The King’s Assassin [49] : The Sacrified

TKA

Author :: silentapathy
Link :: asianfanfiction
Indotrans :: dillatiffa

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~  

 

 “Percayalah kepada saya, Jeoha. Saya sudah berusaha untuk menghentikannya,”

“DIA PERGI KE MANA???” teriak Putra Mahkota kepada Lady Gong yang masih menutupi mulutnya. Sanghyun dan Seungri baru saja tiba dengan gulungan di tangan mereka dan mereka tengah berdiskusi saat beberapa orang datang untuk menyampaikan berita kepada Putra Mahkota. Mereka segera kembali ke kamar dan pemandangan yang menyambutnya membuat Jiyong marah besar, belum lagi Dara tidak bisa ditemukan.

“Jeoha! Tolong tenanglah!” rekan-rekannya berusaha menenangkannya, karena melihat keadaannya sekarang Jiyong tidak akan berpikir dua kali untuk melukai dayang muda itu.

“J-j-eoha…” Hong mulai bersuara lemah dari lantai kayu tempatnya terbaring.

“Hong! Aku mempercayaimu…” suara Putra Mahkota penuh tekanan dan terluka. Dia mempercayakan Dara kepada orang-orangnya dan sekarang dia menyesali keputusannya itu.

“M-m-ianhe… J-j-eoha… tapi…” dia kembali terbatuk, dan Lady Gong segera membantunya, sementara Hong sendiri menekan lukanya agar tidak semakin mengeluarkan darah.

“APA??? KATAKAN PADAKU!!!”

“P-p-p-embunuh gelap itu… dia—,”

Putra Mahkota mengepalkan tangannya dan tidak mendengar apa yang akan dikatakan oleh Hong. Jiyong segera berlari keluar dari kamarnya karena sepertinya dia telah mengetahui di mana dia bisa menemukan orang yang sangat dibencinya itu.

“Bagaimana jika aku membiarkanmu memilih? … wanita ini… atau ayahmu?”

Perkataan Ilwoo masih terngiang di kepalanya dan kenangan akan malam it uterus mengantuinya. Ilwoo tidak akan bisa mendapatkan Dara karena wanita itu memutuskan untuk menikahi Jiyong. Tapi ayahnya! Oh, ayahnya! Jiyong menggertakkan gigi sambil terus berlari secepat yang dia bisa menuju ke kadiaman ayahnya, rekan-rekannya mengikutinya di belakang, mencoba mengejar. Tidak mungkin. Tidak! Tidak mungkin. Kenapa Dara berlari mengejar Ilwoo?

“AKU AKAN MEMBUNUHMU, ILWOO!!!”

Pasukan Istana Selatan terkejut melihat sang pewaris tahta kerajaan, namun akhirnya memutuskan ikut berlari – dan Jiyong tidak peduli pada apa pun lagi. Dia tidak bisa berhenti, dia tidak melambatkan larinya. Sampai akhirnya dia sampai di pintu kamar ayahnya. Langkahnya terhenti karena Penjaga Istana menghalangi jalan mereka.

“Menyingkir dari jalanku…” ucapnya kasar. “MENYINGKIR KALIAN SEMUA!!!”

Kepala Penjaga membungkuk memberikan hormat dan para penjaga mulai minggir, empat orang penjaga keluar dari kamar Raja dengan Komandan dari Istana Selatan di tangan mereka. Mata Jiyong melebar.

“A-a-pa— tidak… apa yang kau lakukan di sini?”

“Jeoha,” Dara terus menggelengkan kepalanya. Jiyong mulai melangkah mendekat, tapi Seunghwan berhasil menghalanginya.

“Menyingkir dari jalanku!!!”

“Kami mendengar keributan dari dalam kamar ayah Anda, Jeoha. Dan ternyata… kami sudah sangat terlambat. Kami menemukan Komandan Pasukan Anda… memegang pedang hitam yang mengambil nyawa ayah Anda.” Jelas salah seorang Penjaga Istana.

