bentuk perpisahan karena nenekku memaksanya untuk meninggalkanku. Aku langsung menunduk untuk berpikir sesuatu, aku bahkan tidak sanggup menatap Jiyong lagi. setelah beberapa saat aku mendengar pelayan itu kembali pergi dan tidak lama kemudian aku mendengar suara Jiyong memanggil namaku lalu aku merasakan Jiyong memegang tanganku yang berada di atas meja namun aku dengan spontan langsung menurunkan tanganku yang sedikit bergetar. “Dara?” tanya Jiyong lagi kini dengan sedikit nada khawatir dalam suaranya.

“Ji apa saja yang halmeoni katakan?” tanyaku ketika aku kembali mendongkak namun aku tidak sepenuhnya menatap Jiyong. “Apakah nenekku menyuruhmu untuk meninggalkanku?” tanyaku kini dengan sedikit panik. “Jiyong aku minta maaf untuk apapun yang nenekku katakan kepadamu tapi dia bukan orang seperti itu jadi jangan dengarkan dia. Dia hanya masih marah kepadaku dan saat dia telah sadar bahwa kau pria yang baik halmeoni pasti akan menerimamu.” Kataku lagi dengan suara meminta maaf karena aku takut nenekku telah menyinggung perasaan Jiyong. “Aku mohon jangan dengarkan nenekku.” Kataku lagi kini dengan nada memohon kini sambil menatap Jiyong.

“Apa maksudmu? Kau tidak ingin aku mendengarkan permintaan nenekmu?” tanya Jiyong dengan raut wajah bingung yang aku balas dengan anggukan kepala.

“Jangan tinggalkan aku.” kataku kini dengan suara pelan dan kini raut wajah Jiyong kembali tenang.

“Sepertinya kau salah paham.” Kata Jiyong sambil mengambil botol anggur lalu menuangkannya ke dalam gelasnya. “Nenekmu memang meminta sesuatu kepadaku namun bukan sesuatu yang saat ini sedang kau takutkan.” Katanya lagi kini sambil mengisi gelasku. Aku hanya mengikuti semua gerakan Jiyong dengan mataku. Jiyong kembali menyimpan botol anggur itu lalu menatapku lagi kini sambil tersenyum. “Halmeoni sudah menyutujui hubungan kita dan dia memintaku untuk tidak pernah menyakitimu.” Katanya lagi yang membuatku membulatkan mata dan secara spontan mengangkat tangan lalu menutup mulutku yang telah terbuka lebar.

Halmeoni bilang begitu?” tanyaku masih dengan tangan di depan mulut, aku melihat Jiyong mengangguk semangat.

“Apa kau tidak bahagia?” tanya Jiyong kini sambil memicingkan matanya yang langsung aku balas dengan menggelengkan kepala.

“Tentu saja aku bahagia.” Kataku kini sambil menurunkan tanganku lalu tersenyum sangat lebar. “Aku hanya sedikit terkejut karena halmeoni berubah pikiran.”

Halmeoni tahu kau bahagia jadi dia mengalah.” Kata Jiyong lagi yang aku balas dengan anggukan setuju. “Dan satu hal lagi yang ingin aku beritahukan.” Kata Jiyong lagi kini dengan senyuman yang lebih merekah dari sebelumnya jadi aku pikir hal yang ingin dia beritahukan pasti sesuatu yang sangat mengembirakan. “Ayah dan ibuku akan datang ke rumahmu bulan depan.” Katanya dengan senyuman yang sama sekali tidak lepas dari bibirnya namun setelah mendengarnya senyuman perlahan menghilang dari bibirku.

“Ayah dan ibumu akan datang ke rumahku?” tanyaku kepada Jiyong yang dia balas dengan anggukan. “Untuk apa?” tanyaku lagi.

“Tentu saja untuk menemui keluargamu, ibuku ingin kita menikah secepatnya dan aku pikir kita sudah berada di usia yang cukup untuk menikah.” Katanya lagi masih sambil tersenyum namun senyumannya langsung pudar ketika dia menyadari tidak ada senyuman di bibirku. “Wae? Apa ada masalah?” tanyanya dengan sedikit khawatir namun aku hanya menggelengkan kepalaku.

