[Series] My Everlasting Winter – Part 6

image

Script writer by : ElsaJung

Tittle : My Everlasting Winter

Duration : Series/Chaptered

Rating : PG-13+ (Teen)

Genre : Slice of Life, AU, Drama, Angst, Fantasy

 

Bab 6

“The Second Scheduler”

Langit berubah menjadi cerah. Meskipun suhu udaranya masih sama, tapi hal itu wajar-wajar saja karena musim dingin belum berakhir. Baik Bom, Jiyong dan orang-orang lainnya tampak terheran-heran. Salju tidak pernah turun mengguyur Kota Seoul lagi. Bicara soal Bom, gadis itu sedang memainkan ponselnya di dalam kamar. Bukan ponsel milik Bom, lebih tepatnya ponsel milik saudara kembarnya. Sebenarnya, Bom memakainya untuk menghubungi Jiyong. Baru-baru ini, sifat Jiyong berubah. Ia tak lagi peduli pada hal apapun yang dilakukan Bom. Laki-laki itu benar-benar tidak habis fikir, kenapa gadis yang selama ini diketahuinya-Dara bisa memiliki sifat kejam. Ya, mungkin Jiyong bisa memaafkannya jika Bom hanya memaksa Dara untuk berbohong. Tapi, tidak untuk menjauhinya.

Bukan hanya tak peduli lagi, bahkan Jiyong memutuskan untuk kembali tinggal di rumahnya yang dulu. Rumah yang pernah ditinggalinya sebelum pergi dari Korea. Cukup sudah, Jiyong telah murka dan tak ingin melihat wajah Bom untuk yang kesekian kali. Mungkin Bom bisa berpura-pura menjadi Dara. Ia juga bisa mendapatkan kasih sayang, perhatian dan cinta dari Jiyong meskipun hanya sesaat. Sesungguhnya, di relung hati Jiyong yang paling dalam, ia hanya memikirkan gadis bernama Hye Ji, nama palsu Dara. Tidak jarang juga Jiyong memanggil Dara dengan sebutan Dee’. Tak ada masalah dengan nama sebutan karena Dara sudah terbiasa mendengar Jiyong memanggilnya seperti itu sejak dua tahun lalu. Jiyong merasa hatinya lebih damai saat berdiam diri di dekat Dara dibandingkan Bom.

Sementara itu, Bom bertanya-tanya pada dirinya tentang hal apa yang terjadi saat ini. Kenapa Jiyong tak pernah muncul di hadapannya. Dan, kenapa juga Dara tidak ada di sana pada waktu yang sama. Bom tak berpikir cukup jauh karena ia belum tahu betul mengenai rumah Jiyong yang terletak jauh dari Seoul. Yang Bom tahu, Jiyong tidak memiliki tempat tinggal lain selain rumahnya. Gadis itu termanggu selama beberapa menit sembari terus mencoba menghubungi nomor Jiyong yang tidak aktif. Ia berdecak kesal sesaat, lalu menjentikkan jarinya. Bom tahu kemana dia harus pergi.

“Ji, kurasa kita harus pulang ke rumah. Aku tidak ingin Dara mencarimu. Kalau sampai dia tahu kau pergi denganku, aku yakin gadis itu pasti akan marah besar.” Ujar Dara berjalan dari dapur menuju ruang keluarga sambil membawa beberapa makanan ringan dan secangkir coklat panas untuk Jiyong. Dara duduk di sampingnya dengan raut wajah khawatir. “Apa kau tidak ingin menemui Dara?”

Laki-laki yang duduk tepat di depan perapian itu menjawab dengan singkat. “Tidak sama sekali.”

Dara mengangkat bahunya, kemudian duduk di samping Jiyong. Laki-laki itu merangkul bahu Dara dengan tangan kirinya. Rangkulan Jiyong semakin erat. Ia memberi istyarat pada Dara agar menyandarkan kepala pada bahu lebarnya. Tadinya Dara menggeleng, namun karena Jiyong memaksa, akhirnya ia mau menuruti permintaan itu. Dara tersenyum, sesekali terkekeh geli saat ia menyuapkan makanan ringan ke dalam mulut Jiyong hingga penuh. Keduanya pun tertawa terkekeh bersama.

Gadis itu berdehem, “Ji,” Suara panggilan lembut Dara memecah senyum Jiyong yang seketika berubah menjadi kerutan kening. Dengan kepala yang masih bersandar di bahu Jiyong, ia berkata, “Ji, jangan seperti ini. Aku ingin kita pulang, bukannya menghindari Dara. Entah bagaimana rasanya jika aku menjadi Dara saat ini. Dicampakkan oleh kekasihnya sendiri. Dan, kekasih itu lebih memilih untuk berada di samping gadis lain yang jelas-jelas bukan siapa-siapa. Sekali lagi, jangan seperti ini.”

“Aku memilih berada di dekatmu karena aku memiliki alasan yang cukup kuat.”

“Meskipun begitu, apakah kau masih tetap lebih memilihku?” Tanya Dara menaikkan satu alisnya. “Hubunganmu dan Dara telah berjalan lebih dari tiga tahun. Hal itu sempat tertunda karena kau harus pergi ke USA untuk melanjutkan study-mu. Namun, bukankah kau pernah berjanji sebelumnya, kalau kau tak akan pernah meninggalkan Dara dalam situasi apapun. Entah itu ketika ia membuat masalah, melakukan hal bodoh yang membuatmu marah dan beberapa faktor lainnya. Kau melupakan janjimu?”

Jiyong mengernyitkan dahinya. “Bagaimana bisa kau mengetahui semua itu? Tentang Dara dan aku? Bagaimana kau bisa tahu jika hubungan kami telah berjalan lebih dari tiga tahun? Study-ku dan janji-janji yang sempat kuucapkan dulu? Jung Hye Ji, apakah Dara pernah bercerita padamu?” Jiyong benar-benar tidak mengerti, bagaimana Dara bisa mengetahui semua hal itu, padahal mereka baru berteman kurang lebih satu bulan yang lalu. Hal ini sangat aneh baginya.