“Tidak… itu tidak mungkin…” Jiyong menggelengkan kepalanya. “Itu tidak—,”

“Dan kami berhasil mengetahui sesuatu… Jeoha. Dia telah membodohi kita semua. Dia menyamar sebagai seorang pria. Komandan pasukan Anda adalah seorang wanita, Jeoha.”

Putra Mahkota dan para pengikutnya hanya bisa terkejut saat dua orang yang memegangi Dara membawa wanita itu pergi. Jiyong diam di tempatnya untuk beberapa saat. Ayahnya. Ayahnya. Apakah dia benar-benar telah kehilangan ayahnya? Dan Dara… apa yang dilakukan wanita itu di sini?

“Buka pakaiannya!” Kepala penjaga memerintahkan dan sebelum mereka belum sempat berkedip, orang yang memegangi Dara telah merobek jubahnya dengan kasar membuat Sanghyun berlari menuju ke arah mereka.

“TIDAAAAK!!! NOONA!!!” pria itu mulai menyerang, namun jelas dia kalah jumlah, dan sebelum Seungri bisa membantu, Sanghyun sudah dilumpuhkan dengan nafas tak beraturan, Penjaga Istana pun turut membawanya. Seunghyun, Yongbae, Seungri, dan Eunuch Seunghwan hanya bisa berdiri diam di tempat mereka, bersama dengan Pasukan dari Istana Selatan di belakang mereka, sementara Penjaga Istana menghalangi mereka.

“Jeoha! Hentikan ini!” pinta Seungri pada Pangeran yang masih terdiam, namun Pangeran mulai melangkah maju dengan langkah berat. Jalannya limbung ke kiri dan ke kanan, dengan lemah menyeret dirinya menuju ke arah Dara yang sudah menangis dengan udara dingin menghantam kulitnya yang separuh terbungkus pakaian dan separuh telanjang.

“J-eoha…” bibirnya gemetaran saat Jiyong tiba padanya. Badannya mulai gemetaran dan sang Pangeran dengan lemah menarik pakaiannya yang telah compang-camping dan merapikannya, dengan air mata terus mengaliri wajahnya. “Bukan saya… percayalah pada saya…” katanya dan Putra Mahkota mengangguk.

“Aku… aku tahu,” Jiyong memejamkan mata, tapi bagaimana caranya dia akan menyelesaikan masalah karena Dara tinggal di dalam kediamannya di Istana? Dia membuka mata dan memaksakan sebuah senyuman.

“A-anda percaya kepada saya?” tanya Dara dan itu sudah cukup baginya dengan mengetahui bahwa Jiyong mempercayainya meskipun tahu posisinya sebagai Putra Mahkota sekarang sangat terancam karena telah menyembunyikan seorang wanita. Seorang wanita tidak boleh dipergunakan untuk mencapai ambisi seorang pria, dilarang untuk memberikan seorang wanita kedudukan tertuntu dan mereka telah melakukan sebuah pelanggaran besar, melanggar ajaran Konfusianisme.

“Bagaimana mungkin aku bisa meragukanmu?” balas Jiyong bertanya balik penuh perasaan terluka. Perlahan dia mengangkat tangannya, ingin menyentuh wajah Dara, tapi wanita itu menggelengkan kepalanya saat melihat beberapa pejabat berdatangan ke arah mereka, sebagian besar adalah dari fraksi politik Penasehat Choi.

“Saya telah mendengar Raja terbunuh!” Menteri Negara Urusan Kiri berkata sambil berlari menuju ke arah  Pangeran. “Jeoha, apakah Anda baik-baik saja? Kalian! Apa yang sedang kalian tunggu? Bawa wanita jalang ini ke penjara dan buat dia menderita!”

“Tidak!!!” Jiyong menoleh kepada para pejabat tersebut. “Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi!”