“Tidak ada masalah.” Kataku sambil menatap Jiyong. “Hanya saja aku tidak pernah berpikir untuk menikah.” Kataku lagi yang membuat rasa khawatir dari raut wajah Jiyong berganti dengan raut wajah bingung.

“Kau tidak ingin kita menikah denganku?” tanyanya dengan suara pelan yang aku balas dengan gelengan.

“Aku tidak akan menikah dengan siapapun.”

****

“Kenapa?” tanya Jiyong yang tidak tahu harus berkata apalagi setelah mendengar perkataan Dara. Jiyong sama sekali tidak mengerti kenapa Dara bisa berkata seperti itu.

“Aku hanya tidak mengerti apa pentingnya menikah? Ji kita bahagia dengan status kita saat ini jadi untuk apa kita merusaknya dengan sebuah pernikahan?”

Rahang Jiyong mengeras setelah mendengar apa yang Dara katakan barusan. Dia hanya berharap bahwa apa yang dikatakan Dara hanyalah sebuah lelucon saja sehingga Jiyong hanya menatap Dara dan menunggu kekasihnya untuk tertawa dan mengatakan bahwa yang dia katakan tadi hanya lelucon namun melihat dari ekspresi yang diberikan oleh kekasihnya itu membuat Jiyong merasa sangat tidak nyaman.

Akan lebih baik jika Dara menolak dengan alasan bahwa dia masih belum siap. Tapi dia bilang bahwa dia tidak akan menikah dengannya membuat Jiyong bingung dan sedikit marah. Baru beberapa menit yang lalu Dara memohon kepada Jiyong untuk tidak meninggalkannya dan sekarang gadis itu bilang dia tidak ingin menikah dengan Jiyong. Hal ini benar-benar membuat Jiyong tidak mengerti dengan jalan pikiran Dara.

“Aku pikir kau mencintaiku.” Ujar Jiyong dengan suara pelan.

“Aku mencintaimu Ji. sangat!” Aku Dara sambil mengangguk cepat. “Tapi sebuah hubungan tidak harus berakhir dengan sebuah pernikahan, kan? Aku akan selalu mencintaimu sampai kapanpun.” Dara berkata dengan suara tegas.

“Dara menikah adalah bukti dari komitmenku kepadamu.”

“Jiyong, berkomitmen tidak berarti kita harus menikah. Sudah aku katakan bahwa aku bahagia dengan kita sekarang. Kita hanya perlu tetap seperti ini dan tidak pernah putus.”

“Kau ingin kita berpacaran selamanya?” tanya Jiyong dengan kening yang semakin berkerut yang Dara balas dengan anggukan lagi.

“Aku ingin kita seperti ini selamanya.” Ujar Dara dengan tatapan penuh harap.

Mereka saling tatap dengan keheningan yang canggung selama beberapa saat sebelum Jiyong mengambil gelas anggur lalu langsung meneguk semuanya sebelum dia kembali menatap Dara.

“Sudah malam, ayo kita pulang.” ujar Jiyong sambil mengambil dompet lalu menyimpan beberapa lembar uang di atas meja. Jiyong sudah berdiri ketika Dara memakai tasnya lalu Jiyong langsung berjalan tanpa menunggu Dara. Wanita itu langsung berdiri kemudian mengikuti Jiyong yang kini sudah berjalan mendahuluinya.

Mereka kembali ke Seoul dengan keheningan yang menyelimuti mereka selama perjalanan. Dara merasakan suasana yang sangat tidak nyaman di dalam mobil Jiyong. Dia bahkan takut untuk melirik kepada kekasihnya yang saat ini hanya menyetir dengan raut wajah yang sama sekali tidak bisa Dara baca. Dara tidak banyak bicara karena dia tahu pasti Jiyong masih sangat terkejut dengan pembicaraan mereka barusan tapi Dara yakin setelah beberapa saat Jiyong pasti akan mengerti dan setuju dengan cara yang diinginkan oleh Dara. Dara menutup matanya sehingga tanpa dia sadari dia perlahan tertidur.

Dara menggeliat ketika dia merasakan bahunya disentuh dan beberapa saat kemudian dia mendengar suara Jiyong memanggil namanya. Dengan perlahan dia mulai membuka matanya lalu tersenyum ketika melihat Jiyong kini dengan air muka yang lebih tenang dari sebelumnya.

