Bad Boy For Bad Girl [Chap. 2]

BFB Cover

Script Writer by : ElsaJung

Tittle : Bad Boy For Bad Girl

Duration : Series/Chaptered

Rating : Teen (T)

Genre : AU, Comedy, Romance, a bit Sad

Bab 2

“Just Do It!”

 

Pagi yang sangat membosankan. Tidak biasanya Jiyong berangkat sekolah sepagi ini. Ya, siapa lagi yang memintanya melakukan hal aneh di luar nalar manusia normal jika bukan ibunya? Jiyong sangat ingin bertanya, apakah ibunya dulu pernah mengalami kecelakaan fatal di kepala sehingga sering melakukan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakkan dan tidak wajar? Tentu hal seperti ini berulang kali terjadi. Tapi, Jiyong akan lebih malas lagi saat ibunya marah besar. Itu akan menjadi akhir dari dunia. Nyonya Kwon mampu mengatakan berjuta kalimat ketika sedang marah. Dan, siapa pun pasti tidak akan senang ketika diharuskan mendengar ocehan tidak jelas.

Jiyong menghentikan laju kendaraannya di depan sebuah rumah berkuran kecil yang rindang dan sederhana. Jiyong yakin, alamat yang ditujunya tidak salah karena meskipun bodoh, ia masih sanggup membaca dengan jelas. Selama beberapa menit Jiyong menunggu, akhirnya ia menemukan seorang gadis yang tengah berdiri di balik pohon-membelakangi-nya. Jiyong menatap sinis ke arah gadis itu. Seorang gadis memakai seragam sekolah sepertinya dan mengenakan sneaker sebagai alas kaki? Sepertinya gadis itu perlu sedikit pengetahuan tentang seluk-beluk sekolah Asia Pasific International.

“Masuklah ke dalam mobil.” Ujar Jiyong dengan nada dingin sembari menyilangkan tangan.

Gadis itu berbalik. Air mukanya berubah seketika, begitu pula dengan Jiyong.

“KAU?!” Seru mereka berdua serempak.

Mereka saling melakukan kontak mata sejenak.

“Hei, apa yang kau lakukan di sini?” bentak Jiyong tepat di wajah Dara.

“Hei, apa yang kau lakukan di rumahku?” Ujar Dara balik bersungut-sungut.

Jiyong mengacak rambutnya frustasi. “Dunia sangat luas, kenapa aku harus bertemu denganmu?”

“Kau kira aku senang, huh? Dasar gila!”

“Berkacalah, kau yang gila!”

“Gila teriak gila!” Jiyong ikut bersungut-sungut.

Dara menyibakkan rambutnya dengan posisi kepala menengok ke samping, enggan menatap mata Jiyong. “Inilah kenapa aku berkata dunia sangat kejam. Kau harus tahu, tidak perlu memberikan obat suntikan untuk penjahat ketika mereka dihukum mati. Cukup bertemu denganmu, mereka bisa mati.”

Urat leher Jiyong hampir putus hanya karena berdebat dengan Dara. Wah, gadis ini benar-benar gila, pikirnya. Sebelumnya, Jiyong sudah membayangkan hidup tenangnya tanpa angan-angan Dara karena ia berusaha cukup keras untuk menghilangan memorinya tentang Dara selama seminggu. Tapi, usahanya sia-sia karena setelah seminggu berlalu, ia kembali bertemu dengan si gadis pembawa onar. Takdir buruk mengintainya. Ini sangat mengerikan.

Wajah Dara merah padam. Ia berniat untuk memulai hidup baru yang mungkin akan berjalan sedikit lebih baik dari sebelumnya. Ia ingin mengubah pikirannya tentang hidupnya yang dirasanya sama sekali tidak adil. Tetapi, niatnya yang baru berlangsung setengah jam itu tiba-tiba hancur setelah bertemu kembali dengan laki-laki brengsek yang masuk dalam daftar black list-nya. Mungkin, Dara akan menambah pemikirannya tentang hidupnya. Tidak adil dan menyebalkan.

Dengan cepat, Jiyong mendorong Dara masuk, memaksanya duduk di dekat jok pengemudi. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah memastikan Dara sudah masuk ke dalam mobil. Masalah apa yang akan terjadi atau dilakukan Jiyong kepada Dara, itu urusan belakangan. Entah Jiyong akan membuang Dara di tepi jalan, meninggalkannya di hutan atau melemparkannya ke jurang, Jiyong akan memilih salah satu yang memiliki potensi paling buruk bagi Dara.

You hurting me!” Pekik Dara sembari mengusap lengannya yang memerah.

Jiyong menoyor kepala Dara dengan kasar. “Jangan menyuruhku melakukan hal yang tak kuingin!”

“Astaga, alien dari planet mana kau, bastard?” Gadis itu mendongakkan kepalanya, angkuh. Dia menarik bibir bagian sampingnya ke atas dengan mata melotot. “Inikah Kwon Jiyong si laki-laki kaya itu? Orang yang membuat cake-ku terbuang sia sia. Orang yang memperlakukan orang lain seenaknya. Orang yang mengagungkan kekuasaan. Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu, bodoh. Cih, tak ada satu poin pun kebaikan dari dirimu.” Cibir Dara memajukan bibir mungilnya.

“Lalu, monster dari alam mana kau, badass?” timpal Jiyong bersiap membalas kritikan pedas Dara. Ia melirik ke arah samping sesekali di sela-sela mengemudi. “Aku tidak mengerti apa yang kau ingin-kan dariku. Bisakah kau tidak menggodaku dengan cara murahan? Kau bertengkar denganku agar aku memerhatikanmu, ‘kan? Ah, satu lagi, bibirmu itu tidak seksi.” Tukas Jiyong balik mencibir.

“Menggoda?” Sebuah senyum tak percaya tampak begitu jelas di bibir Dara.

“Aku memiliki julukan lain untukmu. Kau adalah gadis penggoda.”

YAK!” Jerit Dara mengepalkan tangannya geram bersiap menonjok Jiyong.

Alis Jiyong terangkat sebelah. “Kau lebih cerewet daripada nenek-nenek.”