Bodoh! Dara mengutuk dirinya sendiri dengan segala kebodohannya. Ternyata sifat buruk sejak masih hidupnya tetap ada meski ia telah meninggal dan berganti badan. Tidak seharusnya Dara ber-bicara seenak jidat dikala sedang berpura-pura hanya karena terlalu kesal kepada sikap keras kepala Jiyong. Dara sangat senang jika Jiyong bersamanya. Tapi, Dara palsu tengah menderita sekarang. Apalagi Dara tak akan membiarkan Bom mengoyak tubuhnya ketika bertemu nanti.

Ia menatap Dara secara rinci dari jarak yang begitu dekat. Jiyong memfokuskan pandangannya pada sepasang mata Dara yang memang telah menjadi sebuah ciri khas tertentu dari dirinya. Dara menatap balik Jiyong. Ia menggaruk lehernya yang tak gatal sama sekali karena gugup. Jarak mereka amat sangat dekat. Bahkan, Dara sampai bisa merasakan hembusan nafas Jiyong yang memburu seiring dengan laju detak jantungnya. Jiyong mempererat pelukannya. Ia menarik Dara lebih dekat dengan tubuhnya. Tidak lama setelah itu, Jiyong juga membuat jarak antara wajahnya dengan wajah Dara semakin dekat. Kedua mata Dara perlahan tertutup saat bibir Jiyong menyentuh bibirnya lembut.

Dara merasa nafanya tersendat. Sekian lama setelah ia berpisah dengan Jiyong, mungkin sekitar dua tahun lalu, laki-laki itu tak pernah melakukan hal seperti ini sekalipun. Kalaupun pernah, ia tidak melakukannya tepat di bibir. Hanya di pipi, kening, ujung kepala, atau mata. Hal ini mengingatkannya pada beberapa kenangan-kenangan yang sempat terpendam. Dara berpikir, apakah Jiyong akan melaku-kan hal yang sama pada setiap gadis? Dan, jawaban yang didapatnya, tentu saja tidak. Dara memang tak mengetahui jawaban itu secara langsung. Tapi, Dara sangat yakin, Jiyong melakukannya karena satu hal, ia melihat diri Dara berada di dalam tubuh seorang gadis yang bernama Jung Hye Ji.

“Ma-maaf.” Ujar Jiyong tiba-tiba melepaskan ciumannya.

Keduanya terdiam cukup lama. Jiyong terlihat salah tingkah karena dia-lah yang memulai ciuman itu. Sedangkan Dara, ia juga terdiam tidak tahu harus melakukan hal apa saat ini. Sebenarnya, Jiyong melakukan ciuman itu bukan tanpa alasan. Ia merasakan beberapa keanehan saat menatap Dara dari jarak yang sangat dekat. Wajah gadis yang dikenalnya bernama Hye Ji, berubah menjadi wajah Dara yang asli selama beberapa menit. Entah bagaimana bisa wajah seseorang berubah secara tiba-tiba. Sungguh, hal ini berhasil membuat Jiyong penasaran dan bertanya-tanya.

“Baiklah, GD. Jika kau tidak ingin pulang ke rumah Dara, biarkan aku pergi kesana sekarang.” Seru Dara menepis lembut tangan Jiyong yang masih melekat di bahunya, kemudian mulai beranjak. Ia tersenyum sejenak sebelum meninggalkan laki-laki yang menatapnya bingung. “Aku akan mendatangi Sungai Cheonggyeche terlebih dahulu. Setelah itu, aku akan kembali tinggal di rumah Dara. Rasanya memang tidak sopan, mengingat aku telah melakukan hal yang dibenci Dara. Tapi, tak ada salahnya untuk mencoba, bukan? Aku akan berjalan kaki, tidak perlu mengkhawatirkanku.”

Jiyong tercengang mendengarkan ucapan Dara. “Kita tinggal di luar Kota Seoul, dan ini sangat jauh. Kau tidak mungkin pergi kesana sendirian hanya dengan berjalan kaki, Hye Ji. Ini bukan lelucon? Apakah ada yang salah dengan kalimatmu?” tanya Jiyong tak percaya. Dara menjawabnya dengan satu gelengan kepala dan juga senyuman tipis dari bibir merahnya. “Tunggu di sana! aku ikut denganmu.” Dengan cepat, Jiyong segera meraih mantel musim dinginnya.

“Sebelum kau pergi, tenangkan pikiranmu terlebih dahulu. Kau pergi karena mengkhawatirkanku, bukan karena kau sudah memaafkan Dara. Aku tidak menginginkannya, GD. Bukalah hatimu, aku yakin kau masih memiliki kata maaf di sana. Aku bukan kekasihmu. Dara lebih berarti dariku. Sadar-kan dirimu. Aku akan pergi.” Balas Dara melambaikan tangannya.

Sebenarnya, jika boleh jujur, di relung hati yang paling dalam, Dara ingin tinggal lebih lama ber-sama Jiyong di rumah itu. Dara hanya ingin tinggal berdua untuk beberapa minggu kedepan sampai dia pergi. Ya, ini adalah tanda jika Dara telah menyerah dalam memenuhi persyaratan itu. Dan, dia telah berjanji untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin sebelum semuanya terlambat. Namun, Dara juga tidak ingin menjadi orang yang egois. Ia harus bisa membiarkan Jiyong dan Bom bersama dalam waktu yang lebih lama agar laki-laki itu bisa tegar saat Dara meninggalkannya. Meskipun Jiyong tak tahu jika ia adalah Dara yang sesungguhnya, tapi bukan berarti hati laki-laki itu akan berbohong.

Saat ini, hanya ada satu hal yang akan dilakukannya untuk menyatukan Jiyong dan Bom. Mungkin, Dara membutuhkan seorang saudara yang begitu mengenalnya sebelum ia meninggal. Seseorang itu memiliki marga yang berbeda. Ia bukan saudara kandung Dara. Mereka dilahirkan dari Ayah dan Ibu yang juga berbeda. Dan, hal yang perlu diingat, orang itu bukan perempuan melainkan, laki-laki. Ya, Dara memang tidak hanya berhubungan baik dengan saudara perempuannya saja, tapi dengan saudara laki-lakinya juga. Maka dari itu, semua orang menyukainya.

