ROMANCE TOWN ~ “I Love You” [Part.8]

romance town

Author  : Sponge- Y
Main Cast  : Kwon Jiyong (25 tahun) , Park Sandara (25 tahun)
Support Cast : Yoon Suk (4 th) , Kiko Mizuhara (24 th) , Park Bom (25 th) , Kim Jaejoong (25 th) , etc.
Genre : Romance, Comedy, Family.

 Helooooooooooo…… masih ada yang ingat dengan ff ini? wkwkwk. Maaf karena beberapa alasan ff ini harus terbengkalai selama beberapa bulan haha. Dan terima kasih juga buat yang masih nunggu kelanjutan ff ini. Happy reading ^^

Dara mengerjap- ngerjapkan matanya yang terasa masih sangat berat lalu mencoba untuk turun dari tempat tidur. Dimana dia? Apa yang telah terjadi? Dan kenapa rasanya tubuhnya sangat lelah? Dia duduk di tepi tempat tidur sambil mengingat- ingat apa yang telah terjadi semalam. Dia, Yoon suk dan Jiyong pergi ke taman bermain lalu Jiyong memaksanya masuk ke rumah hantu, dirinya ketakutan tapi namja menyebalkan itu justru menertawakannya. Lalu apa lagi?? Ah benar. Dirinya marah dan menangis, lalu Jiyong meminta maaf, lalu mereka pulang, lalu Jiyong menghentikan mobilnya, lalu mereka keluar, lalu…. Jiyong menciumnya!! Gaahhhhddd!!!! Benarkah? Apa mungkin dia sedang bermimpi? Seorang Kwon Jiyong mencium Park Sandara? Dengan perlahan Dara menggerakkan jarinya dan menyentuh bibir mungilnya. Itu tidak mimpi… benar, itu nyata dan bahkan dia masih mengingat dengan jelas ketika bibir lembut Jiyong menempel pada bibirnya. Aish… kenapa Jiyong tiba- tiba menjadi seperti itu? Lalu sekarang bagaimana dirinya akan berbicara dengan Kwon Jiyong?

Dia mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan dengan frustasi lalu mendesah pelan. Tanggal berapa sekarang dan masih tersisa berapa hari lagi hingga dia bisa terbebas dari situasi ini? Benar- benar menyebalkan, dulu dia pikir dengan menikahi Kwon Jiyong hidupnya akan menjadi jauh lebih enak dengan harta yang berlimpah. Tapi sekarang? aish….. anni, anni… dia tidak boleh membiarkan perasaan ini tumbuh begitu saja. Dia harus mencegahnya, ya… apapun yang terjadi dia tidak boleh mencintai Kwon Jiyong sebelum semuanya akan menjadi semakin rumit. Selesaikan semua kekacauan ini dan ketika waktunya telah habis dia hanya perlu pergi dari kehidupan Jiyong. Benar- benar sangat mudah bukan? Tapi masalahnya sekarang adalah bagaimana dirinya harus berhadapan dengan Kwon Jiyong? Ah benar!! Bersikaplah seperti biasa dan seolah- olah tidak terjadi apa-apa, hindari tatapan matanya dan….. hindari menatap bibirnya. Itu sangat mudah dan dia yakin dirinya pasti bisa melakukannya.

“Hwaiting Sandara!!” Katanya pada dirinya sendiri sambil mengacungkan genggaman tangannya ke udara. Dia menghela nafas dalam- dalam kemudian mulai bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya.

Sangat sepi, dimana Yoon Suk dan Jiyong? Dia terus berjalan dan pelahan mulai terdengar suara Yoon Suk dari arah dapur. Tanpa menunggu lagi dia segera berjalan menuju dapur dan terlihat Jiyong dengan Yoon Suk sedang duduk sambil menikmati sarapannya. Dara memandang ragu ke arah mereka namun tetap menghampirinya.

“Eomma sudah bangun? Duduklah, Appa membuatkan pancake yang sangat lezat untuk kita.” Kata Yoon Suk setelah menyadari kehadiran Dara sambil menepuk- nepuk kursi yang ada di sebelahnya. Dara memaksakan senyuman tipis di bibirnya lalu menuruti Yoon Suk duduk di sampingnya tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Jiyong sedikitpun.

“Waeyo? Gwenchana Eomma?” Yoon Suk memiringkan kepalanya dan memandang curiga ke arah Dara. Dengan gugup Dara menatap yoon Suk dan lagi- lagi memaksakan sebuah senyuman di bibirnya. Aish… ada apa dengan anak ini? Apakah dirinya terlihat sangat mengerikan sekarang? Aahh… bahkan dia belum sempat melihat pantulan dirinya di cermin ataupun pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya tadi.