Damn it! You’re so annoying, boy! Fuck you!” Dara meninju lengan Jiyong sekeras mungkin.

“Kalau kau laki-laki, pasti aku sudah meninjumu lebih dulu, gila!”

Muncul dari neraka bagian mana gadis ini? Jiyong sama sekali tidak menyangka ada seorang gadis yang secara lancar dan lantang mengatakan kalimat kasar di hadapan orang lain tanpa rasa malu. Dara memang gadis terburuk di dunia. Jika Jiyong memiliki waktu luang lebih banyak, dia pasti akan mencantumkan nama Dara dalam rekor dunia sebagai ‘gadis paling kasar’. Hanya ada dua kemungkinan jika Jiyong tidak melakukan hal tersebut. Pertama, dia tidak memiliki waktu luang untuk melakukannya. Kedua, dia menderita serangan jantung dan kemudian meninggal karena terlalu sering berurusan dengan Dara.

Tunggu. Lagi-lagi sebuah pertanyaan muncul secara tiba-tiba. Jika benar, Dara-lah gadis yang selalu diagung-agungkan oleh Nyonya Kwon, Jiyong bertanya-tanya, dari mana ibunya mengenal berandalan ini? Apakah ibunya telah diancam saat tidak sengaja bertemu dengan Dara? Bukan tidak mungkin itu terjadi, dilihat dari penampilan dan raut wajahnya, Dara terlihat seperti seekor harimau yang kelaparan yang belum makan selama sebulan. Mungkin saja karena tidak punya uang Dara sengaja mengancam Nyonya Kwon. Oke, Jiyong sadar ia terlalu banyak berkhayal.

Pandangan Dara tertuju pada sebuah kotak berisikan puluhan permen lolipop. Wajahnya yang semula muram kini berubah menjadi berseri-seri. Ia membulatkan sepasang matanya sembari memasang senyum selebar mungkin. Dari ekspresinya, Dara tampak sangat antusias untuk menikmati semua benda manis tersebut. Karena merasakan adanya keganjilan dari Dara yang berhenti mengoceh, Jiyong melirik Dara sekilas.

“Ibu memintaku membawanya. Dia berkata, kau agresif dan mungkin sedikit hiperaktif.”

Dara mengangkat kedua bahunya, kemudian tersenyum senang. Ia mengambil sebuah lolipop dan mengamatinya sejenak. Warna yang sangat indah. Dara suka itu! Mengejutkan! Layaknya sihir, Dara diam seribu bahasa, duduk manis sembari menikmati lolipop yang kini menjadi miliknya. Dara sangat sensitif jika sedang menghabiskan waktu dengan makanan-makanan manis. Dia bisa menjadi pendiam dan dia juga bisa menjadi lebih agresif ketika orang lain mengganggunya.

Jiyong tergagap, menatap Dara tidak percaya. Gadis ini lebih dari aneh.

***

Seunghyun mengerutkan keningnya. Ia tidak yakin dengan rumor bahwa si pemimpin tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Meski bad boy dan tidak pernah memerhatikan guru ketika berada di dalam kelas, Jiyong bukan tipe pelajar yang absen jika ia tidak sedang sakit atau ada dalam keadaan darurat. Ini berhubungan dengan Nyonya Kwon yang berperan sebagai direktur, jadi Jiyong dipaksa harus masuk sekolah meski Seunghyun tahu sahabat karibnya itu tidak menyukai sekolah.

“Mungkin dia tidak enak badan.” Daesung menyandarkan kepalnya di meja.

“Kami kemarin masih pergi ke club bersama, hyung.” Sergah Seungri, jujur.

“Sakit bisa datang kapan saja, Seungri.” Youngbae berkata malas. “Berpikirlah sedikit.”

Tiba-tiba, Seunghyun teringat sesuatu. “Dia berbicara kepadaku tentang seorang gadis,”

Bom yang duduk di bangku paling belakang merasakan sebuah beton menimpa kepalanya. Jiyong berbicara tentang seorang gadis. Mungkinkah Dara? Bagaimana ini bisa terjadi? Gawat! Seunghyun dan kawan-kawannya akan melumat Dara sampai mereka tahu Dara telah mengancam membunuh Jiyong. Dara memang kuat dan mampu menghabisi berandalan lain yang menganggunya, tapi dia tak akan bisa menang melawan BigBang. Di samping memiliki kekuatan ganda, BigBang juga memiliki kekuasaan. Sangat berbahaya.

Seungri segera menyisihkan ponselnya. “Gadis?”

“Lihatlah, maknae sangat antusias ketika membicarakan seorang gadis.” Cibir Youngbae diam-diam ikut menyimak pembicaraan. Biasanya Youngbae tidak memiliki rasa ingin tahu yang berlebih tentang pembicaraan tak berguna yang dilakukan teman-temannya.

Bibir Seunghyun tertarik ke samping. “Jiyong berkata, gadis itu tak seperti kebanyakan gadis pada umumnya. Dia memiliki kepribadian buruk. Gadis itu berhasil membuat amarah Jiyong meledak-ledak setiap hari hanya karena teringat pada sikapnya yang diluar batas.”

“Firasatku mengatakan bahwa Jiyong hyung sedang bersamanya.” Seungri asal menebak.

“Adakah alasan Jiyong melakukan hal itu?” Seunghyun tampak sinis.

“Kurasa tidak.” Sela Youngbae kembali sibuk dengan buku latihan soal matematikanya.

Hampir segala ucapan Youngbae yang disimpulkan dari logika salah secara keseluruhan. Pertama, dia mendukung kalimat asal Daesung yang menjelaskan secara singkat dan jelas kalau Jiyong sakit. Kedua, dia menolak pendapat Seungri yang mengatakan bahwa Jiyong tengah bersama gadis yang dibicarakan oleh mereka. Kenyataannya, Youngbae salah akan keduanya. Pertama, Jiyong tidak sakit. Kedua, Jiyong sedang bersama gadis itu, Sandara Park.