“Dan apakah Anda tahu, Jeoha? Apakah Anda mengetahui sesuatu tentang hal ini? Apakah Anda terlibat dengan hal ini?”

“Beraninya kau menyamakan Pangeran dengan orang-orang haus kekuasaan seperti kalian!” balas Profesor Choi. “Di mana ayahku?! Apakah dia kembali bertanggung jawab terhadap hal ini?!”

“Apa yang kau bicarakan? Beraninya kau bersikap tidak sopan kepada ayahmu seperti itu?” balas Menteri Negara Urusan Kanan membuat Seunghyun mendelik menatap pria itu.

“Bagaimana bisa kau membelanya seperti itu? Kalau begitu aku bisa menyimpulkan, hal itu benar. Burung dengan bulu yang sama akan berkumpul bersama,” ejek Seunghyun, namun para pejabat menyeringai padanya.

“BAWA WANITA ITU KE PENJARA!”

“YEH, MENTERI!”

“TIDAK! KUBILANG BERHENTI!” Jiyong mengepalkan tangannya. Dia bisa melakukannya. Dia akan menjadi Raja besok. Dia ingin mempercayai bahwa dia memiliki otoritas untuk melakukannya.

“Kenapa Anda berpihak kepada seorang criminal, Jeoha. Mungkinkah, Anda menggunakannya untuk ambisi pribadi Anda? Jika Anda terus bersikap seperti ini, makan kami tidak punya pilihan lain selain menunda acara penobatan Anda dan menunggu orang lain yang pantas untuk memangku tahta,”

Jiyong mengepalkan tangannya, keras, hingga buku-buku jarinya memutih. Dia berada dalam posisi yang sangat sulit. Dia menggertakkan gigi dan perlahan menoleh ke arah Dara yang mengejutkannya saat melihat wanita itu memasang wajah berani. Jiyong menggelengkan kepalanya. Dia tahu itu. Dara sedang merencanakan sesuatu.

“Pangeran sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini,” kata Dara dengan penuh keyakinan. “Bawa saja… bawa saja aku bersama kalian,”

“TIDAAAAK! JANGAN LAKUKAN INI!” Jiyong mulai berjalan mendekati Dara, namun Seunghwan memeluk sang Putra Mahkota untuk menghentikannya. Penjaga Istana mulai menyerat Dara menjauh sementara Jiyong berusaha untuk melepaskan diri.

“LEPASKAN AKU, SEUNGHWAN!!! LEPASKAN AKU!!!” rasa takut mulai menjalar di seluruh tubuhnya karena kejadian yang sama mulai terlulang di depan matanya. Perbedaannya hanyalah Dara yang memutuskan untuk kali ini. Dara memutuskan untuk menyelamatkanya.

“BAWA SERTA BAJINGAN INI!” Kepala Penjaga menendang Sanghyun dan orang-orangnya segera menyeret pria itu dan membawanya serta. Dara menoleh dengan wajah ketakutan.

“Lepaskan dia! Tolong jangan! Sanghyun! Sanghyun!”

“DIAM!” sebuah suara tamparan keras menggema di udara.

“DARAAAAAAAAA!!!” Jiyong mendorong Seunghwan menjauh dan kemudian Seunghyun dan Yongbae berhasil mendorong Penjaga Istana yang menghalangi mereka. Mereka segera berlari mengejar Jiyong, takut jika Putra Mahkota akan melakukan hal drastis untuk menyelamatkan Dara yang mereka tahu, hal itu justru akan membuat situasi semakin memburuk.

“Hentikan! Jeoha, hentikan!” Seunghyun menariknya.

“Tidak! Mereka kembali membawanya pergi! Tidak!”

“Kuasai diri Anda!” kata Yongbae memegangi Putra Mahkota erat-erat. “Jangan menyia-nyiakannya! Dara telah mengorbankan dirinya demi menyelamatkan Anda! Jangan menyia-nyiakan hal itu!”

Harang menyadari betapa bahayanya situasi ini dan dia segera menarik Daesung untuk segera menuju ke Istana Selatan.

