The King’s Assassin [5] : The Seer

TKA

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

Aduuuh~ sepertinya masih ada yang salah paham.. >.<
Oke saya jelaskan secara singkat… Yang ngobrol dengan Menteri Choi (ayah Seunghyun) itu adalah Daebi Mama atau Ibu Suri (ibunda Raja) bukan Jung Jeon Mama atau Ratu/Permaisuri (istri Raja).. jadi, jelas disini yang nggak suka sama Dara adalah Ibu Suri..
Kedua, Profesor Lee (ayah Chaerin; Kepala Sekolah di Sungkyunkwan) dan Menteri Lee (ayah Seungri; Menteri Keadilan) adalah dua orang yang berbeda, jadi Chaerin dan Seungri bukan sodara~.. dan kenapa Menteri Lee meminta Seungri menjauhi Sanghyun dan Ilwoo adalah bagian dari konflik cerita dan akan terjawab di chapter2 selanjutnya..
Sampai disini mengerti? kkkk, selamat membaca.. ^^

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

“Lari, Jeoha!!! Lari!!!”

“Tidak!” kata Jiyong mencabut pedangnya dan memposisikan diri untuk bertarung bersama dengan pasukan untuk melawan para penyerang.

“Jeonha! Pergilah! Kami mohon!” Pengawal Kerajaan mencoa untuk menarik Raja kembali ke tandunya, tapi Raja menolak.

“Jangan lukai mereka!” perintah Raja kepada orang-orangnya, “Mereka masih merupakan rakyatku! Jangan melukai satu pun dari mereka!”

“Hah! Rakyatmu???” kata seorang pria dalam nada mengejek. “Kami sudah lama melupakan diri kami sebagai rakyat Joseon sejak kau melupakan kami!” katanya.

“Kalau begitu hadapi kematianmu penghianay!” seru kepala Pengawal sambil mengacungkan pedangnya kepada para penyerang…

“HAHAHAHA! KAMI TIDAK TAKUT MATI, BAGINDA… SEKARANG KAU… BERSIAP UNTUK MATI! SERANG!!!”

“LINDUNGI RAJA DAN PUTRA MAHKOTA!!!”

**

“Noona…” kata Sanghyun mengelus punggung Dara.

“Sanghyun, kenapa harus seperti ini? Aku belum ingin menikah. Aku masih menunggu janji appa bahwa dia akan melakukan apapun untuk membuat kita bisa belajar bersama.:

“Noona, tenanglah. Aku yakin abeoji melakukan ini untukmu. Untuk kita.”

“Aku masih tidak mengerti… kenapa aku? Aku takut, Sanghyun-ah…”

Dara mencurahkan seluruh isi hatinya kepada adiknya. Tanpa sengaja dia mendengar perdebatan kedua orang tuanya tadi dan tidak bisa menahan diri untuk mencuri dengar karena namanya sempat disebut-sebut.

“Noona, dengar. Raja adalah orang yang baik. Dan Pangeran… Pangeran sangat menyukaimu. Ingat juga, masih ada Ratu dan Putri yang menyayangimu. Jangan takut. Percayalah pada ayah kita. Dia tidak pernah memeperlakukan kita dengan buruk, iya kan?”

“Aku tidak bisa menahannya Sanghyun… kenapa kita tidak berhak menentukan jalan hidup kita sendiri? Aku mempercayai appa. Aku mempercayainya. Aku tidak percaya dia mampu melakukan ini padaku.”

**

“Profesor Lee, apa ada masalah?” tanya Ilwoo begitu memasuki kantor Kepala Profesor. Dia tadi dipanggil menghadap dan dirinya tidak bisa berhenti merasa penasaran atas apapun yang ingin profesornya diskusikan dengannya pada tengah malam seperti ini.

“Duduklah.”

Ilwoo mengerutkan alisnya karena penasaran tapi mengikuti apa yang profeornya inginkan tanpa berkata apa-apa. Dia duduk, merasa tidak nyaman akan  kebisuan mereka, menunggu profeornya itu berbicara.

“Diantara para hoobae-mu, siapa menurutmu yang paling pantas untuk menggantikan posisimu sebagai ketua siswa?”

“Bwoh?” Ilwoo mengangkat kepalanya dan bertemu dengan tatapan menilai dari profesornya.

“Kau akan segera mengikuti gwageo. Ada usulan kandidat?”

“Oh… saya pikir… saya pikir Dong Yongbae sangat cocok.” Kata Ilwoo kembali menundukkan pandangannya.