***

Seorang laki-laki berjalan menyusuri pinggiran jalan Kota Seoul bersama perempuan cantik yang sedang bermain dengan kameranya. Kedua orang itu tampak sedikit asing dengan Kota Seoul. Mereka bukan orang asing, hanya saja selama tiga tahun kebelakang ini mereka tinggal di Perancis dan menja-di seorang desainer baju di sana. Tak ayal jika mereka memiliki selera fashion yang tinggi. Laki-laki itu memakai sweater hitam dipadukan dengan kemeja biru tua kotak-kotak yang dibiarkan terbuka. Ia menambahkan sebuah mantel bulu sebagai hiasan akhir. Tidak hanya itu, pada bagian bawah, dia me-makai celana jeans hitam dengan boots coklatnya. Sedangkan gadis yang berdiri di sampingnya lebih memilih untuk memakai dress berwarna soft pink dilapisi dengan rajutan renda-renda berwarna merah. Ia menggunakan heels coklat bertali dengan gaya western yang tampak begitu sempurna.

Laki-laki itu bernama Byun Baekhyun. Gadis yang berjalan beriringan dengannya bernama Seo Taeyeon. Mereka berdua adalah pasangan kekasih yang baru saja tiba di Seoul beberapa jam lalu. Baekhyun kembali ke Korea untuk bertemu dengan saudaranya sekaligus memperkenalkan Taeyeon pada anggota keluarganya yang lain. Ia juga datang karena ikut berduka cita atas meninggalnya Dara.

Baekhyun memang tidak terlalu pandai mengingat. Sedangkan Taeyeon belum pernah menetap di Seoul. Oleh karena itu, mereka tampak linglung mencari jalan menuju tempat tujuannya. Pada waktu yang bersamaan, Taeyeon memanfaatkan waktunya untuk memotret pemandangan Kota Seoul yang menurutnya begitu indah. Ia telah mengambil beberapa gambar. Ada gambar Namsan Tower yang di-ambilnya saat ia menaiki bus Seoul. Sungai Han yang diambilnya saat beristirahat. Dan terakhir, yang paling dikaguminya, sungai buatan besar bernama Sungai Cheonggyeche.

Setelah mengambil gambar Sungai Cheonggyeche, ia menunjukkannya pada Baekhyun. “Indah?”

“Siapa?” tanya Baekhyun menarik kamera Taeyeon. “Sungai itu atau gadis yang kau potret?”

“Keduanya. Mereka serasi bukan. Gadis itu menawan. Dia juga sangat cantik.” Puji Taeyeon.

Alis Baekhyun terangkat sebelah. “Dia terlihat kesepian. Lebih baik kita mengajaknya berbicara.”

Taeyeon dan Baekhyun berjalan menghampiri gadis yang mereka bicarakan. Sesaat sebelum Taeyeon melangkah lebih jauh, ia kembali menatap kameranya sejenak. Dilihatnya gadis dalam gambar itu dengan seksama. Taeyeon memiringkan kepalanya mencoba berpikir. Bukankah tidak ada cahaya apapun di sekitar gadis itu saat ia memotretnya tadi? Lalu, bagaimana bisa hasil gambar Taeyeon berubah begitu saja? Taeyeon melihat jika lensa kameranya hanya tertuju pada gadis itu. Taeyeon melihat ada cahaya yang sangat terang mengelilingi tubuh gadis itu. Ini sangat aneh.

“Nona, maaf, aku tidak bermaksud mengganggu. Tapi, bukankah cuaca hari ini cukup dingin? Kenapa kau berdiam diri di sungai ini?” Baekhyun menepuk bahu gadis yang pertama kali dilihatnya dari kamera Taeyeon. Dia kembali mengulangi pertanyaan yang sama karena gadis itu tidak kunjung menjawab. Baekhyun mencoba menggunakan bahasa lain, barangkali gadis itu pendatang baru negara asing. “I’m sorry. Excuse me, am I disturb you?” Tambahnya lagi berharap gadis itu mengerti.

Sementara itu, Taeyeon yang masih terfokus dengan kameranya pun mengalihkan pandangan dan mengalungkan kamera itu di lehernya. Taeyeon memperhatikan seseorang yang duduk diam tepat di hadapannya dengan teliti. Ia memang belum pernah bertemu dengan gadis dalam gambar itu, tapi ada satu hal yang membuatnya ingat. Beberapa waktu lalu, Baekhyun memperlihatkan foto kedua saudara-nya yang kembar bernama Dara dan Bom sebelum berita kecelakaan itu menyebar. Lagi-lagi, bagian mata dari sepasang saudara kembar itulah yang tampak sangat mencolok. Dan, menurut pemikiran Taeyeon, gadis dalam kamera itu memiliki mata yang sama seperti saudara Baekhyun.

“Nona,” Pangil Taeyeon ikut membantu Baekhyun yang sedari tadi memanggil gadis itu.

“Ya? Kenapa?” Gadis itu terkejut saat Taeyeon melambaikan tangan tepat di depan matanya. “Ada yang bisa kubantu? Maaf, temanmu tadi memanggilku, namun aku tidak menghiraukannya.”

Taeyeon menundukkan badannya. “Namaku Kim Taeyeon dan dia kekasihku, Byun Baekhyun.”

“Namaku Jung Hye Ji.” Ujar gadis bernama asli Sandara itu. “Tunggu dulu, Baekhyun?!” sahutnya.

Seseorang yang mengakui dirinya sebagai kekasih Baekhyun itu bertanya, “Apakah ada keanehan?”

Ya, Dara memang merasakan adanya sedikit keanehan saat ia mendengar suara seorang laki-laki memanggilnya beberapa menit lalu. Suara khas itu sangatlah familiar. Tentu saja, karenya pemiliknya adalah Baekhyun, saudara sepupunya sendiri. Tak aneh bila Dara terkejut. Ia sangat merindukan Baekhyun. Mereka tidak bertemu sekitar tiga tahun lamanya. Jujur, sekalipun Dara belum pernah bertemu apalagi mengenali Taeyeon yang memperkenalkan diri sebagai kekasih Baekhyun.