“Hyung! Ayo kita kembali dan mencari Menteri Kim! Kita harus mengamankan buku dan gulungannya! Ppalli!!!” ungkap bocah itu kepada Daesung dan segera mereka berlari menuju ke ruang kerja Putra Mahkota.

“Yeh, ayo!” Daesung mulai berlari. “Tuan!” dia memanggil Seungri. “Ikutilah penjaga ke penjara!!! Awasi Dara-ssi dan Sanghyun-ssi!!!”

Seungri mengangguk dan kali ini tidak masalah jika pelayannya memberinya perintah. Daesung tahu apa yang sebaiknya dilakukan, jadi biarlah.

“Dara!!! Dara!!!” Putra Mahkota terus menangis seperti anak kecil.

“Hentikan! Ayah Anda! Pikirkan tentang Ayah Anda! Dan Anda tidak boleh bersikap seperti ini, Jeoha! Anda akan segera menjadi Raja. Tolong, kuatlah!” kata Eunuch Seunghwan dan saat itulah akhirnya Jiyong memutuskan untuk melihat ayahnya. Dia langsung merinding memikirkan itu. Bagaimana mungkin dia bisa dibunuh? Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Dan sesaat kemudian, Putra Mahkota sudah berlari menuju ke kamar ayahnya.

Jiyong menelan ludah berat, menguasai dirinya atas kejutan lain, dan begitu dia melewati Eunuch yang tengah membereskan jasad sang Raja, dia ingin pingsan. Dia ingin agar kesadarannya holing. Tidak, rasanya dia akan gila.

Karena yang dilihatnya dan orang-orang di belakangnya adalah pemandangan yang langsung membuat mual. Tubuhnya gemetaran, bibirnya bergetar dan matanya melebar ketakutan.

Jiyong hanya bisa berdiri diam, kaku dan tetap di tempat, seolah waktu berhenti dan semua yang bisa dilihatnya hanyalah ayahnya tenggelam dalam genangan darahnya sendiri. Air matanya terus mengalir membanjiri pipinya. Dengan hati hancur, dia berjalan mendekat kepada ayahnya.

“A-a-ppa Mama…”

“J-j-eoha…” sang Eunuch ingin menghentikannya tapi Seunghyun menahan lengan pria itu, memberikan tanda untuk membiarkan Pangeran berduka.

“Ayahku…” Jiyong menghapus air matanya dan menggelengkan kepalanya. “Ayah… bagaimana mungkin Anda pergi dengan cara mengenaskan seperti ini,”

“Ayahku… ayahku yang malang…” dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan dengan tangan gemetaran dia menyentuh ayahnya. “Apa yang terjadi? Kenapa???”

Putra Mahkota menarik tubuh ayahnya ke dalam pelukannya lalu bangkit sambil menggendong tubuh ayahnya sambil terus menangis tanpa bersuara. Semua orang mundur perlahan, memberinya jalan saat dia keluar dari kamar.

“Tolong aku…” Pangeran terdengar seperti anak kecil. Dia menoleh kepada Eunuch-nya dengan tatapan memohon. “Seunghwan… tolong aku, kumohon. Ayo kita bawa Appa Mama ketabib. Ayahku hanya tertidur. Kami baru saja mengucapkan selamat malam kepada beliau. Ini tidak mungkin. Beliau tidak boleh pergi dengan cara seperti ini,”

“Jeoha… saya mohon, hentikan.” Eunuch Seunghwan mencoba berkata kepada Pangeran. Profesor Choi hanya bisa menutupi wajahnya dengan telapak tangan, sementara yang lain menundukkan kepala, bisa merasakan duka yang dirasakan oleh Putra Mahkota.

“Tolong,” Jiyong menggigit bibirnya dan dan terus berjalan, mengalami kesulitan karena mambawa jasad dingin dalam gendongannya. “Tolong… kenapa… tolong aku…” Jiyong mulai berjalan menjauh, terus mengulang-ulangi perkataannya itu seolah itu adalah sebuah doa.