“Kita sudah sampai.” Ujar Jiyong setelah Dara membuka matanya. Dara mengangguk sambil mengucek matanya yang masih mengantuk lalu dia mengedarkan pandangannya ke luar jendela dan sadar bahwa dia sekarang berada di depan rumah neneknya. Dara pikir mereka berdua seharusnya pulang ke apartemen Jiyong. Dara menengok ke arah Jiyong untuk meminta penjelasan namun kekasihnya itu sedang membuka pintu lalu keluar dari mobil dan segera berjalan ke arah bagasi untuk menurunkan tas travel milik Dara. Dara menghela napas kesal lalu memakai tas dan membuka pintu mobil kemudian keluar mengikuti Jiyong yang baru saja menutup pintu bagasi lalu berjalan menghampiri Dara.

“Aku pikir kau akan membawaku ke apartemenmu.” Kata Dara dengan sedikit merenggut sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

“Nenekmu pasti akan khawatir jika kau tidak langsung pulang ke rumah.” Ujar Jiyong sambil menaruh tas travel milik Dara di dekat kakinya. Dara mengangkat tangannya lalu melihat arloji di tangannya yang telah menunjukan pukul sebelas malam.

“Halmeoni sudah tidur jam segini, dia pasti tidak akan sadar bahwa aku belum pulang. Aku hanya perlu kembali sebelum dia bangun.” Ujar Dara lagi sambil menatap Jiyong.

“Tidak, aku tidak ingin membohongi nenekmu.” Tolak Jiyong yang membuat Dara merasa sangat kecewa karena Jiyong menolaknya. Tidakkah dia ingat bahwa tadi pagi dia sendiri yang bilang bahwa mereka akan menebus apa yang tidak bisa mereka lakukan di rumah Donghae? Dara hanya ingin menebusnya karena telah menahan Jiyong yang sangat membutuhkan tadi pagi. Dan sekarang pria itu menolaknya? Apakah ini semacam balas dendam? Atau apakah Jiyong benar-benar marah karena apa yang mereka bicarakn di restoran? “Masuklah! Ini sudah malam.” perintah Jiyong yang memotong pikiran Dara.

“Kau tidak mau masuk untuk menyapa halmeoni?” tanya Dara sambil menunjuk rumahnya dengan dagu, berharap Jiyong akan berkata iya namun dia kembali kecewa ketika melihat pria itu menggelengkan kepalanya yang sama sekali tidak membuat Dara merasa lebih baik

“Nenekmu sudah tidur, aku tidak enak jika harus membangunkannya hanya untuk menyapa.” Ujar Jiyong lagi yang kembali membuat Dara merenggut namun dia tidak mengatakan apapun karena pasti Jiyong bersikap seperti ini karena apa yang mereka bicarakan di restoran. Dara menahan kekecewaannya dan mengerti bahwa Jiyong pasti membutuhkan waktu untuk menerima semua itu.

“Baiklah, kalau begitu hati-hati di jalan.” Ujar Dara gini dengan suara bergumam, sama sekali tidak menyembunyikan kekecewaannya. Jiyong mengusap lembut kepala Dara lalu memberikan kecupan yang sedikit lama di kening Dara membuat wanita itu merasa lebih baik dan akhirnya bisa kembali tersenyum.

Setelah memberikan kecupan singkat di bibir Dara Jiyong mulai berjalan lalu masuk ke dalam mobil kemudian menghidupkan mesin mobil dan langsung melajukan mobilnya. Dara masuk ke dalam rumahnya setelah mobil Jiyong melaju beberapa meter. Dara melangkah pelan sambil bertanya-tanya apakah dia sudah membuat keputusan yang benar dengan menolak menikah dengan Jiyong?

*****

Hari berlalu sejak Dara menolak untuk menikah dengan Jiyong dan hubungan mereka berjalan seperti biasa ketika mereka kembali bertemu di kantor keesokan harinya. Mereka bersikap seolah pembicaraan itu tidak pernah terjadi. Walaupun sebenarnya Jiyong masih merasa terganggu dengan pemikiran Dara tentang pernikahan tapi dia tidak mengungkitnya lagi karena dia ingin menghindari bertengkar dengan Dara karena hal itu, Jiyong memutuskan untuk membicarakan hal ini lagi nanti ketika Dara sudah benar-benar siap.