Sepuluh menit lalu, Jiyong menghentikan laju kendaraan yang dikemudikannya di depan sebuah gedung berukuran super besar. Gedung berwarna krem yang dihiasi tiang penyangga tinggi lengkap dengan ukiran yang indah itu menunggu untuk dimasuki tamu terhormatnya. Tanpa pikir panjang, Jiyong mendorong Dara agar ia bisa mengawasi gadis itu dari belakang, memastikannya tidak kabur.

Selain karena mobil super mewahnya, mungkin Jiyong akan membuat orang asing kembali terkagum-kagum dengan segala perlakuan istimewa setiap orang yang menganggapnya sebagai raja. Bagi seorang Kwon Jiyong, semua harus menunduk saat berpapasan dengannya. Tak perlu bertingkah sok dekat apalagi menyentuhnya, Jiyong menginginkan penghormatan sebab itu merupakan salah satu pengakuan atas kekuasan yang dimilikinya.

Jujur, bagi Dara, ini yang pertama. Berjalan di hadapan para pria yang mengenakan setelan jas hitam, para perempuan yang mengenakan seragam khusus bak nanny-mereka semua menunduk sesaat ketika Dara melintas. Tentu Dara bukanlah geek yang akan balik menunduk sembilan puluh derajat setelah mendapatkan perlakuan seperti itu. Justru Dara berjalan dengan angkuhnya tak menghiraukan umpatan yang diam-diam ditujukan padanya.

Tepat di depan pintu masuk, tampak seorang wanita seusia nenek Dara berdiri menggenggam sebuah pemukul rotan panjang di tangannya. Wanita itu berwajah garang. Sudah diduga. Pantas selama perjalanan Dara memiliki firasat buruk. Ternyata, ia harus berhadapan dengan wanita tua nan garang itu. Dara belum sepenuhnya mengerti, apa yang akan dilakukannya di tempat membosankan tersebut dan apa yang diinginkan wanita tua darinya.

“Kwon Jiyong, makhluk mengerikan apa dia? Apakah kau dan dia satu spesies?” Dara berbisik.

Mata Jiyong mengerling. “Kau terlalu banyak bicara. Apa kita berteman?”

“Dasar bajingan ini!” Gadis itu bersiap melayangkan tinju pada wajah Jiyong.

“Sandara Park! Rapatkan kakimu!” wanita tadi memukul kaki Dara menggunakan pemukul rotan.

Dara terkejut karena ia mendapatkan perlakuan buruk di pertemuan pertamanya dengan wanita itu. Okay, Dara tidak akan membiarkan seluruh orang baru dalam hidupnya memperlakukannya terlalu jauh. Pertama Jiyong dan selanjutnya wanita tua dengan tag nama ‘Master Kwon’ di sisi kiri bajunya.

Tapi, Kwon? Tidak salah lagi. Dia anggota Keluarga Kwon. Nenek Jiyong?

“Buang ekspresi bersungut-sungutmu! Sekarang, aku yang memimpin di sini. Sebagai pembukaan, biarkan aku memperkenalkan diriku.” Tegas ‘Master Kwon’. “Kau boleh memanggilku Nenek Kwon. Aku bertugas mengajari tata krama pada orang bermasalah yang akan menuntut ilmu di Asia Pasific International. Baiklah, aku akan segera memulainya. Jadi, Nona Park, bersikap baik dan menurutlah! Perkenalkan dirimu secara sopan!”

Telinga Dara terasa gatal sekarang. Ia tidak terbiasa mendengar teriakan yang ditujukan padanya.

“Nenek tua, jangan memaksaku, aku tidak suka itu.” Dara menyilangkan tangannya, santai.

Nenek Kwon mengulum senyum. “Jiyong, dia tak jauh berbeda darimu.”

“Aku tidak sudi nenek membeda-bedakanku dengan dia. Jadi, kumohon segera selesaikan.”

Jiyong melangkahkan kakinya untuk mencari tempat istirahat. Ya, ini salah satu permintaan dari Nyonya Kwon dan juga neneknya. Entah apa yang menarik dari Dara, kalau boleh jujur, mereka berdua sangat antusias ketika Dara menerima tawaran sekolah. Bahkan, menurut Jiyong, ia tersisihkan sejak kehadiran Dara dalam kehidupan Keluarga Kwon. Sebenarnya Jiyong tidak peduli dan tidak mau peduli asalkan ibunya tak melakukan hal aneh lainnya.

Hanya menghabiskan waktu di tempat kursus, duduk manis melihat gadis berandalan yang dipaksa memperkenalkan dirinya dengan sopan, berjalan sesuai aturan, berbicara menggunakan pilihan kata halus dan berpakaian seperti gadis seusianya. Itu cukup banyak dan pasti akan sangat sulit karena tak ada satu pun dari hal-hal tersebut yang mampu dilakukan oleh Dara dengan baik. Jiyong ingin menolak keinginan ibunya mentah-mentah, tapi sebuah faktor mencegahnya untuk menolak. Jika Jiyong menolak, ia tidak diperbolehkan keluar dari rumah selama satu bulan.

Dunia semakin kejam dari hari ke hari.

“Aku tidak mahir melakukan kebaikan, anda harus tahu itu.” Dara berdecak kesal setelah Nenek Kwon berulang kali memukul kakinya dengan pemukul rotan. Sekali lagi, Dara bukan orang penyabar. “Pertama, perlu waktu lama bagiku membiasakan mulutku berkata sopan. Kedua, perlu waktu lama bagi kakiku berjalan lemah lembut. Dan ketiga, tidak ada sejarah yang mengatakan aku akan merubah style pakaianku. Anda harus mengingat ketiganya. Baik, aku pulang.”

Jiyong segera beranjak dari duduknya ketika Dara hampir pergi meninggalkan ruangan.

“Jalani saja yang dia inginkan, bodoh! Kau hanya perlu bersikap baik di sini, lalu bersikap biasa setelah kursus berakhir. Kalau kau tidak melakukannya, baik kau dan aku akan mendapat hukuman. Pihak yang paling rugi adalah aku. Jadi, karena aku lebih mementingkan diriku, kembali dan lakukan saja! Dasar gadis gila!” Jiyong mendorong tubuh Dara secara kasar, membuatnya nyaris tersungkur.