“W-waeyo? Tentu saja Eomma baik- baik saja hahaha.” Dia bahkan memaksakan dirinya tertawa meskipun dia yakin jika suaranya terdengar sangat aneh. Dia juga merasa jika saat ini Jiyong sedang memandang tajam ke arahnya. Sial… sebenarnya apa yang salah dengan dirinya?

“Kau sakit?” Tanya Jiyong tiba- tiba. Benar kan apa yang baru saja dipikirkannya, pasti dari tadi Jiyong sedang mengamati dirinya.

“Memangnya kenapa? Aku baik- baik saja, sungguh. Woaahh… kelihatannya pancake ini sangat enak.” Jawabnya kemudian dengan kepala tertunduk tanpa menatap ke arah Jiyong sedikitpun. Dia lalu mengambil pancake dan meletakkannya di piringnya. Baiklah…. dia hanya perlu menyelesaikan sarapan menyebalkan ini dengan cepat lalu jangan berbicara dengan Kwon Jiyong lagi. Ketahuilah, hanya mendengar suaranya seperti ini saja dia hampir tidak bisa menahan dirinya.

“Kau benar- benar aneh Eomma.” Kata Yoon Suk acuh lalu kembali melanjutkan sarapannya.

“Kita perlu bicara nanti.” Kata Jiyong tiba- tiba sedangkan Dara membelalakan matanya dengan ngeri. Dengan susah payah dia segera menelan pancake yang sedang ada dimulutnya tersebut. Apa yang baru saja didengarnya? Jiyong ingin berbicara dengannya? Tidak!!! Pasti akan canggung rasanya jika hanya berduaan dengan pria itu.

“Yoonsuk-ah, kau bisa berangkat sendiri dengan bis jemputan kan? Appa perlu bicara sebentar dengan Eomma.” Kata Jiyong lagi yang kali ini tertuju pada Yoonsuk dan tanpa pikir panjang lagi anak itu segera mengangguk menyetujuinya. Aish…. dasar anak itu! Untuk kali ini saja kenapa dia tidak mau membela eommanya?

Dara duduk di tepi tempat tidur menghadap ke jendela yang terbuka dengan Jiyong berdiri di sampingnya dengan tangan yang terlipat di depan dadanya. Sudah beberapa menit lamanya dia dan Jiyong berada di posisi seperti ini namun pria bodoh itu tidak segera membuka mulutnya. Sesekali Dara melirik ke arah Jiyong dan dia bisa melihat pria itu masih menatap lurus ke depan dengan dahi yang berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Sebenarnya apa yang ingin dibicarakannya??

“Soal tadi malam bisakah kau melupakannya?” Kata Jiyong tiba- tiba memecah keheningan. Dara mengalihkan pandangannya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya. Melupakannya? Setelah apa yang dilakukan Jiyong pada dirinya semalam dan sekarang lelaki itu meminta untuk melupakannya begitu saja?

“Aku hanya tak ingin kau salah paham. Kau tidak melupakan perjanjian kita kan? Lagipula aku tidak mungkin menyukaimu.” Lanjutnya lagi sedangkan Dara masih tetap terdiam. Seharusnya dia sudah tahu jika Jiyong melakukan itu bukan karena lelaki itu menyukainya. Namun entah kenapa kata- kata Jiyong begitu melukai perasaannya.

“Kurasa hanya itu yang ingin aku katakan. Aku pergi dulu, masih banyak hal lain yang harus kukerjakan.” Kata Jiyong sambil melirik jam tangannya. Jiyong memasukkan kedua tangannya di saku celana dan berbalik pergi begitu saja tanpa repot- repot melirik ke arah Dara terlebih dahulu.

Dara menghela nafas panjang dan tanpa di sadarinya air mata mulai turun membasahi pipinya. Sudah beberapa kali dia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak menyukai lelaki itu, namun sekarang semuanya sudah terlambat. Benar- benar bodoh. Bahkan dia sendiri tahu bahwa seberapa besar rasa cintanya pada Kwon Jiyong, lelaki itu tidak akan mungkin menyukainya. Jiyong masih mencintai wanita itu dan…. terlebih ini semua gara- gara Park Bom! Oh, berbicara tentang wanita itu dimana sebenarnya dia sekarang? Dimana dia berada saat Dara benar- benar membutuhkannya? Lagi- lagi dia menghela nafas panjang sambil menyeka dengan kasar air mata yang masih mengalir di pipinya. Dia lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ke meja yang terletak di samping tempat tidur untuk mencari ponselnya. Dengan tangan gemetar dia mulai mengetikkan nomor dan menghubunginya. Butuh waktu yang cukup lama sampai seseorang di seberang sana akhirnya mengangkat teleponnya.