Dilain sisi Dara tidak mengungkitnya karena dia merasa tidak nyaman membicarakan tentang pernikahan yang menurutnya hanya sebuah gerbang menuju ketidak-bahagiaan. Dia berpikir seperti itu karena dia pernah menyaksikannya. Orang tuanya menikah kemudian bercerai dan meninggalkannya. Dara tidak akan pernah mau mengalami hal yang sama dengan kedua orangtuanya. Dia tidak akan pernah mau bercerai dan berpisah dengan Jiyong.

Walaupun hubungan mereka baik-baik saja tapi lebih dari satu minggu ini Dara tidak banyak menghabiskan waktu dengan Jiyong karena kekasihnya itu tiba-tiba saja menjadi sangat sibuk. Mereka bertemu hanya pada saat mereka sarapan di mobil Dara sebelum jam kerja dimulai dan pada saat makan siang itupun karena Dara mengancam bahwa dia tidak akan makan siang jika Jiyong tidak mau makan dengannya. Bahkan Jiyong tidak pernah lagi mengantar Dara pulang karena dia harus lembur sehingga Jiyong selalu menyuruh Dara pulang terlebih dahulu sehingga Dara bisa beristirahat dan bukannya menunggu Jiyong.

Dara berpikir bahwa Jiyong sibuk karena dia sedang menangani proyek baru, Dara ingin membantu tapi dia juga mempunyai proyek yang baru selesai hari ini. Dara sama sekali tidak tahu bahwa kekasihnya itu bekerja dengan sangat keras karena Jiyong harus menyelesaikan semua proyek yang dia pegang sebelum akhir bulan ini karena bulan depan Jiyong sudah resmi mengundurkan diri.

Dara sedang mendiskusikan sesuatu dengan asistennya saat dia mendengar suara telpon berdering, dia mengangkatnya setelah beberapa deringan dan langsung mendengar suara sekretaris atasannya yang menyuruh Dara untuk menemui atasannya karena ada hal penting yang harus dibicarakan. Dara menutup telpon dan langsung menyuruh asistennya yang masih berdiri di samping meja untuk melanjutkan pekerjaannya dan tanpa menunggu jawaban dari asistennya Dara langsung berdiri kemudian meninggalkan ruangannya untuk pergi menuju ruangan atasannya di lantai atas.

Setelah Dara tiba, salah satu sekretaris langsung menyuruh Dara masuk karena bosnya sedang menunggu. Dara langsung mengetuk pintu lalu membuka pintu kemudian menutupnya lagi dan berdiri di depan pintu.

“Anda memanggil saya, bos.” Ujar Dara sambil membungkukkan badannya 45 derajat.

“Oh Nona Park, silahkan duduk.” Ujar bosnya yang sedang membaca sebuah dokumen di kursinya. Dara mengangguk lalu berjalan dan duduk di sofa, menunggu bosnya yang kini sudah menyimpan kembali dokumen dan berjalan menuju dimana dia duduk.

“Aku punya kabar baik untukmu.” Kata bos Dara sebelum dia duduk di sofa tunggal.

“Oh ya? Apa itu bos?” tanya Dara sambil tersenyum. Dia hanya berharap kabar baik yang bosnya maksud tidaklah berkaitan dengan proyek baru yang harus dia tangani, karena sejak dia dan Jiyong berhasil melakukan kerja sama dengan perusahaan Donghae, bosnya terus memberikan proyek sulit kepadanya karena yakin bahwa Dara akan menyelesaikannya dengan baik. Dara bukannya tidak senang karena bosnya memberikan kepercayaan kepadanya, hanya saja Dara berharap dia bisa sedikit beristirahat mengingat dia baru saja menyelesaikan proyek lain yang dia tangani. Dara melihat bosnya itu tersenyum cerah sebelum berbicara.

“Jiyong pasti sudah memberitahumu bahwa dia mengundurkan diri dan kau yang akan menggantikan posisinya mulai awal bulan depan.” Ujar bosnya sambil tersenyum senang namun senyuman di wajah Dara perlahan memudar setelah apa yang dia dengar dari bosnya. Jiyong mengundurkan diri? Kenapa Dara baru tahu tentang hal ini?