Dara berjalan mundur, kemudian menoyor kepala Jiyong. “Aku akan membunuhmu, Kwon.”

“Sandara Park! Kau harus menjaga sikap!” teriak Nenek Kwon lantang.

Mungkin ini yang dinamakan neraka. Melakukan apapun, tetap saja berujung membosankan. Jadi, sekolah orang kaya tidak menerima gadis berandalan? Tapi, apa yang mereka lakukan terhadap pewaris tunggal grup ternama itu? Jiyong sendiri lebih buruk darinya. Di mana-mana, setahu Dara, sekolah tidak terlalu mementingkan penampilan. Siapa saja, bagaimana pun wujudnya, asal dia cerdas, dia bisa sekolah. Lagi pula, Dara ingin memulai hidup baru dan tidak mencari masalah dengan orang lain. Tapi, sangat disayangkan, hati Dara terlalu kecil untuk menyimpan kesabaran.

“Aku tidak akan pernah bisa melakukan ini!” rengek Dara.

Entah sudah berapa kali ia terjatuh saat dipaksa berjalan menggunakan stiletto.

“Perhatikan langkahmu!” Perintah Nenek Kwon membututi Dara dari belakang.

Dara kembali terjatuh. “Oh my God! Sepatu ini sangat menyebalkan! Kenapa benda mengerikan ini terus membuatku terjatuh, huh? Tidak hanya manusia, benda mati juga membenciku?! Sungguh!” umpat Dara melepas stiletto itu, lalu membuangnya. “They are hate me!

“Hei, Dara. Memang benar, benda mati pun kesal padamu.” Cibir Jiyong dari kejauhan.

Shut up! Don’t make me wanna hit you!

Jiyong menunjuk tubuh bagian bawah Dara. “Kau harus lebih tinggi paling tidak 5 cm agar pantas memakai stiletto. Karena kakimu yang pendek, kesan indah dari benda itu hilang. Tidak ada satu pun kelebihan darimu. Mari membuatnya tidak terlalu ketara.” Ia tersenyum mengejek.

Jujur, sedari tadi Jiyong tidak mampu menahan tawanya untuk tidak meledak. Kenapa? Apa yang dilihatnya hari ini berpuluh-puluh kali lipat lebih lucu dari sirkus dan cerita humor komedian. Mau tahu seperti apa rupa Dara ketika memakai stiletto? Ia bak hulk yang memakai alas kaki berupa stiletto. Sama sekali tidak cocok dan tampak aneh. Dengan sikap tubuh dan cara berjalannya, Dara bukan gadis yang pantas berdandan girly layaknya gadis imut seumurannya.

Tidak hanya itu. Bayangkan saja, mulut Dara yang biasa mengucapkan kalimat kasar dan penuh cacian kini dipaksa untuk berbicara dengan nada selembut mungkin. Terdengar ketidak-ikhlasan di sana. Sangat jelas kalau Dara tidak menyukainya. Sungguh, Jiyong sangat terhibur. Baiklah, tak masalah menunggu kursus tersebut berakhir seharian penuh selama seminggu asal ia mendapatkan hiburan yang sama. Lagi pula, Jiyong sedang kekurangan kegiatan minggu ini.

Sekali lagi, Jiyong melihat ke arah Dara yang sedang menghentak-hentakkan kakinya kesal-tidak beda jauh dari anak kecil yang minta dibelikan balon-kepada Nenek Kwon. Seketika, pandangan laki-laki itu segera beralih setelah menyadari Dara menatapnya tajam. Gadis mengerikan itu semakin memanas rupanya. Ya ampun, dia sangat sensitif. Dia seakan berkata, matilah kau!

***

Hari demi hari Dara melakukan kursus. Ini sudah lewat seminggu dan Dara belum berubah sedikit pun. Cara jalannya masih seperti laki-laki. Cara berpakainnya masih seperti berandalan. Cara bicara-nya juga seperti brengsek yang perlu dibungkam. Dalam kehidupan sehari-harinya, Dara memang belum berubah. Tapi, di hadapan Nenek Kwon, Dara berakting melakukan segalanya sebaik mungkin. Dapat dipungkiri, Dara tidak baik dalam masalah akting. Hanya saja, bagi Dara, membodohi nenek-nenek yang tidak sepintar dirinya adalah hal yang mudah sekaligus menyenangkan.

Maka dari itu, kursus berakhir tepat seminggu setelah Dara memulainya. Sekarang hari senin yang kedua di bulan April. Tiada hari yang dilakukan Dara tanpa kehadiran Jiyong di hidupnya. Laki-laki itu membututi Dara kemana pun ia pergi. Katanya, ia diwajibkan melakukan hal yang sama sekali tidak berguna tersebut kalau ia tidak mau mendapatkan hukuman. Ini lebih menyebalkan dari yang Dara bayangkan. Seharian bersama laki-laki bodoh bernama Kwon Jiyong selama seminggu benar-benar membuat otaknya berputar 180o.

“Kenapa aku harus bersamamu setiap hari?” tanya Dara sibuk dengan ice cream-nya.

Jiyong menarik bibirnya ke samping. Setidaknya ia bisa menenangkan tingkah Dara yang agresif dan hiperaktif selama beberapa menit. “Bukan hakku mengatakannya padamu. Direktur-lah yang akan menyampaikan alasannya. Kenapa kau tidak diam dan menikmati makananmu?” Ujar laki-laki yang kini fokus pada jalanan karena ia sedang mengemudi.

“Kau cari mati sejak awal!” Pekik Dara. Nadanya semakin meninggi.

“Kau menabrakku. Kau yang mempersilahkanku melihat wajahmu. Kau lupa? Kau tersungkur dan aku masih ingat betapa mengerikannya wajahmu. Karena aku merasa jarak kita hanya beberapa senti, aku berpikir, kenapa aku tidak melanjutkannya? Kemudian, kau mendorongku. Kau harus ingat, aku tidak suka ketika seseorang menyentuhku, gadis penggoda.”