Berhubungan dengan Baekhyun, Dara tidak menjawab panggilannya karena ia sedang dalam suatu keadaan yang sangat rumit, dimana dirinya harus memilih ingin bersenang-senang terlebih dahulu tapi akan ada seseorang yang mendapatkan kesusahan setelahnya. Atau, lebih memilih berkorban dan ber-sedih diawal, namun akan ada seseorang yang menuai kebahagiaan dari hasil penderitaannya. Hal itu berhubungan dengan Bom yang menyamar menjadi dirinya. Dara memang hanya akan hidup selama dua bulan kedepan dan kembali meninggal untuk yang kedua kali setelahnya jika ia tidak bisa meme-nuhi persyaratan. Tapi, Bom pasti akan hidup lebih lama dari Dara dalam keadaan menyamar. Dara tidak ingin Bom hidup diiringi dengan kemarahan dari orang-orang yang ada disekitarnya, akibat dari sifat buruknya sendiri. Tak ada yang bisa menolong Bom kecuali dirinya sendiri dan juga Dara. Saat inilah Dara akan mencoba membuat kehidupan Bom selanjutnya bisa lebih baik. Mungkin.

Dara menyipitkan sebelah matanya saat melihat Taeyeon menatapnya dalam-dalam. Tatapan itu lebih pantas disebut tatapan mengintrogasi daripada tatapan biasa. Dari tatapan Taeyeon, Dara dapat menyadari jika gadis itu menyimpan rasa penasaran yang tinggi terhadapnya. Mungkin karena Dara terlihat sangat familiar untuknya. Atau, Baekhyun pernah bercerita tentangnya kepada Taeyeon. Dua hal itu terus berputar-putar di otaknya. Dara balas menatap Taeyeon. Sedangkan Baekhyun yang se-belumnya berdiri membelakangi mereka berdua segera membalikkan badannya karena merasa aneh akan kesepian yang tiba-tiba menyelimutinya.

“Taeyeon! Kau sangat tidak sopan. Jangan menatap orang seperti itu. Lihatlah, karena kau, dia menjadi canggung. Jadilah gadis yang baik dan jangan membuatku malu atau pun marah!” Gerutu Baekhyun kesal dengan nada sedikit berbisik sembari menarik tubuh Taeyeon menjauhi Dara. “Nona, maafkan aku,, kekasihku tidak bisa menjaga sifatnya. Atas nama Taeyeon, aku meminta maaf.” Kini, Baekhyun mengalihkan pandangannya pada Dara. “Maafkan aku, nona.” ulangnya kembali.

“Ah, nona, aku meminta maaf karena melakukan hal yang tidak sopan.” Seru Taeyeon.

“Tak apa, aku tidak merasa terganggu sama sekali. Adakah yang bisa kubantu?”

Baekhyun segera mengambil alih pembicaraan. “Nona, aku mencari alamat rumah saudaraku.” Jawab Baekhyun menunjukkan selembar kertas putih berisikan alamat rumah yang didiami Bom. “Ia tinggal tak jauh dari tempat ini. Tiga tahun sudah aku tak mengunjungi Korea. Sedangkan Taeyeon belum pernah tinggal di Seoul sebelumnya. Akan kuperjelas, saudaraku bernama Sandara. Apakah kau pernah mendengar namanya?” tambah Baekhyun diiringi dengan senyuman.

“Sandara? Kami berteman baik. Ayo, aku akan mengantar kalian.” Ujar Dara segera beranjak.

“Benarkah? Terima kasih, nona.” Seru Baekhyun dengan mata berbinar kegirangan.

Dengan wujud yang sekarang, tak ada satupun orang dapat mengenali Dara, memang seharusnya begitu. Min Joo, Jiyong, Tuan Park, Bom dan lainnya. Hanya Nonya Par yang tahu siapa Dara.

***

Dara mengangkat tangannya bermaksud untuk meraih kenop pintu rumah Keluarga Park. Ia benar-benar gugup. Bagaimana jika Bom yang membukakan pintu itu, lalu menyerang Dara secara tiba-tiba karena gadis itu membawa Jiyong pergi selama beberapa hari. Akan ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Ya, Dara tahu, ia sedang menyamar menjadi seorang Jung Hye Ji. Dan dengan lancang-nya Dara merebut Jiyong begitu saja sampai laki-laki itu marah padanya. Ini masalah yang besar. Semua mungkin akan lebik baik jika Jiyong memaafkan Bom dan pulang untuk mempermudah situasi.

Sementara itu, Bom sedang berada di dalam kamarnya. Hampir setengah hari dia mencoba meng-hubungi Jiyong yang tak pernah menjawab telfonnya. Bom hampir gila karena semua ini. Ada satu hal yang Bom tidak ketahui sejak hari pertama Jiyong menghilang. Ia tak pernah tahu hal apa yang mem-buat semua ini terjadi. Ia pun juga tak tahu kemana Jiyong pergi. Bahkan, Bom sudah berkunjung ke Rumah Keluarga Kwon, tapi tetap saja Jiyong tak ada di sana. Hal yang paling mencengangkan dan juga mengejutkan untuknya adalah baik Tuan ataupun Nyonya Kwon tak tahu dimana Jiyong berada.

Satu nama tiba-tiba terbesit melintas di otak Bom. Jung-Hye-Ji. Jung Hye Ji atau Dara, menurut Bom, gadis itu sangat dekat dengan Jiyong. Ada suatu angan-angan yang mungkin terjadi, mereka berdua pergi bersama. Semua hal yang berhubungan dengan Jiyong, pasti ada kaitannya dengan Dara. Ya, ini tak salah lagi, gadis itu yang telah membawa Jiyong pergi. Sekarang, Bom akan mencarinya dimana pun ia bisa mencari Dara. Tidak mudah memang menemukan Dara di tengah kepadatan Kota Seoul. Tapi, Bom harus melakukannya karena hanya memiliki satu tujuan, membawa Jiyong kembali. Dan, Bom memiliki sebuah janji yang harus dilakukannya. Setelah bertemu Dara nanti, ia akan menyeret gadis itu dan membuat perhitungan agar tidak melakukan hal yang sama.

“Sandara! Buka pintunya! Aku Baekhyun.” Teriak Baekhyun dari luar dengan lantang.