“Karena kau sudah menyelesaikan semua proyek yang kau pegang, kau bisa mulai mempersiapkan diri untuk mengambil alih pekerjaan Jiyong dari mulai sekarang, bantu dia menyelesaikan proyek yang masih dia pegang dan diskusikan proyek mana yang bisa mulai kau kerjakan.” Kata bosnya lagi yang membuyarkan lamunan Dara. Jadi ini adalah alasan kenapa Jiyong sangat sibuk selama dua minggu ini? Kenapa Jiyong sama sekali tidak mengatakan apapun? Kenapa Jiyong mengundurkan diri?

“Wah Nona Park, kau sangat beruntung karena menjadi kekasihnya. Dia rela mengundurkan diri dari posisinya padahal dia rencananya akan diangkat untuk menggantikan posisiku tapi dia rela melepaskannya supaya kau bisa terus bekerja di sini.” Kata bosnya lagi seolah dia tahu bahwa Dara sedang mempertanyakan tentang hal itu dan Dara seketika langsung terkejut ketika dia menyadari sesuatu.

“Apakah anda tahu bahwa aku dan Jiyong berkencan?” tanya Dara dengan sedikit terbata-bata dan matanya kini terbuka sedikit lebar karena terkejut.

“Apa Jiyong tidak memberitahumu? Kalian tertangkap oleh kamera CCTV saat berpelukan di pantry dan sesuai dengan peraturan kantor salah satu dari kalian harus mengundurkan diri atau dimutasi ke cabang lain, Jiyong memutuskan mengundurkan diri langsung setelah aku berbicara dengannya. Kau tidak tahu?” tanya bosnya yang Dara balas dengan menggelengkan kepalanya. “Aneh, aku pikir dia sudah memberitahumu karena sudah beberapa minggu berlalu.” Ujar bosnya sambil memegang dagunya dan menggelengkan kepala dengan sedikit bingung yang membuat Dara semakin terkejut karena ternyata hal ini sudah lama terjadi tapi kenapa Jiyong tidak mengatakan apapun kepadanya? hal ini membuat Dara menjadi kesal karena dia merasa telah dikhianati. Jiyong mengambil keputusan sendiri tanpa berdiskusi dengannya. Dara merasa bahwa Jiyong tidak menganggap pendapat Dara penting padahal dia adalah bagian dari masalah ini.

“Apakah surat pengunduran diri Jiyong sudah diproses?” tanya Dara setelah beberapa saat.

“Tentu saja karena dia sudah menyerahkannya sejak lama. Akhir bulan ini Jiyong resmi keluar dan kau akan bekerja di ruangan Jiyong mulai bulan depan.”

“Apakah pengunduran diri Jiyong bisa dibatalkan? Aku akan berbicara dengannya.” Ujar Dara yang membuat bosnya terkejut.

“Apa maksudmu?”

“Jiyong tidak boleh mengundurkan diri karena hal ini. Anda bilang bahwa salah satu dari kami bisa dimutasi ke cabang negara lain, jika aku memilih dimutasi apakah promosi Jiyong masih berlaku?” tanya Dara yang membuat bosnya tersenyum senang kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sambil menatap Dara dengan kedua tangan yang ditaruh di lengan sofa.

“Tentu saja, lagipula itu ide yang lebih baik jadi kami tidak perlu kehilangan karyawan terbaik kami.” ujar bosnya lagi. “Apa kau mau membujuk Jiyong?” tanya bosnya yang Dara balas dengan anggukan.

“Aku akan mencobanya.”

“Tapi apakah kau tidak keberatan jika harus dimutasi?”

“Itu lebih baik daripada Jiyong mengorbankan karirnya untukku.”

****

Jiyong Pov

Aku sedang mengerjakan beberapa dokumen di bantu oleh asistenku saat aku mendengar ponselku berdering, saat aku melirik ke arah ponselku aku bisa melihat nama Dara yang berkedip-kedip di layar ponselku. Aku mengambil ponselku lalu langsung mengangkat telpon Dara karena dia pasti akan marah jika aku tidak langsung mengangkat telponnya dan lagipula aku merindukan suaranya karena setelah sarapan tadi aku belum lagi melihatnya, ketika makan siang dia tidak menemuiku karena dia makan siang bersama dengan Bom noona.

“Babe,” kataku langsung setelah menyelipkan ponsel diantara telinga dan bahu supaya aku masih bisa membaca dokumen sambil berbicara dengannya.