Dara berdecak. Kekesalannya semakin meningkat. “Aku tidak bertanya seperti apa kita bertemu!”

“Lihat! Aku memiliki banyak permen di sana!” Jiyong menunjuk kotak berisikan permen.

Look at that yummy candies!

Dara langsung bertingkah seperti orang bodoh.

“Betapa bodohnya dia.” Gumam Jiyong menggelengkan kepala tanda tak percaya.

Dara akan memulai hari pertama sekolahnya setelah ia benar-benar menginjakkan kaki di halaman sekolah Asia Pasific International. Jika bukan karena kursus, mungkin Dara sudah memulai sekolah-nya sejak jauh-jauh hari. Dibandingkan dengan sekolah, kursus justru lebih mengerikan. Selain dipaksa melakukan ini dan itu, Dara tidak tahan berlama-lama berada di dekat Nenek Kwon. Wanita tua itu sungguh ingin segala sesuatunya sempurna. Segalanya menggunakan hitungan, entah itu kentut sekali pun. Okay, kalimat terakhir tadi candaan.

Jiyong memarkirkan mobilnya di depan gerbang sekolah begitu saja. Ia mengenakan kacamata hitamnya, kemudian memasang senyum penuh kharisma di bibirnya. Langkah kaki dan tubuhnya yang sangat tegap sangat nyaman untuk dipandang. Seluruh perhatian tertuju padanya. Seperti itulah yang dinamakan penguasa dan selebriti sekolah. Semua orang akan memandang Jiyong ketika laki-laki itu melintas. Tidak peduli seberapa sering mereka melihat Jiyong, mereka tetap tidak mampu menolak pesona Jiyong yang melawan gravitasi.

Tapi, pandangan siswa lainnya berubah saat Dara berjalan membuntuti Jiyong dengan wajah acuh tak acuhnya. Mereka semua menatap Dara dengan berbagai pertanyaan yang menjerit untuk dijawab. Siapa dia? Dan untuk apa dia datang? Penampilannya sangat mencolok, ditambah dengan makeup smokey yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Gadis-gadis di sana berpenampilan elegan meski yang mereka pakai hanya seragam berserta sepatu pantofel.

Seorang gadis berbisik, “Siapa dia? Gadis yang berjalan di belakang Jiyong?”

“Apa dia berandal yang mengikuti Jiyong?” sahut gadis lainnya ikut menggosip.

“Kenapa Jiyong tidak menyadari bahwa ada ancaman di belakangnya?” gadis itu mulai panik.

Beberapa gadis berkumpul. Mereka berulang kali menunjuk Dara.

“Dia sangat menakutkan.”

Dara menghentikan langkahnya, lalu berjalan perlahan ke belakang. Ia melirikkan matanya tanpa menengok ke arah orang yang diajaknya berbicara. Senyum merendahkan selalu menghiasi bibirnya. “Kalian boleh bergosip apapun tentangku. Kusarankan, bergosiplah asal aku tidak mendengarnya. Kalau aku sampai mendengar kata yang tertuju padaku, aku tidak akan membiarkan hidup kalian berjalan mulus begitu saja. Ingatlah, gadis-gadis manja.” Ancam Dara melanjutkan langkahnya.

Jiyong menggelengkan kepalanya mendengar ancaman Dara yang ditujukannya pada semua siswa. Gadis gila ini memang tidak tahu malu. Boleh saja marah ketika diejek. Tapi, sekarang bukan waktu-nya untuk marah-marah atau memberi ancaman. Menurut Jiyong, bagi murid baru tanpa kekuasaan dan tanpa uang, harus bersikap seramah mungkin agar mendapatkan teman. Dara sudah melakukan kesalahan di hari pertamanya. Ah, benar. Lagi pula, adakah orang yang mau berteman dengan Dara?

Mereka berdua terus berjalan melewati beberapa koridor dan ruangan-ruangan elit sekolah. Ada perpustakaan yang sangat luas berisikan buku, komputer dan tempat santai. Ada ruang musik, ruang kesenian dan ruangan lainnya. Dara menengok kanan dan kirinya. Jadi, seperti ini kondisi sekolah untuk orang-orang kaya. Semuanya serba mewah dan berkelas. Meskipun begitu, hal-hal yang dilihat Dara sekarang tidak membuatnya terkagum-kagum.

Akhirnya, mereka sampai di depan sebuah pintu bertuliskan ‘VIP’. Itu adalah ruang kelas untuk anak-anak pewaris grup dan perusahaan ternama. Tidak banyak orang yang bisa bergabung di kelas tersebut. Hanya para murid tertentu. Tingkat kecerdasan otak juga tidak berlaku di Asia Pasific. Jika kalian ingin sukses, kalian harus punya banyak uang, adalah salah satu semboyan mereka.

Seluruh siswa di kelas VIP terdiam ketika Jiyong membuka pintu diikuti dengan Dara yang masih mengekor di belakangnya. Dara memasang raut wajah sebal karena mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya. Ia berdecak sembari berkacak pinggang, kemudian berdehem, bermaksud meminta Jiyong memperkenalkannya kepada siswa-siswa yang akan menjadi teman sekelasnya. Tidak menjawab, Jiyong malah mengangkat alisnya-menantang.

“Jiyong, siapa dia?” tanya Seunghyun, orang yang paling penasaran.

“Gadis penggoda, cepatlah.” Jiyong mengehela napas.

“Apa?” Seungri terperangah mendengar ucapan Jiyong. “Gadis penggoda?”

Dara mengibaskan rambutnya. Ia benar-benar kesal sekarang.

This fucking bastard!” Dara berteriak dan membelalakkan matanya ke arah Jiyong. “Aku tidak tahu kenapa aku harus bersekolah di sini. Yang aku tahu, aku benci sekolah. Namaku Sandara Park, kalian panggil saja Dara atau mungkin jangan memanggilku karena aku tidak ingin berteman dengan kalian. Tidak ada lagi yang perlu kalian tahu tentangku. Jangan berharap aku bersikap lemah lembut seperti gadis lainnya. Ini cukup membuatku gila.”