Bom menggerutu kesal karena ada satu penghalang yang mengganggunya. “Aish, tak bisakah dia tidak datang disaat aku hendak melakukan hal yang penting? Mengapa juga Baekhyun harus datang?! Aku tidak mengharapkan kedatangan siapa pun selain kedatangan Jiyong. Apa semua orang dicipta-kan untuk menjadi seorang pengganggu layaknya Baekhyun dan juga si menyebalkan Hye Ji? Aku tak mengerti kenapa Jiyong bisa berteman dengannya. Jangan katakan jika Baekhyun akan menginap.”

Bom terus menggerutu sembari melangkah dan menuruni tangga menuju lantai dasar tempat pintu masuk berada. Tak aneh jika Bom begitu membenci Baekhyun. Ia tidak pernah menyukai orang mana pun selain Jiyong. Bahkan Bom membenci kedua orangtuanya sendiri. Bom tak akrab dengan siapa pun. Ia tidak memiliki teman karena semua orang membencinya dan begitu pula sebaliknya. Kepribadian Bom adalah sesuatu yang tak bisa ditebak. Meskipun Bom jahat, namun dia selalu bisa mendapatkan semua hal yang diinginkannya untuk menjadi miliknya. Tapi seharusnya, Bom dapat mengingat jika Tuhan selalu bersikap adil pada hambannya. Sayangnya, Bom tak tahu akan hal itu.

Gadis itu telah meraih kenop yang sekarang ada di genggamannya. Bom menarik pintu kayu yang penuh ukiran itu ke dalam. Perlahan, tampahlah tiga orang manusia berdiri tegak di hadapannya. Satu laki-laki yang tersenyum ceria sembari melambaikan tangannya, siapa lagi dia jika bukan Baekhyun. Dua orang gadis muda yang cantik. Satu diantaranya memakai dress berwarna soft pink. Gadis dengan dress itu tersenyum ramah, kemudian menundukkan kepalanya sopan, bermaksud memberi hormat, ia bernama Taeyeon. Gadis terakhir memakai pakaian putih bersih dengan sepatu flat berwarna senada, rambut terurai rapi, lengkap menggunakan pita berukuran sedang. Gadis itu diam seribu bahasa. Dara tidak berani menatap mata Bom meskipun hanya sedetik. Ia benar-benar takut.

Bom memandangnya sinis. “Kau rupanya.” Ujarnya malas.

“Dara! Aku sangat merindukanmu.” Baekhyun merangkul tubuh Bom erat-erat.

“Ah!” Bom terkejut, membelalakkan matanya. “Aku juga merindukanmu, sangat merindukanmu. Kau tinggal di,” Bom berusaha mengingat-ingat tulisan tangan Dara yang ada di dalam buku catatan. Dia tahu semua tentang kehidupan Dara karena ia telah membaca buku itu. Tidak aneh bila hanya ada sedikit orang yang curiga padanya. “Di Paris selama tiga tahun, kurasa. Dan kau, menjadi desainer di sana. Maaf, aku tidak begitu ingat. Lalu, siapa gadis cantik yang berdiri di dekatmu?”

Baekhyun menarik Taeyeon agar sejajar dengannya. “Gadis ini bernama Kim Taeyeon. Aku ingin mengajaknya tinggal disini sampai acara pernikahanmu selesai. Kau pasti terkejut bagaimana caraku bisa mengetahuinya. Jiyong menghubungiku beberapa hari yang lalu. Ia berkata tak lagi bisa menjagamu untuk beberapa hari kedepan. Sebenarnya aku sangat sibuk. Tapi, direktur perusahaan membiarkanku dan Taeyeon untuk cuti. Aku bercerita terlalu banyak. Taeyeon adalah kekasihku.”

“Dia cantik,” Bom tersenyum tipis. “Jiyong memintamu? Bisa kau ceritakan hal itu?”

Kening Baekhyun berkerut. Ia merasa ada sedikit keanehan dalam diri Dara paslu itu. Setahunya, Dara tidak pernah tampak gugup saat Baekhyun memeluknya. Dan satu hal lagi yang sangat aneh me-nurut Baekhyun, Dara tahu semua tentang dirinya, ia bekerja menjadi apa, dimana, dan berapa lama hal itu terjadi. Dara yang sekarang terlihat berbeda. Bahkan, Bom membuat semuanya tampak begitu jelas. Seberapa pun usaha Bom untuk berubah menjadi seorang Sandara, ia pasti tidak bisa melaku-kannya karena sifat keduanya sangat bertolak belakang. Baekhyun memang baru betemu dengan Dara setelah sempat terpisah selama tiga tahun. Tapi, bukan berarti Baekhyun lupa sifat gadis itu.

“Um, ia berkata, ada satu masalah yang membuatnya tidak bisa bertemu denganmu. Seingatku, dia mengucapkan beberapa kalimat lagi sebelum menutup sambungan telfonnya. Jika aku tidak salah, ada sebuah kalimat dimana di dalamnya terdapat sebuah kata yang cukup aneh bagiku. Kurasa, saat ini dia sedang bersama gadis lain. Jiyong berkata, ‘Bisakah kau menjaga Dara? Aku harus pergi bersama-

Ucapan Baekhyun terpotong karena ia mendengar suara gesekan antara alas kaki dengan lantai. Dia menengok kebelakang dan menepati Dara telah membalikkan badan mengambil aba-aba untuk pergi. Baik Bom, Taeyeon, maupun Baekhyun, tidak ada yang tahu, kenapa Dara tiba-tiba beranjak begitu saja. Taeyeon sempat berpikir, apakah Dara marah karena tidak seorang pun mengajaknya berbicara? Namun, hal itu terdengar mustahil. Seseorang yang tampak lembut seperti Dara tidak mungkin marah hanya karena suatu perkara kecil. Taeyeon mencoba berpikir lebih jauh. Mungkin, Dara mengetahui sesuatu tentang masalah Jiyong atau hal lain yang berhubungan dengan laki-laki itu.