“Aigoo, Jeoha,” Seunghwan segera mengikutinya bersama dengan Eunuch dari sang Raja.

“Kita berada dalam posisi yang sangat sulit.” Kata Seunghyun muram mengikuti mereka dengan pandangan matanya. “Tapi Dara telah membuat keputusan yang tepat,”

“Hyung,” Yongbae mulai merasa cemas, merasakan keputusan yang akan diambil oleh Profesor Choi.

“Jika kita membiarkan Putra Mahkota untuk melindunginya… beliau akan diadili karena pelanggaran besar sudah menggunakan seorang wanita untuk ambisi pribadi dan kita sama-sama tahu bahwa itu melanggar kode etik dan juga ajaran Konfusianisme. Beliau mungkin tidak akan pernah dinobatkan menjadi Raja dan apa? Siapa yang akan menjadi Raja sekarang karena Raja telah dibunuh? Dan Dara pasti akan dihukum mati dan Putra Mahkota tidak memiliki kekuasaan untuk menolongnya.

Ketiganya terdiam. Jelas, sang profesor benar sekali. Tapi tetap saja, Dara berada di dalam penjara. Dan mereka tidak bisa melakukan apa pun selain mencemaskan wanita itu.

“Aku merasa sangat tidak berperasaan,” kata Yongbae. “Bagaimana bisa kita membiarkan mereka untuk membawa Dara-ssi pergi?”

“Ini bukannya tidak berperasaan,” balas Seunghyun. “Inilah yang memang harus dilakukan, pada saat sekarang ini, setidaknya ada orang yang harus tetap bisa berpikiran jernih sementara yang lain boleh kehilangan pikiran mereka. Jangan membuat suasana menjadi semakin buruk. Sekarang yang paling penting, Pangeran harus naik tahta. Atau beliau akan sama saja seperti kita, tidak berguna dan tidak berdaya, kecuali jika beliau telah menjadi Raja. Mari kita memberinya kepercayaan. Kumohon,”

**

Ilwoo merundukkan tubuhnya lebih rendah sambil menatap obor-obor yang menuju ke bagian selatan dari Istana. Dia segera mengikuti mereka dan apa yang dilihatnya mebuatnya marah.

Dara tengah dibawa oleh Penjaga Istana. Pakaiannya telah koyak, tangannya bernoda darah. Kesadaran menyergapnya. Apa yang terjadi? Tanyanya pada dirinya sendiri dan sebelum dia sadar, dia telah berlari menuju ke arah mereka, menggenggam beliatinya kuat-kuat karena pedang terakhirnya telah terbenam di tubuh sang Raja.

Dia melemparkan belati pertamanya pada pria yang paling dekat dengannya dan setelah memastikan bawa pria itu telah mati, dia mengambil kembali belatinya dan melemparkannya kepada yang lain lagi – berulang-ulang, namun dia kalah jumlah. Dia mengambil sebuah pedang dari penjaga yang telah tewas dan mulai bertarung dengan pasukan, sementara Dara sang Sanghyun segera diseret menuju penjara.

“LEPASKAN MEREKA!!! DARAAAA!!!” panggil Ilwoo pada Dara, namun Penjaga Istana mulai menghalangi jalannya. Dia mundur. Dia harus memikirkan sebuah rencana. Sebelum Penjaga Istana bisa menangkapnya, dia segera berlari menjauh kembali ke dalam kegelapan, bersembunyi dengan rasa bersalah mulai menggerogotinya, menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang kemudian terjadi.

Memiliki seseorang yang bisa dipersalahkan dan dilampiaskan kemarahan, dia segera berlari mencoba mencari Penasehat choi dan seperti yang diduganya, pria tua itu masih berada di kantornya.

“Oh, kau ada di sini,” pria tua itu mengangkat kepalanya.