“Aku berada di tempatmu Ji, bisakah kau pulang? aku ingin berbicara.” Katanya langsung dengan suara pelan.

“Jagiya pekerjaanku masih banyak, aku sepertinya tidak bisa segera pulang.”

“Kalau begitu aku akan menunggu sampai kau kembali.”

“Kau istirahat saja, jangan menungguku. Kita bisa bicara besok pagi.” Kataku lagi masih sambil membaca dokumen yang aku pegang.

“Aku menunggu.” Kata Dara lagi lalu langsung menutup telponnya. Aku langsung mengambil ponsel lalu mengerutkan dahiku, bertanya-tanya apakah aku telah membuat kesalahan karena Dara sepertinya sedang marah.

Aku langsung menutup dokumen yang aku pegang lalu menaruhnya di meja kemudian menyuruh asistenku pulang. Aku mengambil tas kerjaku lalu langsung meninggalkan ruangan, aku memutuskan untuk pulang karena aku tidak ingin membuat kekasihku menunggu terlalu lama, dia pasti kelelahan bekerja jadi aku ingin dia bisa beristirahat bukannya menungguku.

Setibanya di apartemen aku langsung masuk dan mengganti sepatu dengan sandal rumah, aku tidak melihat Dara di ruang tengah jadi aku memanggil namanya.

“Babe?” aku memanggil namanya sambil berjalan dan menaruh mantel dan tas di atas sofa. Aku mencarinya ke dapur tapi dia tidak ada di sana. “Babe.” Panggilku lagi kini sambil berjalan menuju kamar lalu aku membuka pintunya untuk mencari Dara tapi dia juga tidak berada di sana. Aku pikir Dara pulang namun aku melihat sepatunya di dekat pintu. Aku kembali mencarinya dan kini berjalan ke arah balkon.

Aku menggeserkan tirai yang menutup pintu kaca balkon dan setelah membukanya aku melihat Dara yang sedang berdiri sambil bersandar pada pagar pembatas. Dia sedang memunggungiku karena sepertinya sedang menikmati pemandangan lampu kota dan juga sungai Han. Aku tersenyum simpul sebelum menggeser pintu kaca itu. Dara tidak bergerak ketika aku melangkah keluar dan aku meliha sebuah earphone yang tersambung dengan telinganya. Inilah kenapa dia tidak menjawab ketika aku memanggilnya. Dia ternyata sedang mendengarkan lagu.

Aku mulai berjalan ke arahnya dan ketika sudah dekat aku langsung mengangkat tanganku lalu menyelipkannya di antara tangan dan pinggangnya lalu memeluknya dari belakang. Dara sedikit tersentak ketika aku melakukannya namun beberapa detik kemudian tubuhnya langsung rileks karena dia tahu bahwa ini aku. Aku membenamkan wajahku di lekuk lehernya kemudian mencium aroma familiar tubuhnya.

“Aku merindukanmu.” Kataku sebelum memberikan kecupan di lehernya lalu mengeratkan dekapanku. Aku merasakan Dara memegang tanganku yang ada di perutnya lalu kami diam selama beberapa saat. “Lagu apa yang sedang kau dengarkan?” tanyaku sambil melepaskan salah satu earphone dari telinganya kemudian memakainya di telingaku sehingga kami bisa mendengarkan lagu secara bersamaan. Aku mengerutkan keningku ketika mendengar musik yang sedang berputar dari ponselnya. Dara biasanya mendengarkan lagu ini ketika dia sedang kesal. Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun dan saat sedang kesal dan marah biasanya Dara mendengarkan lagu ini berulang kali untuk menenangkan dirinya. Aku melepaskan earphone itu lagi kemudian memegang bahunya lalu memutar tubuhnya sehingga dia kini melihatku.

“Apakah ada masalah babe?”

“Apakah ada masalah?” dia bertanya balik dengan suara sedikit sarkas yang membuatku langsung mengerutkan kening. Apa aku membuat kesalahan?

“Babe apa kau marah kepadaku?” tanyaku. “Apakah ini alasan kenapa kau menungguku malam ini?”

“Menurutmu apakah aku marah kepadamu?” katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada.

“Well dari sikapmu sekarang aku bisa lihat kau sedikit kesal. Apa salahku?”