Dipihak Dara, ia hendak pergi karena tak ingin Bom bertanya hal-hal yang berhubungan dengan Jiyong karena tidak memiliki alasan yang cukup dimengerti. Bukannya Bom percaya, Dara takut gadis itu malah semakin curiga padanya. Oleh karena itu, lebih baik ia pulang daripada harus menerima se-buah resiko yang tak terduga. Tentunya resiko itu dapat dicegah sejenak karena ada Baekhyun dan Taeyeon di sana. Jadi, tidak mungkin Bom akan melakukan hal-hal aneh. Tapi, tetap saja Dara memilih untuk pergi. Dan, hal itu tercegah saat Bom menepuk bahunya.

“Kau mau pergi kemana? Bukankah tidak baik jika kau beranjak saat ada seorang teman yang ber-kunjung. Aku sangat yakin kau masih ingin mengenalnya lebih dekat. Kita berdua teman, bukan? Aku dan kau, kita hampir seperti saudara. Masuklah, aku akan meminta Bibi Kim untuk membuatkanmu minuman segar.” Ujar Bom berjalan mendekati Dara. Taeyeon dan Baekhyun sudah masuk ke dalam terlebih dahulu. Bom mendekatkan bibirnya ke telinga Dara. “Jangan coba-coba untuk menghindar dariku. Kau tidak akan pernah bisa lari, Jung Hye Ji.” Ancamnya dengan nada berbisik.

Di waktu yang bersamaan, namun di tempat berbeda-Jiyong dalam posisi tetap masih sama saat Dara meninggalkannya, lebih tepatnya meminta izin untuk kembali ke Seoul dan menemui Bom. Sungguh, Jiyong tidak bisa mencerna seperti apa dan bagaimana pola pikir Dara. Sudah jelas jika Bom telah melarang Dara untuk tidak menatap apalagi berbicara dengan Jiyong, tapi bagaimana bisa gadis itu masih tetap rendah hati? Seiring berjalannya waktu, ada beberapa perbedaan yang semakin lama semakin terasa aneh dan begitu menonjol. Jiyong sangat menyadari hal itu.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati Jiyong. Ia khawatir pada keadaan Dara. Menurut firasatnya, akan ada hal buruk yang segera menimpa gadis itu dalam waktu singat. Tentu saja Jiyong tak akan membiarkan dirinya tinggal diam. Dara memang seharusnya dilindungi. Kini, sirna sudah nama Bom dari otak Jiyong. Bahkan, saat ini Jiyong dengan tidak sengaja telah menganggap Dara sebagai kekasihnya sendiri. Tak hanya itu, wajah Dara samar-samar telah berubah seperti Dara yang dulu lagi disaat Jiyong menatapnya secara rinci. Hal terparah, ia mengurungkan pernikahannya.

Beberapa hari lalu, Jiyong bermimpi. Menurut Jiyong, mimpi itu adalah mimpi teraneh yang pernah dialaminya. Dalam mimpinya, Jiyong seperti melihat peristiwa kecelakaan yang menimpa Dara sampai ia kehilangan nyawanya. Jiyong dapat melihat dengan jelas, hal apa yang terjadi pada mobil Dara. Semuanya diulang dengan sangat rinci dan hanya tertuju padanya seolah-olah ada sesuatu dibalik peristiwa kematian Dara. Dan, dalam mimpi anehnya tersebut, Jiyong bertemu dengan Dara, gadis itu mengenakan pakaian berwarna putih. Di samping Dara berdiri seorang makhluk laki-laki bertubuh menyerupai manusia, namun dengan wujud yang lebih menyeramkan.

Di sana, Dara mulai membuka mulutnya, mencoba untuk berbicara. Mungkin, ada hal yang perlu Dara perjelas tentang kematian Bom, pikir Jiyong. Gadis itu berkata, Aku dan mobilku bernasib sama, diwaktu yang sama. Dinginnya udara mengiringi semua ini. Hanya dengan sebuah kalung berliontin air mata aku pergi. Pergi ke dunia baru yang membuatku diasingkan di atasnya. Membuatku serasa menderita setiap detiknya. Kesalahan terjadi saat ini. Waktu begitu singkat, selamatkan aku.

Kalimat-kalimat itu, Jiyong tak bisa mengerti apalagi mencernanya. Mungkin, ia sedikit mengerti kalimat terakhir yang diucapkan gadis itu. Waktu begitu singkat, selamatkan aku? Jiyong melihat gadis berwajah sama seperti seseorang yang dikenalnya. Masalahnya, Jiyong tidak bisa memastikan siapakah gadis itu. Dara atau Bom? Jika seseorang yang meninggal dalam kecelakaan adalah Bom besar kemungkinan bahwa dia memang Bom. Bom memita pertolongan, untuk apa? Kesalahan terjadi? Jiyong tidak mengerti, kesalahan, maksud dari kalimat itu? Tapi, hal yang lebih membingungkan, Jiyong sangat yakin jika gadis itu adalah Dara. Namun, bukankah Dara masih hidup. Lalu?

Jiyong segera mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di sebuah meja kecil. Dia akan mecoba memaafkan Bom setelah tahu, siapa gadis dalam mimpinya itu. Kenapa hal ini berhubungan dengannya? Ya, karena hanya ada dua pilihan, Bom dan Dara. Jiyong akan bertanya-tanya tentang kecelakaan itu. Ia memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap mimpinya tersebut. Jiyong memang tahu sepenuhnya jika itu hanya mimpi. Tapi, itu bukanlah mimpi biasa. Mimpi ini menyimpan rahasia.

Saat Jiyong membuka pintu rumahnya, ia terkejut karena ada seorang laki-laki dengan tinggi sejajar, wajah tampan dan postur tubuh yang bagus berdiri di hadapannya. Laki-laki itu tersenyum lebar pada Jiyong. Sebenarnya, Jiyong sedikit kebingungan karena pagar rumahnya telah terkunci rapat, tapi bagaimana bisa orang asing seperti laki-laki itu bisa masuk ke dalam?

“Hai! Namaku Song Mino. Kau pasti terkejut saat melihatku karena kita belum saling mengenal satu sama lain sebelumnya. Aku teman Jung Hye Ji. Kudengar, dia tinggal di rumah ini, benar? Bisakah aku bertemu dengannya? Tenang saja, aku bukan orang jahat. Bahkan, jika kau tak yakin aku teman Hye Ji, kau boleh menanyakan hal ini padanya.” Mino tersenyum lebar.