“Haloo… Dara??”

“Bom… bisakah kita bertemu?” Kata Dara dengan suara bergetar, dia benar- benar membutuhkan seseorang untuk berbicara saat ini.

“Yah! Apa yang terjadi?” Dara bisa mendengar nada khawatir pada suara temannya tersebut. Sebenarnya ingin sekali Dara memarahi temannya tersebut saat ini juga. Tapi sepertinya dirinya bahkan tidak sanggup lagi untuk berbicara dengan nada normal sekalipun.

“Temui aku di cafe seperti biasa satu jam lagi.”

—-

“What??? Tolong katakan padaku kau sedang bercanda Dara,” Kata Bom dengan suara tertahan. Ini gila, benar- benar gila. Bahkan dia hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri atau bahkan dia tidak percaya yang sedang duduk di hadapannya dan berbicara padanya adalah Sandara Park, sahabatnya sendiri.

“……..”

Dara hanya terdiam sambil mengaduk- ngaduk kopi yang ada di depannya dengan kening berkerut. Dia sudah menduga jika sahabatnya akan bereaksi seperti ini. Tapi memangnya semua ini gara- gara siapa? Jika wanita yang sedang duduk di hadapannya ini tidak pernah memiliki ide gila dan mengenalkannya dengan Kwon Jiyong pasti semuanya tidak akan seperti ini bukan?

“Dara…” desis Bom yang membuat Dara mendongak dan langsung bertemu dengan tatapan tajam dari sahabatnya tersebut.

“Sudah kukatakan aku mencintainya.” Dara kembali menundukkan kepalanya, tidak sanggup untuk menatap Park Bom lagi. Sangat menyedihkan, dirinya terlihat sangat lemah dan dia membenci itu.

“Tidak bisa. Kau tahu kau tidak boleh menyukainya bukan?”

Ya, sejak dulu Dara tahu itu. Sejak sahabatnya Park Bom memiliki ide gila tersebut dan saat pertama kali dirinya mengenal lelaki itu. Namun semuanya telah terlanjur dan dia juga tahu jika dirinya dan Kwon Jiyong tidak akan pernah bisa bersatu sampai kapan pun.

“Lalu kau sudah mengatakannya pada Jiyong?” Tanya Bom lagi. Dara memberanikan dirinya mendongak dan menatap sahabatnya tersebut.

“Belum, tapi kurasa dia sudah tahu jika aku menyukainya.” Dara melihat Bom membelalakkan matanya dan memandangnya dengan tatapan tidak percaya. Lalu sekarang dia harus bagaimana?

Dara mendengar Bom mendesah pelan lalu memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Oh apakah baru saja sahabatnya itu menatap kasihan padanya?

“Dengar Dara. Jika kau menyukainya, pada akhirnya kau lah yang akan terluka dan sebagai sahabatmu aku tidak ingin hal itu terjadi.” Bom menggenggam tangan Dara dan tiba- tiba tatapannya berubah menjadi lembut. Lalu dia melanjutkan, “Namun jika semuanya sudah telanjur apalagi yang bisa kulakukan? Mianhe, semua ini salahku.”

Dara hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri andai saja dia tidak langsung bertatapan dengan mata sahabatnya tersebut. Dia bisa melihat dengan jelas ada sirat perasaan bersalah yang terlukis disana. Dara memang menyalahkannya tapi sesungguhnya dia tidak benar- benar menyalahkan Bom. Sejak awal dirinya lah yang menyebabkan semua masalah ini.

“Lalu apa yang harus aku lakukan?” Dengan sekuat tenaga Dara menahan desakan air mata yang telah ditahannya sejak tadi. Tidak… Dara tidak boleh menangis lagi di hadapan Bom, dia tidak ingin terlihat lebih lemah dihadapannya.

“Ikuti kata hatimu. Jika kau ingin meninggalkannya, tinggalkan sekarang juga. Tapi jika kau ingin bertahan aku juga tidak akan melarangmu. Ingat Dara, jika kau yakin Jiyong tidak bisa mencintaimu, bertahan bukanlah pilihan yang benar. Itu hanya akan lebih menyakitimu.”