“DASAR PEMBOHONG!!! KENAPA KAU MENANGKAPNYA!!! DIA TIDAK—,”

“Oh, ya benar memang kau yang membunuh Raja. Aku bahkan bertanya-tanya kenapa dia berada di kamar Raja. Sejujurnya, hal itu juga mengejutkanku.”

“BERHENTI MEMPERMAINKANKU! AKU YANG TELAH MEMBUNUH RAJA! KAU HARUS MELAKUKAN BAGIANMU DARI RENCANA INI! BEBASKAN DIA!”

“Apa aku memiliki andil dalam hal ini?” sang Penasehat berdiri dan memiringkan kepalanya. “Oh… ya… Raja telah pergi dan Putra Mahkota berduka. Dan kemudian… sumber kekuatannya, Park Sandara, yang juga merupakan kelemahan terbesarnya menjadi terpidana, tapi aku meragukan hukumannya bisa lebih ringan dari hukuman mati… ahh… Pangeran sungguh bodoh. Aku tahu… dia akan menuruti semua keinginan wanita itu. Bahkan jika harus meninggalkan posisinya.”

“Kau sudah merencanakan semua ini…”

“Tidak. Tidak sampai malam ini, tapi yang terjadi menyempurnakan semuanya.”

“DASAR ORANG TUA TIDAK WARAS!!!” Ilwoo menarik belatinya dengan marah dan mengarahkannya kepada Penasehat Choi, namun segera saja orang-orang sang Penasehat berdatangan. Ilwoo segera mundur.

“Kita belum selesai! Aku bersumpah kau akan membayar untuk semua ini!!!”

**

“Jeoha… saya mohon, tidurlah,” Seughwan mencoba membujuk Putra Mahkota untuk entah keberapa ratus kalinya, tapi tidak ada gunanya. Jiyong tetap saja duduk di pintu dari ruang es yang menjadi tempat Raja dibersihkan.

“Jeoha… aigoo. Anda bisa sakit. Jeoh—,”

“Aku lelah… aku lelah dengan semua ini.” kata Putra Mahkota lemah.

“Jeoha…” sang Eunuch duduk di sebelahnya. “Tapi Anda memiliki tanggung jawab yang harus Anda selesaikan di tengah-tengah semua ini. Anda juga harus menjaga diri Anda,”

“Bagaimana, Seunghwan?” Jiyong menoleh kepada Eunuch-nya. “Omma Mama sudah meninggalkan kita semua sejak lama. Ayahku juga beru saja pergi meninggalkan Dara. Dan sekarang… mereka membawa Dara pergi… katakan padaku. Apa yang tersisa untukku?”

“Anda masih memiliki saya, Jeoha. Juga rekan-rekan Anda. Dan Dara-ssi adalah wanita yang kuat. Dia masih ada di sini. Dia melindungi Anda. Tolong, jangan sia-siakan pengorbanannya. Kuatlah. Ini memang berat, tapi Anda haruslah kuat.”

Jiyong membenamkan kepalanya di telapak tangannya sambil terus terisak tak terkendali hingga dia merasakan kehadiran seseornag di hadapannya. Seunghwan segera berdiri dan memberikan hormat atas kedatangan Ibu Suri.

“W-w-angseja…”

Jiyong perlahan mengangkat kepalanya, wajahnya masih dipenuhi oleh air mata.

“H-h-alma Mama…”

“Apakah itu benar?” tanya wanita tua itu. Jiyong mengangguk dan sesaat kemudian terdengar suara tangisan pilu. “Ini tidak mungkin terjadi… putraku… di mana Yang Mulia Raja?”

“Halma Mama…” Jiyong berdiri dan memeluk neneknya.

“Ini semua adalah kesalahanku! Ini semua adalah kesalahanku! Oh, putraku! Bagaimana bisa dia mati dengan cara seperti ini!”

“Halma…” Jiyong mencoba menenangkan wanita tua itu, tapi tidak ada gunanya. Dia terus saja menangis keras dan tidak terkendali.