Jiyong memandang Mino dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bukannya ia tak percaya pada laki-laki itu, hanya saja Jiyong memiliki kesan yang berbeda saat berhadapan dengannya. Ia merasakan adanya aura yang berbeda di dalam diri Mino. Hal ini terjadi saat Jiyong bertemu dengan sosok seram yang ada dimimpinnya. Mereka berdua memiliki aura yang sama. Di balik senyum cerahnya, Mino memiliki sorot mata tajam yang mengerikan jika Jiyoong bisa melihatnya lebih jelas.

“Maaf, Hye Ji tidak ada di rumah ini. Dua jam lalu, ia memutuskan untuk pergi ke rumah Dara, kekasihku. Mereka memiliki masalah yang harus diselesaikan secepat mungkin. Dara tinggal di Seoul. Sekarang, aku hendak menyusulnya. Bagaimana jika kau ikut denganku? Aku tidak akan membiarkan teman Hye Ji tersesat begitu saja.” Jiyong berdecak, kemudian disusul sebuah senyuman damai. “Tidak perlu takut atau sungkan, aku juga bukan orang jahat.”

“Sebelum pergi, bolehkah aku tahu?” Mino menahan tangan Jiyong yang hendak menarik bahunya. “Apakah kau mengenal Dara cukup lama? Aku belum pernah mendengar namanya seumur hidupku. Um, aku bertanya seperti ini bukan karena aku tertarik pada kekasihmu. Bisakah kau menjelaskan, seperti apa kepribadian gadis bernama Dara tersebut?”

Mata Jiyong sedikit menyipit, lalu ia tersenyum. “Kau akan mengetahuinya sebentar lagi.”

Di dalam mobilnya, Jiyong bercerita segala sesuatu tentang Dara dua tahun lalu yang masih dikenalinya. Ia bercerita tentang kebaikan Dara, hal-hal yang disukai Dara, juga kebodohan kecil Dara. Jiyong menceritakan semua itu sembari terkekeh geli. Di sampingnya, Mino mendengarkan dengan seksa-ma. Beberapa menit setelahnya, ekspresi wajah Jiyong berubah menjadi sedikit murung ketika ia mengi-ngat perubahan sifat Dara palsu yang sangat drastis. Bukan hanya ekspresi wajahnya saja yang mulai berubah, namun begitu juga dengan Mino. Laki-laki itu mengerutkan keningnya.

Kwon Jiyong. Dialah laki-laki yang Mino cari. Seunghyun memintanya datang ke alam manusia untuk melindungi dan menjaga Dara, mencegah Bom melakukan hal-hal yang berbahaya, serta mem-bantu Jiyong agar laki-laki itu bisa secepatnya tahu, seperti apa kebenaran dibalik kecelakaan sebulan setengah lalu. Sebenarnya, Seunghyun telah memberi Jiyong pertunjuk melalui mimpi. Jiyong juga telah mengetahui perubahan sifat Bom. Tetapi, Mino merasa bahwa Jiyong belum bisa mengerti. Maka, tak banyak hal yang bisa dilakukannya selain terus menuntun Jiyong.

***

Mino dan Jiyong berjalan memasuki rumah Dara. Mereka berdua mendengar sedikit kegaduhan di lantai atas. Jiyong melangkahkan kaki untuk menaiki tangga–mendahului Mino yang tertinggal jauh di belakangnya. Di ujung tangga, pandangan Jiyong mengarah pada ruang keluarga. Ia melihat Baekhyun, Bom, Dara dan salah seorang gadis asing yang belum dikenalnya, Taeyeon. Mata Jiyong sedikit menyipit saat ia menyadari satu hal, Dara tampak ketakukan ketika Bom memperhatikannya.

Baekhyun, Bom dan Taeyeon memang sedang berbincang-bincang bersama. Sedangkan Dara, ia hanya duduk diam, menundukkan kepalanya serta melihat ke bawah. Saat pembicaraan terhenti biasa-nya Bom akan menajamkan tatapannya bermaksud memberi ancaman agar Dara tidak beranjak dari duduknya. Bom benar-benar ingin menghabisi Dara ketika Baekhyun dan Taeyeon pergi meninggal-kannya. Kali ini, Bom tidak bercanda bahwa dia akan melakukan hal berbahaya jika Dara terus saja membuatnya kesal. Sungguh, Bom tak segan-segan menodongkan pisau ke leher Dara.

“Jiyong!” Bom terkejut melihat Jiyong yang berdiri di belakang Dara.

Jiyong hanya tersenyum singkat menanggapi Bom yang memanggilnya. Baekhyun-yang berdiri tidak jauh dari Bom pun tampak mengerutkan kening karena menyadari adanya sedikit keanehan. Menurutnya, Jiyong tidak pernah bersikap dingin pada Dara meski itu hanya satu kali dalam hidupnya. Ada satu alasan dibaliknya, Jiyong mencintai Dara dengan sungguh-sungguh. Dia tak bermain-main. Oleh karena itu, Jiyong tidak akan membiarkan satu hal pun membuatnya bersikap dingin pada Dara meskipun gadis itu melakukan perbuatan yang dapat memancing amarahnya.

“Hye Ji! akhirnya kita bertemu.” Seru Mino berjalan mendekati Dara, kemudian membenamkan tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. “Kurasa, sudah hampir lima tahun kita tidak bertemu. Aigo, kau tumbuh semakin tinggi. Kau masih mengingatku? Apa kau merindukanku juga?” tambah Mino, menatap Dara yang tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Ini lebih dari terkejut. “Aku sangat berterimakasih pada Jiyong. Dia laki-laki baik yang mau membantuku menemuimu. Kau pernah bercerita, jika kau ingin memiliki kekasih yang sempurna sepertinya. Dia cocok untukmu. Sayangnya, telah ada gadis lain di sana.” Sindir Mino pada Bom yang menatapnya bingung.

“Ah, berhentilah bercanda.” Sergah Dara gugup sembari memukul lengan Mino.