—-

Dara berjalan menyusuri trotoar jalanan yang mulai ramai. Hari mulai gelap dan sepertinya dirinya telah pergi terlalu lama. Namun dia juga tidak sanggup jika harus pulang sekarang dan bertemu dengan Kwon Jiyong. Soal Yoonsuk, dia yakin Jiyong pasti sudah mengurusnya. Lagipula Yoonsuk sudah terbiasa ditinggal olehnya sejak dulu. Untuk kali ini saja, dia butuh menenangkan diri.

Jika kau ingin meninggalkannya, tinggalkan sekarang juga. Tapi jika kau ingin bertahan aku juga tidak akan melarangmu. Ingat Dara, jika kau yakin Jiyong tidak bisa mencintaimu, bertahan bukanlah pilihan yang benar. Itu hanya akan lebih menyakitimu.

Kata- kata Bom tadi terus terngiang- ngiang di kepalanya. Dia sangat bingung, dia pikir dengan bertemu sahabatnya semuanya akan menjadi lebih baik. Tapi ternyata dia salah, untuk pertama kalinya Bom benar- benar tidak bisa membantu. Terlebih lagi sahabatnya yang menyebalkan itu malah membuatnya semakin bingung.

Pergi atau bertahan? Arggghhhh….. kepalanya ingin pecah hanya dengan memikirkan dua kata itu.

“Dara…” Tiba- tiba terdengar suara yang sepertinya tidak asing memanggilnya dari arah belakang. Dengan perlahan Dara menoleh dan jantungnya serasa berhenti berdetak ketika melihat siapa yang tadi memanggilnya. Tidak mungkin….

“Oh Tuhan akhirnya aku menemukanmu. Kau tahu betapa sulitnya mencarimu di kota sebesar ini?” Katanya dengan cepat lalu bergegas menghampiri Dara yang masih tercengang di tempatnya.

Dara masih belum bisa berpikir dengan jernih ketika dia merasakan kehangatan yang tiba- tiba menyelimutinya. Dia tersentak kaget ketika menyadari apa yang sedang terjadi, lelaki itu sedang memeluknya. Dengan gerakan cepat Dara mendorong tubuh lelaki tersebut dan mendorongnya sekuat mungkin. Tidak, dia tidak akan mengijinkan lelaki ini untuk menyentuhnya. Tidak, mengingat apa yang telah dia lakukan beberapa tahun yang lalu hingga membuat hidupnya hancur.

“Sedang apa kau disini?” Tanya Dara dengan ketus. Ketahuilah, dia sangat lelah hari ini dan ketika dia sedang ingin menenangkan diri kenapa lelaki ini malah muncul di hadapannya? Lelaki ini, satu- satunya orang yang sangat tidak ingin ditemuinya bahkan di sisa hidupnya sekalipun.

“Aku datang untuk meminta maaf. Aku sungguh menyesal telah meninggalkanmu saat itu.” Dara mendengar ada nada penyesalan dari lelaki tersebut namun tetap saja itu tidak membuat Dara bergeming. Keputusannya sudah bulat, dia sangat membenci lelaki tersebut.

“Jaejoong…” Dara terdiam sejenak ketika menyadari nama lelaki tersebut meluncur begitu saja dari mulutnya. Lalu dia melanjutkan, “Kurasa kita sudah tidak ada hubungan apa- apa lagi. Dan kau sama sekali tidak mempunyai alasan untuk menemuiku.” Dara menatap tajam ke arahnya dan baru saja hendak membalikkan badan ketika dirasakannya lelaki tersebut memegang pergelangan tangannya.

“Kumohon ijinkan aku menjelaskan sesuatu padamu. Kau tahu aku tidak bisa hidup dengan tenang selama beberapa tahun ini. Aku terus memikirkanmu dan anak kita.” Dara merasakan dadanya mendadak sesak ketika mendengar Jaejoong menyebutkan anak kita. Anak kita? Setelah apa yang dilakukannya dulu dan setelah meninggalkan mereka selama beberapa tahun lelaki tersebut masih menganggap Yoonsuk sebagai anaknya? Oh yang benar saja.

Sebelum Dara sempat mengatakan sepatah kata pun, Jaejoong kembali bersuara.

“Aku minta maaf dan aku ingin menebus kesalahanku. Kita bisa memulai semuanya dari awal dan aku janji aku akan membuat kalian bahagia.”

Dara hanya memandangnya dengan tatapan tidak percaya. Semudah itukah dia mengatakannya? Memulai semuanya dari awal? Omong kosong macam apa itu. Kemana saja dia selama ini? Dimana dia ketika Dara dan Yoonsuk benar- benar membutuhkannya?