“Seriously? Kau bertanya kenapa aku marah? kau bahkan tidak tahu apa kesalahanmu?” tanyanya dengan wajah kesal dan aku hanya menggelengkan kepala karena aku tidak merasa berbuat salah. kami baik-baik saja pagi tadi.

“Aku tidak tahu.” kataku dengan jujur. “Kita baik-baik saja tadi pagi dan tidak bertemu lagi sampai saat ini. Jadi beritahu saja apa salahku karena aku benar-benar tidak tahu.”

“Kau benar-benar tidak tahu apa kesalahanmu? Kau benar-benar tidak merasa berbuat salah padaku?” tanyanya lagi yang kini aku balas dengan gelengan kepala. dia hanya berdecak kemudian berjalan melewatiku. “Aku minta maaf jika aku tanpa sadar membuatmu kesal.” Kataku supaya hal ini berakhir. Aku sedang tidak berada dalam kondisi yang ingin bertengkar dengannya.

“Untuk apa kau minta maaf jika kau sendiri tidak tahu kesalahanmu.” Katanya tanpa melihatku sama sekali. Aku sedikit mengerang setelah melihatnya kembali masuk ke dalam. Aku mengikutinya dan kini melihat dia sedang mengambil mantelnya. Dia berniat pergi begitu saja?

“Dara, ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba kesal seperti ini?” tanyaku yang kini mulai merasa kesal. Aku masih lelah dan dia tiba-tiba marah seperti ini. “Kau bilang kau ingin bicara.” kataku yang kini berdiri di sampingnya. Dia berhenti kemudian menatapku.

“Aku rasa aku tidak bisa bicara sekarang.”

“Kau menyuruhku pulang hanya untuk ini? Aku sedang benar-benar sibuk tapi aku langsung pulang karena kau yang memintanya tapi sekarang kau akan pergi begitu saja?” kataku kini dengan suara yang sedikit tinggi. “Katakan saja apa masalahnya sehingga kita bisa menyelesaikannya, jangan merajuk dan bersikap kekanakan seperti ini.” kataku lagi yang membuat Dara sedikit tersentak dan menatapku dengan tidak percaya dan saat itulah aku sadar bahwa aku telah membentaknya. Dara mengeluarkan desahan berat sebelum kembali melanjutkan memakai mantelnya tanpa mengatakan apapun. Aku merutuki diriku sendiri karena membentaknya. Dara mengambil tasnya dan hendak akan berjalan keluar tapi aku langsung menahan lengannya.

“Babe, aku mohon maaf dengan sikapku barusan, aku tidak bermaksud membentakmu. Aku hanya lelah dan kau tiba-tiba marah tanpa alasan dan hal itu membuatku sedikit kesal. Maafkan aku.” kataku kini dengan suara lembut namun Dara masih tidak mengatakan apapun. “Maafkan aku.” kataku lagi kini sambil menariknya lalu memeluk tubuhnya, kemudian mencium puncak kepalanya namun Dara masih belum bereaksi. Dara hanya diam saja sambil menundukkan kepalanya. Aku pasti telah benar-benar membuatnya sedih.

Aku menggendong tubuhnya dengan bridal style yang membuatnya secara otomatis langsung melingkarkan tangannya di leherku kemudian aku membawanya menuju ruang tengah. Aku duduk di sofa dan membuat Dara duduk di pangkuanku dengan posisinya menyamping. Dara membenamkan wajahnya di leherku dan aku hanya mengusap rambutnya dengan sangat lembut dan berharap hal ini bisa menenankannya. Selama beberapa saat kami berdua diam dengan posisi ini.

“Kau bilang ingin mengatakan sesuatu, jangan ditunda aku ingin apapun masalahnya malam ini kita harus menyelesaikannya.” Kataku sambil terus mengusap rambutnya. Selama beberapa saat Dara hanya diam namun akhirnya dia bergumam.

“Kau tidak jujur kepadaku, aku menunggumu berbicara jujur tapi kau tidak tahu apa yang membuatku marah.” katanya dengan suara pelan, dia masih belum menatapku.

“Babe, aku benar- benar tidak tahu kenapa kau marah, dan tidak tahu hal apa yang kau maksud?”