“Aku perlu mengatakan sesuatu padamu! Aku perlu—,”

“Daebi Mama!” para Dayang Istana segera berhamburan mendekat kepada Ibu Suri yang kemudian terjatuh karena hilang kesadaran. Jiyong menggelengkan kepalanya. Begitu Bom mengetahui tentang hal ini, dia pun pasti akan mengamuk. Tapi kakanya itu harus tahu. Suaminya masih berada di dalam Istana dan Jiyong ragu jika Seunghyun menginginkan Tuan Putri untuk tahu.

“Bawa nenekku ke kamarnya dan mintalah tabib untuk memeriksanya.”

“Yeh, Jeoha,”

“Seunghwan…”

“Katakan pada Profesor Choi untuk menjemput noona,”

**

“Penasehat!” penjaga pintu berdiri tegak dan membungkukkan badan memberi hormat. Dia mengangguk dan tersenyum sebelum melangkah memasuki penjara yang gelap, tangannya diletakkan dibelakang badan sambil mencari wajah yang dia kenali di dalam sel. Dia segera berhenti begitu melihatnya.

“Tidak nyaman, bukan begitu, Agassi?”

Dara perlahan mengangkat wajahnya dan dia segera mendelik melihat pria tua itu. Dia mendengus.

“Ya. Apalagi sekarang karena aku melihat wajahmu. Kau menyakiti mataku. Dan aku ingin sekali muntah karena mencium bau busukmu,”

“Oh my… bagaimana bisa kau berkata seperti itu padahal ajalmu sudah dekat?” pria tua itu berdecak lidah dan memberikan tanda untuk membuka pintu sel Dara.

“Jangan berani-bearani mendekatinya!!!” bentak Seunghyun, berlari ke jeruji begitu melihat pria tua itu memasuki sel Dara, namun pria itu hanya menyeringai dan berlutut di hadapan Dara yang tangannya masih terikat.

“Cantik… pantas saja Pangeran dan putra mendiang Menteri Jung jatuh hati padamu,” pria tua itu ingin menyentuh wajah Dara, namun Dara segera berpaling. Penasehat Choi mencengkeram wajah Dara keras dengan satu tangannya.

“Kau. Tidak. Akan. Lagi. Menjadi ancaman bagiku… wanita jalang,”

“Kenapa kau sangat membenci kami? Kenapa kau sangat membenciku?”

“Apa kau tahu… aku bisa saja menjadi Raja?” Dara mengerutkan alisnya mendengar hal itu.

“Jika Ibu Suri mengakui ibuku sebagai seorang Selir Istana, maka aku pasti akan memiliki kesempatan untuk menjadi Raja. Jika mendiang Raja sebelumnya mengenaliku sebagai anaknya, semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Tapi mereka tidak mengakuiku. Mereka menobatkan Raja Hyunsuk sebagai pewaris tahta. Dan aku… adalah bagian yang terlupakan dari sejarah Istana. Terinjak-injak. Hancur. Dilupakan. Aku membenci Raja… dan siapa pun yang berada dalam lindungannya… para rekannya yang terpecaya. Putra Mahkota. Para bawahannya… dan kau. Kau yang adalah sumber kekuatan Putra Mahkota. Kau yang telah merubah jalan rencanaku,”

Dara terkesiap mendengar pengakuan itu. Dia menggelengkan kepalanya, tidak ingin mempercayai apa yang dia katakan. “Kau benar-benar orang tua gila, Penasehat,”

“Ya memang benar! Ya… tapi bukan hanya aku yang ambil bagian dari ini semua. Ibu suri pun juga. Aku mencoba menghancurkan hubungannya dengan putranya. Juga meracuni pikirannya, tidak… dia tidak tahu aku yang sebenarnya, juga merupakan putra dari mendiang Raja terdahulu. Dia sama sekali tidak tahu jika itu adalah aku, anak yang dia singkirkan sejak masih kecil.”