“Maaf tapi aku tidak bisa.” Kata Dara dingin sambil mencoba melepaskan tangannya dari genggaman lelaki tersebut. Namun Jaejoong tidak bergeming dan semakin mempererat genggamannya.

“Dara, kumohon…”

“Lepaskan dia.” Belum sempat Jaejoong menyelelesaikan kata- katanya tiba- tiba terdengar suara yang sudah tidak asing lagi bagi Dara. Dara mengalihkan pandangannya dan terbelalak kaget ketika melihat Jiyong sedang menatap tajam ke arah mereka. Oh tidak. Apalagi ini?

“Kubilang lepaskan dia.” Jiyong berjalan mendekat dan detik selanjuntnya Dara merasakan tangan kirinya yang bebas ditarik oleh lelaki tersebut. Bagus sekali, dia tidak bisa membayangkan terlihat seperti apa dirinya sekarang. Bayangkan saja, dia sedang berada di trotoar yang ramai dengan dua pria bodoh yang sama- sama menarik tangannya. Konyol sekali.

“Siapa kau?” Kali ini Dara melihat Jaejoong yang sedang menatap tajam ke arah Jiyong. Bukannya melepaskan genggamannya pada tangan Dara, dia malah semakin mempereratnya.

“Aku Kwon Jiyong. Suaminya.” Kata Jiyong dengan memberi penekanan pada setiap katanya. Dara menatap Jiyong dan Jaejoong secara bergantian dan andai saja ada kaca di antara mereka berdua sudah pasti kaca tersebut akan pecah berkeping- keping hanya karena tatapan tajam dari mereka. Astaga… apa- apaan ini.

“Bisakah kalian berdua melepaskanku?” Tanya Dara dengan suara tertahan.

“Tidak.” Kata- kata tersebut meluncur begitu saja dari mulut Jaejoong dan Jiyong secara bersamaan. Dara menatap mereka dengan tatapan tidak percaya. Oh ayolah… mereka sedang berada di tengah- tengah keramaian dan Dara sudah merasakan beberapa orang mulai menatap aneh ke arah mereka.

“Yah! Kubilang lepaskan aku!” Teriak Dara kemudian sambil menarik tangannya dari genggaman kedua lelaki tersebut. Dia benar- benar tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Pertama, lelaki yang sangat tidak ingin ditemuinya tiba- tiba muncul begitu saja dan mengajaknya memulai semuanya dari awal. Dan kedua, lelaki yang tadi pagi membuatnya menangis juga muncul begitu saja dan terlihat…. sangat marah. Lihatlah apa pula maksudnya? Bukankah Jiyong sendiri yang bilang jika dia tidak mungkin menyukainya? Lalu kenapa dia harus marah?

“Kajja kita pulang. Yoonsuk menunggumu.” Ucap Jiyong tiba- tiba lalu menyeret Dara menuju mobilnya sebelum dia sempat bereaksi. Uh oh lihatlah, kenapa lelaki ini selalu melakukan apa saja sesuai keinginannya?

Jiyong membuka pintu mobil untuk Dara dan memaksanya masuk. Dara menyempatkan diri menoleh ke arah Jaejoong dan terlihat lelaki tersebut memandang ke arah mereka dengan ekspresi yang sulit di artikan. Tapi paling tidak dirinya bisa bernafas lega, setidaknya Jiyong telah menyelamatkannya dari lelaki tersebut.

Perjalanan menuju ke rumah mereka lalui dalam keheningan. Baik Dara maupun Jiyong tidak bersuara sedikitpun. Sesekali Dara melirik ke arah Jiyong dan terlihat lelaki tersebut sedang memandang lurus ke depan dengan kening berkerut samar. Apakah Jiyong marah padanya? Tapi untuk alasan apa dia marah?

“Kenapa kau menemuinya?” beberapa menit kemudian Jiyong bersuara memecah keheningan di antara mereka. Dara mengalihkan pandangannya menatap Jiyong lalu balik bertanya, “huh? Apa maksudmu?”

“Kenapa kau menemui Jaejoong?” Kali ini Jiyong bertanya dengan nada yang lebih tinggi dan Dara tidak menyukainya.

“Aku tidak menemuinya. Dia yang datang menemuiku.”

“Lalu apa yang dikatakannya?” Suara Jiyong melemah dan Dara menimang- nimang haruskah dia memberi tahu Jiyong atau tidak. Sepertinya tidak ada salahnya juga jika dia memberi tahu Jiyong, lagipula Jiyong tidak akan merasa cemburu bukan?

“Dia meminta maaf dan memintaku untuk memulainya dari awal.”