“Aku lega, aku tidak pernah salah menilaimu. Kupikir dia akan mengikuti jejakmu.” Kata Profesor Lee tersenyum padanya. “Ilwoo…”

“Neh Profesor?”

“Belajarlah lebih keras, pastikan kau akan mendapat nilai tertinggi pada gwageo.”

Pikiran Ilwoo penuh dengan pertanyaan. Dia sering menerima masukan dari profesornya ini, namun belum pernah dia berkata dengan penuh rasa harap seperti ini – seolah hal ini sangat penting.

“Aku akan melatihmu lebih keras. Aku akan lebih fokus padamu dan aku tidak ingin kau kaget kalau aku jadi lebih ketat padamu. Kau perlu lulus gwageo dengan nilai tertinggi.”

“Kenapa? Professor, apakah ada yang perlu saya ketahui?”

Professor Lee mencondongkan badannya mendekat kearah Ilwoo dengan wajah penuh keseriusan.

“Kau perlu mendapatkan posisi tertinggi untuk pegawai junior, arasso? Kau perlu berada didekat Putra Mahkota dan melindunginya dengan segala cara.”

“Saya tidak meng—,”

“Rahasiakan ini. Aku bisa mempercayaimu, kan?”

“Tapi…”

“Dan jangan beritahu siapapun… khususnya Choi Seunghyun.”

**

“Kau mau pergi kemana, Pangerang kecil yang tersesat?” salah seorang dari penyerang itu mendekati kearah Jiyong yang berusaha bangkit berdiri setelah menerima pukulan, mundur perlahan.

“Hen… hentikan ini!” ucapnya disela-sela helaan nafasnya. Jiyong merasakan tubuhnya lemas melihat tubuh bergelimpangan dalam genangan darah. “Ayahku tidak akan melukaimu! Kenapa kalian tidak mau menghentikan kegilaan ini??!!!”

“Mianhe, Jeoha… tapi kami hanya akan berhenti jika semua keluarga kerajaan mati.” Kata pria itu menyerinya membuat Jiyong merinding.

“Apa yang telah kami lakukan hingga membuat kalian sangat membenci kami seperti itu?”

“Kau tidak akan pernah mengerti… dan aku bertaruh kau tidak akan pernah tahu, YAAAAAAAAAAAAH!!!”

Pria itu melompat kedepan dengan pedang teracung kearah sang Pangeran. Jiyong merasakan tubuhnya tidak bisa bergerak dan hanya bisa memejamkan mata menantikan rasa sakit yang pasti akan datang, namun dia sudah tidak sadarkan diri.

**

“Menteri Choi, sebagai kepala Kementerian Pajak, ini sudah menjadi tugasku untuk melaporkan semuanya dalam laporanku kepada Raja. Aku minta maaf karena aku tidak bisa memenuhi permuntaanmu.” Menteri Jung membungkukkan badannya dihadapan Menteri Pertahanan.

“Itulah yang kusukai darimu, temanku. Kau sangat setia kepada Raja. Jangan cemas, aku hanya mengujimu.” Kata Menteri Choi sebelum minum dari cangkirnya. “Dalam pekerjaan ini, sangatlah sulit… katakana saja untuk percaya kepada seseorang atau mendapat kepercayaan dari orang. Tapi aku mengagumi akan kesetiaan dan persahabatan. Aku hanya cemas Raja terlalu fokus pada orang-orang rendahan… orang-orang biasa. Hal itu membuatku cemas. Apa kau tidak mencemaskan hal yang sama?”

Menteri Perpajakan hanya tersenyum dan menatap cangkirnya sendiri. “Sama sekali tidak, Menteri Choi. Aku mempercayai Raja kita. Aku akan melakukan apapun yang beliau kehendaki.”

“Hahaha! Kau tidak mungkin serius, aigoo! Katakan padaku, apa rencana Raja, huh? Hmm, klinik untuk para budak yang sakir? Atau mungkin menurunkan harga budak? Atau menurunkan pajak, mungkin?”

“Tidak satu pun dari yang kau sebutkan, Menteri Choi, tapi tentu saja hal itu demi kepentingan banyak orang.” Jawab Menteri Jung singkat.

“Katakan padaku lebih banyak…”

“Mianhe, hanya itu yang bisa kukatakan. Kenapa? Apa kau merasa terancam dengan status kita sebagai Yangban?” balas Menteri Jung membuat Menteri Choi terkesiap.

“Bwoh?”