Tidak ada yang mengeluarkan suara. Semuanya terdiam. Mereka terdiam dengan alasan masing-masing. Jiyong yang terdiam karena ia sudah tahu akan seperti ini jadinya. Seunghyun yang terdiam karena ia sadar bahwa gadis seperti Dara benar adanya, layaknya yang dikatakan Jiyong. Youngbae yang terdiam karena ia sama sekali tidak memerhatikan apapun selain buku latihan soal matematika-nya. Daesung yang terdiam karena ia terkejut akan kegarangan murid baru itu. Seungri yang terdiam karena ia terpesona dengan wajah Dara yang menurutnya sangat cantik. Bom yang terdiam karena ia senang dan masih tidak percaya Dara berada di sini. Terakhir, gadis berambut coklat muda di sudut ruangan yang terdiam sembari mengerlingkan matanya malas.

Bagi Bom, menakjubkan untuknya melihat Dara sudi menginjakkan kaki di tempat yang disebut sekolah tersebut. Sejauh ini, ia tidak mengerti apapun, apa alasan Dara mau bersekolah dan apa yang terjadi sampai dia bisa menjadi murid di SMA Asia Pasific International serta masuk kelas elit? Belum lagi Dara datang bersama Jiyong. Astaga, Bom tidak sabar mendengar cerita Dara.

“Kau benar! Tampaknya dia lebih mengerikan dari nenekmu.” Seunghyun menjentikkan jarinya. Ia saling beradu pandang dengan Daesung. Seperti menyusun rencana bodoh, mereka berdua bersamaan menganggukkan kepala. “Aku akan menambah daftar tipe gadis di dunia dalam catatanku.” Ujarnya mantap seakan telah melakukan penelitian ilmiah seperti yang dilakukan ilmuwan terkenal.

Hyung, di mana kau bertemu dengannya?” tanya Seungri yang masih antusias.

Maknae, aku belum siap secara mental untuk mengungkitnya.”

“Mereka sepertinya dekat.” Daesung menunjuk ke arah Dara dan Bom yang tengah bercengkrama.

Pertama kali dalam hidupnya, Bom tertawa sangat keras di sekolah. Biasanya ia hanya tidur sepanjang hari tanpa memerhatikan pelajaran yang sama sekali tidak berarti baginya. Bom juga tidak jarang pergi meninggalkan kelas karena bosan dengan suasana kelas yang membuat mood-nya turun sampai ke akarnya. Lagi pula, untuk apa mempelajari hal yang sudah dikuasainya. Bom bukan tipe kutu buku, tapi dia cukup cerdas. Buktinya, ia berulang kali memenangkan lomba kejuaraan dan menjadi saingan berat Youngbae.

Dan, Bom menjamin, ia akan tertawa setiap hari kalau Dara selalu bersamanya.

Bom menyenggol bahu Dara. “Kalian berangkat bersama?”

Dara hanya mengangguk lemah.

“Bagaimana bisa kau bersamanya? Jawab aku, Dara!” Tidak senang, Bom malah terlihat khawatir.

“Seseorang mengirim seragam ke rumah, dia memintaku menunggu jemputan. Ternyata, laki-laki gila itu yang menjemputku. Aku harus mengikuti kursus mengerikan yang sepertinya hanya ada satu di dunia. Master Kwon atau siapa pun itu, dia nenek-nenek yang menyebalkan, sama seperti cucunya. Setelah seminggu, aku baru masuk sekolah. Entah apa hubungan pengirim seragam itu dengan Jiyong, aku tidak tahu. Kesialan ini membuatku terjebak bersamanya.” Jelas Dara panjang-lebar.

“Apa kalian berkencan?”

“Apakah aku kehilangan kesadaranku sehingga berkencan dengan orang yang kubenci?”

“Benci dan cinta tidak jauh berbeda, Dara.”

“Jika kau bukan sahabatku, aku pasti sudah menghajarmu.” Balas Dara berdecak kesal.

***

Hari kedua, semua tampak baik-baik saja. Ya, baik-baik saja, kecuali para gadis yang tidak lelah mengangganggunya. Dara mengalami banyak gangguan dari gadis-gadis di sekolah. Mereka mengejek, mengintrogasi, bahkan mengancam Dara tanpa tahu kalau sebenarnya Dara-lah yang merupakan ancaman bagi mereka. Tentu Dara tidak perlu repot-repot membuat gadis-gadis itu membungkam bibir tipis yang penuh kalimat pedas. Ia hanya perlu meninju mereka satu per satu.

Dara melangkahkan kakinya dengan tangan menyilang di dada. Ia berjalan dengan angkuh-seperti biasa ditemani sneakers bercorak hitam kesukaannya. Si ketua kelas-Youngbae-berkata, direktur ingin menemuinya. Jujur, Dara tidak merasa memiliki masalah besar sejak hari pertamanya masuk atau lebih tepatnya sejak kemarin. Tidak ada, selain memelototi Jiyong setiap saat. Mungkin saja hal itu bisa menjadi masalah besar mengingat Jiyong adalah putra direktur, tapi sepertinya tidak seburuk itu.

Tangan mungil Dara memutar kenop pintu secara perlahan. Perasaan gugup dan canggung satu-dua kali menjamahnya. Akan tetapi, berulang kali Dara berpikir, ia tidak mungkin dipenjara hanya karena memelototi seorang putra direktur. Meskipun menyebalkan, Dara yakin Jiyong tidaklah secengeng anak kecil berumur lima tahun yang mengadu kepada ibunya ketika mendapatkan sebuah tatapan tajam dari monster sepertinya.

“Anda Direktur Kwon?” tanya Dara bersikap sedingin mungkin.

“Sandara Park?” seorang wanita mengangkat dagunya. Cih, dia tak jauh berbeda dari Jiyong.

Sebuah senyum terbentuk di bibir Dara. “Jika aku Sandara, anda mau apa?”

Omo! Aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu, Dara!”