“What???!!!” Jiyong berteriak dan saat itu juga Dara merasa tubuhnya terhuyung ke depan karena lelaki bodoh itu menginjak remnya dengan tiba- tiba. Ouchhhh!!! Apa- apaan lagi ini???!!!!

“Katakan sekali lagi. Apa aku tidak salah dengar?” Jiyong menatap tajam ke arah Dara dan itu membuatnya bingung. Apa dirinya salah bicara?

“Apa? Dia memintaku untuk memulainya dari awal?” Jawab Dara ragu yang lebih seperti sebuah pertanyaan. Dara melihat rahang lelaki tersebut mengeras dan tetap menatap tajam ke arahnya. Oh tidak mungkin, apakah Jiyong marah? Lalu kenapa? Dara melihat keluar jendela dan ternyata mereka berada di tempat yang lumayan sepi, hanya ada satu dua mobil yang melintas. Bagaimana jika Jiyong melakukan sesuatu padanya?

“Lalu apa yang kau katakan?”

“Aku belum sempat menjawabnya karena saat itu juga kau tiba- tiba datang.” Dara berbohong, jelas- jelas tadi dia mengatakan pada Jaejoong jika dirinya tidak bisa memulainya lagi bersama lelaki tersebut.

“Jangan temui Jaejoong lagi.” Kata Jiyong dingin sambil mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan.

“Tapi kenapa? Apa masalahmu?”

“Kubilang jangan menemuinya lagi!” Jiyong kembali menaikkan nada suaranya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun. Dara menatap lelaki tersebut dengan heran, dia benar- benar tidak mengerti jalan pikiran Jiyong.

“Kenapa kau selalu melakukan sesuatu sesukamu sendiri huh?” Kata- kata tersebut meluncur begitu saja dari mulutnya sebelum sempat dia menahannya. Dengan cepat Jiyong menoleh ke arahnya dan memandang gadis tersebut dengan sebelah alisnya terangkat ke atas.

“Apa kau pernah memikirkan perasaanku?” Dara melanjutkan dengan suara tertahan. Ya, Jiyong selalu melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri tanpa pernah memikirkan perasaan Dara sedikit pun. Bahkan jika lelaki tersebut ingin menciumnya, dia akan sangat mudah melakukannya dan selanjutnya Jiyong hanya akan meminta Dara untuk melupakannya. Sungguh menyedihkan.

“Kau sama sekali tidak mempunyai hak untuk melarangku, kau tahu itu? Mungkin aku memang istrimu yang sah tapi kau tidak lupa itu hanya karena perjanjian bodoh tersebut bukan? Jadi jangan ikut campur dalam urusanku. Aku akan menemui Jaejoong jika aku ingin melakukannya.”

“Jangan berani- berani melakukannya,Dara.” Jiyong mengatupkan bibirnya rapat- rapat menahan emosinya.

“Wae? Kenapa aku tidak bisa melakukannya hah?!” Teriak Dara sambil memandang tajam ke arah Jiyong. Jiyong sendiri yang bilang jika dia tidak ingin salah paham bukan? Lalu apa maksudnya kali ini?

“Karena aku tidak ingin kau menemuinya!!!” Balas Jiyong tak mau kalah.

“Sudah kubilang itu bukan uru….”

“Aku mencintaimu.” Belum sempat Dara menyelesaikan kalimatnya tiba- tiba terdengar suara Jiyong yang mampu membuatnya terdiam. Dara menatap lurus ke arah lelaki tersebut dan entah kenapa dia melihat ada yang aneh dengan cara pandang Jiyong ke dirinya. Apa itu tadi? Tidak mungkin… pasti dia salah dengar atau mungkin lelaki bodoh ini yang salah bicara.

“A-apa….” Oh sial, Dara mengutuk dirinya sendiri yang harus tergagap di saat- saat seperti ini. Dia mencoba untuk membuka mulutnya lagi tapi tidak ada kata- kata yang mampu keluar dari mulutnya. Sialan, sialan, sialan.

Jiyong mendesah pelan lalu kembali menatap Dara dengan pandangan yang sulit di artikan. Dara menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan lelaki tersebut. Dia tidak mampu menatapnya lagi tanpa harus mengendalikan detak jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat.

“Ini benar- benar melelahkan, kau tahu itu?!! Aku telah memikirkannya sepanjang malam dan aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku!! Otakku terus menolaknya tapi entah kenapa hatiku berkata lain.” Kata Jiyong dengan nada tinggi sambil mengacak rambutnya frustasi.