“Mari kita selesaikan begini saja Menteri Choi, langsung dan jelas. Kau bekerja dengan Ibu Suri… dan aku akan terus membantu Raja. Selamat malam.” Katanya kemudian berdiri dan membungkukkan badan kepada menteri yang masih tak bisa berkata-kata itu.

“Kau berani berkata seperti itu padaku? Serius, Menteri Jung? Hah!” kata Menteri Choi setelah Menteri Jung sudah hilang dari hadapannya. “Lihat saja nanti… bekerja dengan Raja dan bergabung dengan kehancurannya.”

**

“Ughhh…” Jiyong melenguh sat merasakan sinar mentari menyilaikan matanya. Kepalanya berdenyut sakit dan tubuhnya terasa lemah. Perlahan dia membuka matanya, berkedip beberapa saat untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk di kamar tempatnya berada sekarang.

Poke.

Poke. Poke.

Poke. Poke. Poke…

“APA MASALAHMU PELAYAN RENDAHAN DAN BERANINYA KAU MENYENTUH—.”

GASP.

Jiyong harus berkedip cepat saat melihat seseorang tengah menatapnya dengan seksama.

“Siapa—,”

“WAAAAAH!!! MASTER WUUU!!! SI NAGA SUDAH BANGUUUUUUNN!!! MAAASTERRR!!! DIA AKAN MENYEMBURKAN API!!! DIA AKAN MENYEMBURKAN APU!!!” seorang bocah kecil menjerit dalam usahanya kabur dari ruangan itu.

Jiyong terkesiap terkejut. Dia menatap sekeliling dan melihat ruangan tempatnya berada saat ini. Ruangan ini kecil dan tua, namun lantainya bersih. Dia menatap keluar jendela dan langsung disambut oleh rimbun hutan yang langsung mengembalikan ingatannya.

Dia tidak berada didalam kamarnya.

Tidak… dia tidak sedang berada di istana.

Perlahan dia berdiri namun langsung terjatuh merasakan badannya gemetar kesakitan. Dia kembali mengedarkan padangan keseliling ruangan dan disalah satu sudut, jubah sutranya tergantung dengan megahnya, namun bekas lumpur dan darah masih bisa terlihat jelas.

Dan hal itu menyadarkannya.

Mereka diserang semalam saat perjalanan kembali ke istana.

“Dimana… dimana…”

“Anda aman disini, Yang Mulia.”

Jiyong menolehkan kepalanya kearah pintu dan menemukan seorang pria buta, tersenyum kepadanya, pria itu kemudian membungkukkan badannya hormat.

“S-s-i-a-pa k-k-au???”

“Seorang pria tua seperti saya tidak perlu dikenal, Jeoha. Suatu kehormatan untuk bisa melayani calon Raja Joseon.”

**

Kosa kata baru :

Gwageo = Ujian Penerimaan Pegawai Sipil

 

Hafalan wajib istilah panggilan

Appa Mama = Panggilan Pangeran dan Putri kepada ayah mereka (Raja)

Omma Mama = Panggilang Pangeran dan Putri kepada ibu mereka (Ratu)

Jeonha = Panggilan untuk Raja

Jeon Jung = Panggilan untuk Ratu

Dong gung Mama/Seja Jeoha = Panggilan untuk Putra Mahkota

Daebi Mama = Ibu Suri = Ibunda Raja

Mama = Panggilan kebangsawanan untuk anggota keluarga kerajaan

 

…………………………………………….

Sekali lagi, saya ingatkan untuk sabaaaar~ dengan cerita ini.. >.< sabar dengan jalan ceritanya yang penuh konflik istana-sentris dan sabar dengan saya yang terlalu emosional dengan cerita ini..
Nah, untuk itu, saya pengen jajak pendapat dulu… untuk akar konflik yang akan segera muncul, saya pengen kasih pilihan… (i) Apakah saya tetap memposting seperti biasa (begitu selesai translate langsung posting) atau (ii) haruskah saya posting sekaligus (dengan catatan, menunggu lebih lama karena yang harus saya terjemahkan sebelum diposting jauh lebih panjang).
Berhubung namanya jajak pendapat, jadi keputusan saya tergantung pada hasil polling permintaan terbanyak.. ^_~

<< Previous Next >>

62 thoughts on “The King’s Assassin [5] : The Seer

  1. Salut sama dilla unnie yang nggak lupa melampirkan catatan kosakata joseon😄😍 jiyong oppa kena tusukkan pedang kah? Berharap cuman pingsan doang. Appanya jiyong oppa nggak meninggal kan? Masih hidupkan?

Leave a comment