Bagaikan bajak laut yang menemukan harta karun, Nyonya Kwon tertawa riang meninggalkan raut wajah penuh tanda tanya yang jelas tergambar di wajah Dara. Gadis itu berdiri tegap saat Nyonya Kwon memeluknya erat. Dara bingung, bukankah dia dipanggil ke kantor direktur karena bersalah? Apakah sudah menjadi tradisi di sekolah ini jika seseorang yang bersalah harus diberi pelukan penuh rasa senang dan tawa bahagia? Ini aneh, bukan?

“Dara, kau boleh memanggilku Bibi Kwon. Bibi adalah orang yang mengirim seragam kurang lebih dua minggu lalu.” Nyonya Kwon berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. “Bukan main, kau memang sangat cantik! Master Kwon-ibuku berkata, kau sulit diatur, tapi itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi bibi. Mulai hari ini, kita akan seperti keluarga. Bibi tak sabar mengajakmu berbelanja, pergi ke salon, memasak, menonton bioskop dan melakukan hal lainnya bersamamu. Bibi sangat senang!” Jelasnya histeris.

“Jangan memelukku! Aku tidak suka! Anda pasti merencanakan sesuatu.” Dara tak kalah histeris.

“Bibi ini orang baik, Dara. Tidak peduli seberapa kasarnya kau, bibi tetap menyayangimu.”

“Bolehkah aku keluar? Aku hampir gila sekarang.”

“Tentu saja. Jangan lupa berkunjung ke rumah bibi. Ah, iya, kau harus pulang bersama Jiyong.”

Dara menyipitkan sebelah matanya. “Kenapa aku harus melakukannya?”

“Bibi memiliki masalah yang sulit dengan Jiyong. Dia sangat susah diatur. Oleh karena itu, bibi membebaskannya melakukan apapun dengan alasan ia harus menuruti semua keinginan bibi, salah satunya berangkat sekolah bersamamu dan menemanimu kursus. Harapan bibi, dia bisa hidup lebih baik lagi. Bibi khawatir padamu seperti bibi khawatir pada Jiyong. Tidak bisakah kalian berubah bersama-sama? Bibi mohon bantuanmu.” Nyonya Kwon tampak memelas.

“Berubah bersama-sama? Aku tahu aku memang sangat brengsek dan mengerikan. Tapi, itu tidak menjadi masalah. Aku tidak pernah menginginkan perubahan. Kumohon, aku tidak suka Jiyong. Jika anda terus menekanku, aku akan-”

Dalam sekejap, tiba-tiba Dara teringat akan kalimat yang diucapkan neneknya, bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mendapat hidup lebih baik. Tidak ada cara lain, Dara harus sekolah dan meraih prestasi yang tinggi. Mungkin saja ia akan mendapat beasiswa sehingga bisa sekolah di luar negeri, kemudian pulang membawa banyak uang dan gelar mengagumkan. Selain itu, perlahan Dara juga mulai merasa bahwa sikapnya keterlaluan kepada Nyonya Kwon. Seharusnya dia berterimakasih, bukan membentak apalagi dengan lancang menunjukkan sikap buruk.

Okay, sepertinya Dara perlu menelan beberapa pil pereda emosi untuk beberapa jam ke depan.

“Aku akan melakukannya, Bibi Kwon. Maaf telah bersikap lancang.” Dara menundukkan tubuh-nya tepat sembilan puluh derajat. Tidak biasanya ia menghormati orang lain meski orang itu berpuluh-puluh tahun lebih tua darinya.

Nyonya Kwon tersenyum. “Tak apa. Dia sudah menunggumu, Dara!” ujarnya menunjuk pintu.

Dara memutar bola matanya dengan malas ketika berbalik dan menyadari Jiyong tengah menatap-nya. Astaga, tatapan mata dan senyum merendahkan itu sangat memuakkan. Dara selalu melihat dua hal yang sama setiap menitnya. Dan, entah apa yang akan di dapatnya hari ini selain dua hal itu, Dara yakin, Jiyong tidak akan mengantarnya pulang begitu saja. Ayolah, dia melakukan segala hal dengan pamrih. Seperti hari ini, Dara menghabiskan waktu sarapannya untuk menyemir sepatu Jiyong.

“Aku akan mengantarnya pulang, ibu.” Ucap Jiyong, sangat sopan.

“Hati-hati! Pergilah bermain sebentar sebelum pulang ke rumah.”

Jiyong dan Dara menunduk bersamaan sebelum keduanya saling menatap tajam setelah keluar dari ruangan Nyonya Kwon. Dara bersiap dengan kepalan tangannya, sementara Jiyong menantang dengan raut wajah tidak pedulinya. Bagai air dan minyak, sepertinya mereka tidak bisa bersama meskipun memiliki banyak kesamaan. Mereka juga tidak akan pernah bisa berjalan seiringan. Bagaimana tidak? Mereka bersifat sama tetapi berpemikiran berbeda, sangat berbeda.

Sekarang posisi terbalik. Dara berjalan di depan Jiyong, membuat laki-laki itu mengekor tepat di belakangnya. Murid lainnya yang menyaksikan tampak menunjuk-nunjuk mereka berdua. Tunggu. Kenapa seorang Kwon Jiyong sudi berjalan di belakang gadis tidak jelas seperti Dara? Jangankan berjalan di belakang Dara, berjalan di belakang sesama anggota BigBang saja dia tidak mau. Setahu orang-orang, Jiyong seorang pemimpin dan dia selalu berada di depan, itu memang benar. Tapi, tidak ada yang bisa mengubah sejarah, kecuali Sandara Park.

“Kenapa kau selalu membuatku malu, huh?” Sela Jiyong di tengah keheningan.

“Aku tidak memintamu mengikuti apalagi mengantarku pulang. Kalau saja Bibi Kwon memiliki sifat yang sama sepertimu, aku tidak akan pernah menyetujui keinginannya.” Dara berdecak, diikuti perubahan mata lebarnya yang menyipit. “Aku bukan tipe orang yang mudah tersentuh. Tetapi, mengingat apa yang diberikan Bibi Kwon adalah sesuatu yang baik untuk masa depanku, aku merasa berterimakasih dan tidak enak jika harus menentangnya.”