Lalu dia melanjutkan,

“Kurasa ini benar- benar konyol dan mungkin aku memang sudah gila, Dara. Tapi kupikir aku…. aku mencintaimu.”

Dara memberanikan dirinya untuk mendongak menatap Jiyong dan melihat lelaki tersebut sedang menatap sungguh- sungguh ke arahnya. Tidak mungkin…. apakah Jiyong serius dengan kata- katanya? Dara masih belum bisa bereaksi ketika di rasakannya lelaki tersebut menggenggam tangan kanannya.

“Jadi bersediakah kau melakukannya untukku? Kumohon, jangan pernah temui Jaejoong lagi.”

Dara masih menutup bibirnya rapat- rapat tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Benarkah orang yang sedang memegang tangannya ini adalah Kwon Jiyong? Lelaki yang tadi pagi bahkan berkata padanya bahwa dia tidak mungkin mencintainya? Tapi kenapa….

“Ya! Dara?” Dara mengerjapkan matanya ketika Jiyong melambai- lambaikan tangan tepat di depan matanya.

“Aish… katakan sesuatu. Kau membuatku takut,” Dara kembali mengerjapkan matanya, mengalihkan pandangannya ke arah tangannya yang sedang di genggam Jiyong lalu beralih menatap laki- laki itu lagi. Sungguh, dia tidak bisa berpikir apa- apa sekarang.

“K-kau… a-apa..k-kau bersungguh- sungguh?” Tanya Dara pelan yang hampir terdengar seperti bisikan. Aish…. dia tidak habis pikir jika dia bisa selemah ini di hadapan Jiyong. Bagaimana jika lelaki itu hanya bercanda? Bagaimana jika Jiyong menggodanya lagi?

Dara membelalakan matanya tidak percaya ketika dilihatnya lelaki tersebut mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. Jika Jiyong tidak bercanda apakah ini mimpi? Tidak mungkin….. Jiyong tidak mungkin mencintainya.

“Maaf… aku sangat pusing tadi pagi. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu padamu.” Jadi ini tidak mimpi dan Jiyong tidak sedang bercanda?

Lalu bagaimana dengan Kiko?

Ingin sekali kata- kata itu keluar dari mulut Dara, namun dia menahannya. Bagaimana jika setelah mendengar nama gadis itu Jiyong berubah pikiran?

Dara masih belum menjawabnya ketika Jiyong menarik gadis tersebut ke dalam pelukannya. Dara terkesiap kaget dan hampir saja mendorong Jiyong namun dia mengurungkan niatnya ketika hidungnya mencium aroma maskulin dari lelaki tersebut. Oh sialan, bagaimana mungkin Jiyong bisa menghipnotisnya seperti ini? Sepertinya dia benar- benar terjatuh dalam pesona seorang Kwon Jiyong. Uggghhhhh!!!! Menyebalkan!

“Jangan menemui Jaejoong lagi ne? Kau membuatku khawatir.” Kata Jiyong sambil mengusap pelan rambut belakang Dara. Dara merasakan jantungnya lagi- lagi berdetak sangat keras dan kedua matanya mulai memanas. Oh tidak! Dia tidak boleh menangis. Dia tidak boleh melakukan hal konyol lagi di hadapan Kwon Jiyong.

“Saranghae.” Jiyong mengecup pelan puncak kepala Dara lalu memandangnya dengan tersenyum manis. Dara masih terdiam namun detik berikutnya dia ikut tersenyum sambil mengagguk pelan. Dia bahkan bisa mendengar Jiyong menghela nafas lega lalu kembali menariknya ke dalam pelukan. Entahlah… apakah dia harus bahagia atau tidak. Dara memang mencintai Kwon Jiyong, tapi dia sama sekali belum yakin jika Jiyong akan benar- benar membuatnya bahagia. Bisakah dia mempercayai Jiyong? Lalu bagaimana jika dia sama seperti Kim Jaejoong dan akan meninggalkannya begitu saja?

——

Jiyong merasa hatinya benar- benar lega sekarang. Bahkan dari semalam dia uring- uringan dan dia tahu masalah utamanya adalah Dara, Park Sandara. Entah apa yang terjadi pada dirinya tapi semenjak kejadian malam itu dia merasa ada yang aneh pada perasaannya. Dan saat dirinya bersama Dara, dia sama sekali tidak memikirkan Kiko. Bahkan dia sama sekali tidak peduli dengan gadis itu lagi. Apa dia sudah gila? Ya, mungkin dia memang sudah gila. Bagaimana mungkin dia mencintai Park Sandara, wanita yang dengan mudahnya menghancurkan hidupnya begitu saja. Tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang? Menyangkal perasaannya itu hanya akan membuat dirinya lebih gila dan itu sangat sangat menyebalkan.