Tunggu. Siapa dia dan dari mana dia berasal, Dara tidak tahu. Dalam hidupnya, ia tak mengingal pernah kenal atau berteman dengan seorang laki-laki bernama Mino. Dan, bagaimana bisa laki-laki aneh tersebut bertemu Jiyong? Dari dalam dirinya, Dara bisa merasakan, Mino bukanlah manusia. Dara sangat ingin bertanya. Tapi, jika tebakannya salah, tidakkah itu akan membuat Mino menanam rasa curiga padanya? Tidak. Di balik munculnya Mino, pasti ada Seunghyun.

Dara menaikkan alisnya. Dengan cepat ia segera meraih tangan Mino, kemudian memeluk laki-laki itu mesra. “Ah, aku juga sangat merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu. Kuharap kau bertambah pintar.” Dara berbicara asal dengan nada bergetar karena gugup. Ia tak pernah menyentuh laki-laki yang belum dikenalnya seperti ini. “Bisakah kita berbicara di luar sebentar saja? Aku ingin meminta waktumu, hanya beberapa menit.” Kemudian, ia menoleh. Satu jari telunjuknya tampak mengacung. “Aku pergi satu kali saja, setelah itu aku akan kembali. Ada hal yang ingin kubicarakan pada sahabat lamaku, GD. Biarkan aku pergi.” Jiyong mengangguk kebingungan.

Kaki Dara pun melangkah beriringan dengan kaki Mino yang jelas-jelas lebih panjang darinya. Sesekali Dara menengok ke samping untuk melihat raut wajah Mino secara seksama. Postur tubuh yang sempurna, tinggi dan tidak terlalu kurus. Menurutnya, laki-laki itu tampak baik. Tentu saja Dara tak akan membiarkan dirinya tertipu dengan penampilan Mino. Dia sepenuhnya tahu laki-laki itu seratus persen bukan manusia. Dalam kata lain, Dara sangat yakin bahwa Mino hanya menyamar menjadi manusia normal. Dan, ia pun yakin, ada sesuatu yang disembunyikan laki-laki itu darinya.

Mereka berdua menghentikan langkahnya beberapa meter dari rumah Keluarga Park. Memang Dara sengara mengajak Mino berbicara di tempat yang jauh. Dara tak ingin ada seorang pun yang mengetahui pembicaraannya dengan Mino-termasuk Baekhyun, Taeyeon, Bom bahkan Jiyong sekali. Ia ingin pembicaraan ini tertutup. Masalahnya, jika Mino ternyata benar malaikat maut yang lain, maka tak akan ada orang yang tahu mengenai hal itu. Dan, semua pasti tetap baik-baik saja.

Setelah sampai di sebuah gang, Mino membuka mulutnya mendahului Dara. “Perkenalkan, aku Song Mino. Kau bisa memanggilku Mino. Sebelum kau bertanya aku akan menjelaskannya. Sandara, aku tahu itu namamu. Aku yakin, kau tak mengingatku. Kita bertemu lebih dari sebulan lalu. Aku adalah anak kecil yang menunjukkanmu jalan bagaimana cara untuk menemui Seunghyun. Aku malaikat maut lain yang sengaja mendatangimu. Apakah rasa penasaranmu telah terobati sekarang?”

Rahang Dara terjatuh ke bawah. Matanya terbuka lebar-lebar. Sekarang, Dara lebih mirip dengan ikan mas koki yang ada di akuarium. Ia berusaha menjawab, “Kau, Song Mino, aku tidak mengerti, apa tujuanmu mendatangiku? Adakah kesalahan yang kuperbuat hingga aku harus pergi bersamamu? Jika tidak, bukankah masih ada waktu untukku menyelesaikan persyaratan itu? Seingatku, aku tak me-lakukan hal yang bertentangan dengan permintaan Seunghyun. Sekali lagi, jadi, kenapa kau datang dan menemuiku?”

“Akan ada banyak masalah yang akan kau hadapi disaat-saat terakhir waktumu. Aku datang untuk membantumu. Bom akan semakin berulah dan kesempatan Jiyong dapat mengetahui kebenaran dari kecelakaanmu itu sangat kecil. Ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Pikirannya sering tertukar. Dia tidak bisa membedakan, siapa kau dan siapa Bom. Semua akan semakin memburuk jika terus-terusan seperti ini. Bom akan selalu menyamar menjadi dirimu sampai akhir ayatnya, didampingi rasa benci-nya pada seorang gadis bernama Sandara yang membuat hidupnya lebih menderita. Dan, Jiyong yang akan menjadi gila setelah kau–satu-satunya harta berharganya pergi. Semua itu akan memburuk.”

“Jadi maksudmu, jika aku berhenti, semua akan berakhir seburuk itu?” Bom tak percaya.

“Kemungkinan besar. Tapi, aku juga tak bisa menjamin, meskipun kau telah berusaha, apa semua-nya bisa kembali normal. Kau kembali menjadi manusia-Bom sadar akan perbuatannya dan Jiyong yang menerimamu sebagai Sandara. Persyaratan ini memang terdengar mustahil. Namun, satu yang harus kau yakini, kau bisa melakukannya.”

Dara memiringkan kepalanya. “Apakah takdirku dapat berubah?”

Mino berdecak, kemudian menjawab, “Tentu saja, kau bisa merubah semuanya sebelum waktu-mu habis. Kau bisa meredakan amarah Bom, membuatnya tersadar akan kesalahan yang ia lakukan, menangis dengan tulus untukmu dan semuanya akan berubah, kau menjadi manusia. Tetapi, itu tidak akan berjalan semudah yang kau pikirkan. Aku tahu, Seunghyun telah mengingatkan hal ini padamu.”

“Ya, itu sangat sulit. Sampai hari ini pun aku belum mendapatkan apa pun.” Dara tertunduk.

Malaikat maut itu mengangkat dagu Dara dengan telunjuknya. “Aku akan membantu.”

Benarkah ini, Tuhan? Malaikat maut kedua? Song Mino? Sungguh, aku masih tak percaya.

***

TBC

next >>

13 thoughts on “[Series] My Everlasting Winter – Part 6

  1. Aahhh…. Mau dong dipeluk mino. Hahahaha 😀 cpatlha kbnaran trungkap , biar bom ga brulah lg. Kasian dara jg jiyong.

Leave a comment