Terdengar suara desahan Jiyong. “Kau tahu sopan santun rupanya.” Lagi-lagi ia mengejek.

“Apa katamu?!” Dara menoyor kepala Jiyong sekeras mungkin.

YAK! Kita bisa mati, bodoh!” Protes Jiyong setelah memosisikan mobilnya di jalan utama yang sedetik lalu sempat keluar dari jalanan utama akibat ulah Dara yang asal-asalan.

“Kalau mati menjadi keharusan, aku lebih memilih itu daripada harus bersamamu setiap hari!”

“Orang bodoh memang tidak mengerti cara berpolitik.” Jiyong menggelengkan kepalanya. Dan, seperti bisa, ia kembali berdecak. Kali ini, lebih keras, dilanjutkan aksi balas menoyor. “Kau dan aku-kita bisa berbagi keuntungan untuk setahun ke depan. Kau bisa lulus dari sekolah ternama dan pasti akan mendapat sekolah lanjutan yang lebih baik. Aku bisa menikmati hidup bebasku tanpa mendengar ocehan, keinginan dan syarat-syarat aneh dalam hidupku. Bagaimana?”

“Dengan kata lain, kita akan seperti ini selama setahun? Tidak mungkin!”

Beberapa orang pasti bertanya-tanya, kenapa Jiyong setuju dan berusaha meminta Dara bergabung dalam kehidupannya yang dipenuhi kesialan karena Nyonya Kwon. Untuk yang kesekian kali, Nyonya Kwon mengancamnya harus mengorbankan waktu berharganya demi menjemput dan mengantar Dara pulang, bersikap baik kepada Dara, menjalani hari-harinya bersama Dara, serta melakukan hal lainnya bersama gadis itu kalau ia tidak mau dikirim ke sekolah berasrama. Ancaman dan konsekuensi lainnya adalah-pertama, uang saku Jiyong akan dibatasi. Kedua, penutupan club. Tiga, pelatihan khusus dari neneknya. Empat, bekerja dan mencari uang sendiri. Jika ia menuruti apa yang diinginkan ibunya, dia bebas melakukan apapun sampai kelulusan nanti. Sekali lagi, Jiyong tentu tidak membiarkan dirinya terjebak dalam lima konsekuensi tersebut, melainkan membiarkan hari-harinya serasa di neraka, tapi ia akan mendapat keuntungan lebih setelah setahun berlalu.

Tidakkah itu ide yang bagus?

“Bayangkan, Dara. Ini peluang besar. Kau bisa membeli permen sebanyak-banyaknya.”

“Kau kira aku menghabiskan waktu hidupku untuk makan permen?” Dara menyiapkan tinjunya.

“Bertahanlah selama setahun. Kita akan seperti ini di depan ibuku saja. Suatu saat, ibuku pasti mengurus bisnis di luar negeri. Pada waktu itulah kita bisa berhenti bersandiwara dan pura-pura tidak pernah saling mengenal. Coba berpikir rasional. Keuntungan menantimu.”

Dara melirik Jiyong secara tiba-tiba. Ia menyadari adanya keanehan dari sikap Jiyong. Biasanya, laki-laki brengsek itu pergi menjauh serta selalu menjaga jarak darinya. Tapi, kenapa sekarang Jiyong membujuknya untuk mengikuti politiknya? Menurut Dara, ini memang menguntungkan kedua belah pihak. Yang dibutuhkan Dara hanya sedikit akting dan satu ton kesabaran.

“Aku setuju, Kwon. Aku akan bersikap baik di depan ibumu. Aku tak akan bersikap baik padamu.”

“Tenang, Park. Aku juga tidak akan bersikap baik padamu.”

Jiyong memfokuskan konsentrasinya pada jalanan. Ia merasa sedikit lebih tenang sekarang. Gadis-gadis, aku datang! Nenek, maafkan aku, tapi selamat tinggal kisah buruk! Pakaian dan barang lainnya, tunggu aku! Asrama, menyingkirlah! Pekerjaan, aku tak akan mendekatimu! Itulah yang diteriakkan oleh seorang Kwon Jiyong setiap detiknya. Jauh di dalam lubuk hatinya, Jiyong benar-benar menyimpan rasa benci kepada Dara. Semua ini terjadi karena gadis itu. Tunggu dan lihat, sudah dikatakan sebelumnya, Jiyong tidak akan bersikap baik.

Plan A, let’s start it!

***

next>>

Note:

I’m comeback, guys! Bolehkah saya berpidato sejenak? Okay, anggap aja boleh :v Jadi, begini, pertama, saya berterimakasih kepada kalian yang sudah comment. Entah kenapa saya teharu sekali. Kalian terlalu baik kepada saya :’ Abaikan. Aku berterimakasih kepada kalian tentang comment yang berisikan pujian untuk ff-ku. Terimakasih atas respon postifnya. Aku ga bisa berhenti ngucapin terimakasih. Dan, oh, ya, sempat ada yang comment tentang kata ‘ibu’ harus diganti ‘eomma’. Maaf, readers, maaf. Apalah dayaku yang tidak terbiasa menggunakan kata ‘eomma’ di ff. Aku cuma ngerasa agak aneh aja. Mian. Bukannya aku mementingkan keinginanku. Tapi, ini demi kebaikan ff. Mohon dimengerti, sekali lagi saya berterimakasih. Masalah Nyonya Kwon kenal Dara itu udah ketebak. Penjelasan lebih jelasnya ada di chapter 4. Kalau ada sesuatu yang mengganggu atau kurang baik dari ff-ku, silahkan dikritik dan diberi saran. Entah halus ataupun kasar ga masalah kok. Selaw aja :v Aduh, aku jadi gugup (aneh!) Maaf, kalau ada kesalahan. Luv u guys. U r da best. Hengsho!! Pyongg^^

24 thoughts on “Bad Boy For Bad Girl [Chap. 2]

  1. kalau jodoh gak kemane ye,hahaha mereka bertemu kembali,.
    dara ketus gt msh aja d sayang grandma and eoma gd?. apa mereka utang budi?? penasaran,… bad girls kalah sama lolipop,,wkwkwkk

Leave a comment