Uh oh. Sejak kapan Dara memiliki senyum yang begitu menawan? Dan sejak kapan dirinya bisa terhipnotis oleh senyum gadis itu?

“Wae?” Tanya Dara sambil menatap ke arah Jiyong dengan sebelah alis yang terangkat ke atas. Jiyong tersentak kaget lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalan di depannya. Aishh…. sial! Apakah baru saja dirinya ketahuan sedang mengamati gadis tersebut?

“Jangan menatapku terus. Aku tidak mau mati konyol hanya gara- gara kau menabrak mobil di depanmu itu.” Oh lihatlah, dia kembali menjadi Sandara yang menyebalkan. Baru beberapa menit yang lalu dia tersenyum sangat manis padanya tapi lihatlah sekarang *sigh*

Jiyong memilih untuk diam dan tetap memandang lurus ke depan. Sejujurnya dia sangat membutuhkan udara segar sekarang juga. Entah sejak kapan hanya dengan berada di dekat Sandara mampu membuatnya sesak napas seperti ini. Dia bahkan dengan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menatap bibir mungil gadis tersebut. Sebenarnya apa yang salah dengan dirinya?

Beberapa menit kemudian Jiyong menghentikan mobilnya tepat di depan rumah mereka. Dara melepaskan sabuk pengamannya namun masih tetap tidak bergeming dari posisi duduknya sambil menundukkan kepalanya.

“Bisakah aku mempercayaimu?” Katanya pelan tanpa menatap ke arah Jiyong. Jiyong menatap heran ke arahnya dan detik berikutnya dia tersenyum lebar. Jiyong tahu jika Dara tidak akan menerimanya begitu saja. Dia tahu masa lalunya, pasti tidak akan mudah bagi Dara untuk mempercayai seorang pria lagi. Bodoh sekali, Jiyong tahu jika dirinya sangat menyebalkan tapi setidaknya dia tidak akan pernah sanggup untuk menyakiti Dara. Hanya lelaki bodoh lah yang tega menyakiti seseorang yang sangat dicintainya.

Jiyong melepaskan sabuk pengamannya lalu dengan perlahan menangkup wajah Dara hingga membuat gadis tersebut menatapnya.

“Kau boleh memukulku sepuasnya jika aku menyakitimu.” Kata Jiyong sambil membelai lembut wajah Dara dan gadis tersebut akhirnya tersenyum tipis. Jiyong memang tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun yang pasti dia yakin jika dirinya sangat mencintai Dara. Dia bahkan tidak peduli lagi apa yang telah dilakukan Dara, bagaimana awal mulanya gadis itu bisa tiba- tiba masuk ke dalam kehidupannya. Jiyong sudah tidak peduli lagi.

Jiyong bisa merasakan Dara terkesiap kaget dan membelalakan matanya ketika dirinya mencondongkan wajahnya ke depan. Sungguh, dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Jiyong ingin merasakan bibir mungil Dara lagi atau dia mungkin tidak akan bisa tidur semalaman. Bibir Jiyong dan bibir Dara tinggal berjarak beberapa inchi saja ketika dengan tiba- tiba Dara mendorong tubuh Jiyong. Oh shit!! Ada apa dengan wanita ini?

“Eomma…” Bisik Dara pelan sedangkan Jiyong hanya memandangnya bingung. Eomma?? Apa maksudnya?

“Gawat! Eomma??” Kata Dara dan kali ini terdengar lebih panik. Jiyong mengerutkan keningnya lalu mengikuti arah tatapan gadis tersebut dan saat itu juga dia melihat seorang wanita paruh baya sedang berdiri tak jauh dari pintu rumahnya. Siapa lagi wanita itu? Jiyong yakin dia tidak mengenalnya.

Tapi tunggu dulu… baru saja Dara bilang apa? Eomma??

Jiyong ikut membelalakan matanya ketika menyadari sesuatu. Apa wanita tersebut benar- benar eommanya Dara? Lalu kenapa dia bisa berada disini, di rumah mereka? Aish…. ini bencana, benar- benar bencana.

Jangan lupa selalu tinggalkan komentar yaa. Dan buat applers yang masih setia mengunjungi DGI, terima kasih…. terima kasih banyak…… sayang kalian semuaaaa ^_^

 

<<back next>>

44 thoughts on “ROMANCE TOWN ~ “I Love You” [Part.8]

Leave a comment