“Kau tidak memberitahuku bahwa Depyo-nim sudah tahu hubungan kita.” katanya lagi yang langsung membuatku terkejut. Darimana Dara tahu tentang hal itu? aku kini hanya diam karena tidak tahu apa yang harus aku katakan. “Kau tidak memberitahuku bahwa kau memutuskan untuk mengundurkan diri karena hal itu. Aku pikir kita adalah tim tapi kau mengambil keputusan sendiri tanpa bertanya dulu kepadaku. apakah pendapatku tidak penting bagimu Ji?” tanyanya dengan suara pelan.

“Jangan merasa seperti itu.” Aku menggelengkan kepalaku lalu membuatnya menatap mataku. “Dara kau yang paling penting bagiku itulah sebabnya aku mengambil keputusan itu. Aku tidak memberitahumu karena aku tidak ingin membuatmu khawatir. Aku ingin menyelesaikan masalah ini dengan caraku dan tidak ingin membebanimu.”

“Tapi Ji kau merugikan diri sendiri. Aku dengar kau akan dipromosikan-..”

“Aku tidak peduli dengan hal itu selama aku masih memilikimu.”

“Tapi aku peduli Ji, aku akan selamanya dilanda rasa bersalah karena membuatmu menyerah pada mimpimu hanya untuk melindungiku.” Ujarnya dengan tatapan khawatir. “Aku sudah bisa bicara dengan Bos dan dia setuju untuk membatalkan surat pengunduran dirimu dan sebagai gantinya aku bersedia dimutasi ke negara lain.”

“Jangan lakukan itu.” kataku sambil menggeleng.

“Tapi Ji..”

“Tidak Dara, aku tidak apa-apa.” kataku untuk meyakinkannya. “Aku sudah bicara dengan kakakku dan akan mulai bekerja di perusahaan ayahku.” Kataku sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga lalu tersenyum kepadanya yang masih menatapku dengan ekspresi khawatir. “Alasan kenapa aku bekerja di sana adalah karena dirimu.” Kataku lagi yang membuatnya sedikit membulatkan mata. “Aku ingin selalu dekat denganmu makanya aku memilih bekerja di sana daripada di perusahaan ayahku. Sekarang jika aku tetap bekerja di sana tapi kau tidak lagi di sana aku akan merasa usahaku selama ini sia-sia.” Kataku lagi.

“Jinjja?” tanyanya dengan suara tidak yakin yang aku balas dengan anggukan. “Kau tidak mengatakan hal ini hanya untuk membuatku merasa lebih baik, kan?” tanyanya lagi.

“Tidak. Aku serius dengan ucapanku.” Kataku sebelum memberikannya kecupan singkat di bibir. “Sekarang jangan merajuk lagi dan cepat tersenyum, aku merindukan senyumanmu.” Kataku yang membuatnya menyunggingkan senyuman manisnya. Aku ikut tersenyum sebelum mencondongkan wajahku lalu memberikannya sebuah senyuman dalam yang dia balas dengan senang hati. “Masalah kita selesai?” tanyaku setelah melepaskan ciuman di bibirnya. Dia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sebelum kembali melingkarkan tangannya di leherku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku namun sebelum bibir kamu bersentuhan Dara tiba-tiba berhenti lalu memundurkan lagi kepalanya.

“Wae?” kataku ketika dia menatapku tajam.

“Kau membentakku tadi.” katanya yang langsung membuatku mengerang.

“Aku sudah minta maaf.” Kataku dengan wajah memohon tapi dia menggelengkan kepalanya.

“Aku tidak akan membiarkan hal ini.” katanya sambil berdiri dari pangkuanku.

“Babe apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu memaafkanku?” tanyaku yang juga berdiri kemudian mengikutinya yang kini sedang berjalan menuju kamar.

“Tidak ada. Kau hanya tidak diizinkan untuk menyentuhku untuk waktu yang tidak ditentukan.” Katanya sambil berbalik lalu menyilangkan tangannya di depan dada.

“Kau serius?”

“Memangnya kapan aku pernah bercanda?”

“Tapi itu tidak adil. Hukuman itu terlalu berat. Mana mungkin aku tidak menyentuhmu.” kataku dengan merengek.

“Mulai sekarang berpikir dulu sebelum membentakku, okay?” katanya sambil mengedikkan bahu yang kembali membuatku mengerang sambil menjambak rambutku.

TBC

One thought on “Gonna Get Better [Chap. 24]

Leave a comment