“Itu tidak benar!”

“Itu memang benar… Ibu Suri adalah orang yang paling haus akan kekuasaan dan dia tidak menyadari bahwa dia telah membayakan putranya snediri. Membuat mereka semakin menjauh karena keputusan-keputusan dan membuatnya percaya bahwa putranya ingin membuatnya tidak berkuasa. Aku membuatnya menyadari bahwa aku bisa memberikan kekuasaan yang dia butuhkan dan wanita tua itu lebih serakah dibandingkan diriku. Apa kau tahu, dialah yang memutuskan untuk memenjarakanmu tujuh tahun lalu? Karena dia takut kau akan menjadi wanita yang paling kuat di Joseong.”

“Tidak…”

“Percayalah padaku. Aku bukan satu-satunya iblis di tempat ini. dan oh, bagaimana aku bisa lupa? Ilwoo… ya. Harusnya dialah yang berada dalam sel ini. Aku memintanya membunuh Raja dan dengan sedikit negosiasi, pemuda gila itu setuju hanya demi mendapatkan dirimu, tapi oh… maafkan karena aku tidak mengira akan seperti ini jadinya. Ini bahkan jauh lebih baik daripada yang kurencanakan. Akui saja bahwa kau yang membunuh Raja. Maka temanmu Ilwoo akan selamat. Lagipula, bukankah itu kesalahanmu kenapa dia sampai memiliki keinginan untuk membunuh. Oh… Putra Mahkota juga akan selamat. Kecuali, kau ingin dia ikut menderita bersamamu, karena begitu semua orang tahu dia menyembunyikan seorang budak dan menggunakannya untuk ambisi pribadinya. Oh, aku senang sekali melihat kalian berdua menderita. Kau akan dihukum mati, dan dia akan diasingkan.”

“Pergilah ke neraka!” Dara meludahi pria tua itu. “Kau dan Ibu Suri! Bagaiman bisa kalian berdua sejahat itu!!! Pergilah ke neraka— AAAAHHH!!!”

“NOONAAAA!!!” mata Sanghyun melebar melihat noona-nya meringis kesakitan karena Penasehat Choi menjambak rambutnya.

“Jangan khawatir… aku akan memberikan kematian yang mudah untukmu. Dan aku akan menemui di neraka nanti… jika sudah saatnya aku pergi ke sana,” bisik sang Penasehat sebelum akhirnya berdiri dan keluar. Dia mendelik kepada Sanghyun lalu berlalu pergi.

“Aku ragu akan bersikap lunak pada anak muda itu.” dia meringis dan akhirnya pergi.

“Noona! Apa kau baik-baik saja?” tanya Sanghyun dari balik selnya. Dara tetap diam sejenak dan mereka semua bisa mendengar isakan pelannya.

“Noona… bertahanlah…”

“Maafkan aku. Tapi kebenaran ini terlalu berat… Sanghyun… bagaimana denganmu? Kau dipukuli hingga babak belur.”

“Aku baik-baik saja. ini bukan apa-apa. Kenapa kau tidak membela dirimu? Bukan kau yang membunuh Raja!”

“Pangeran tahu. Dia percaya padaku. Itu sudah cukup. Aku tahu dia akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan kita,” Dara mencoba meyakinkan adiknya, namun tidak lama kemudian empat orang penjaga masuk dan membuka sel tahanan Sanghyun.

“Sanghyun!” Dara merangkak mendekati jeruji. “Kemana kalian akan membawanya?!”

“Itu bukan urusanmu!”

“Noona!”

Sanghyun!!!”

“Jangan cemas… aku akan baik-baik saja,”

“Tidak!!! Jangan sakiti dia!!! Kumohon!!!”

“Jadi… sepertinya kau sudah memutuskan. Kau mengecewakanku. Kupikir kau adalah orang yang kuat,” Penasehat Choi datang kembali menuju ke arah Dara.

“Kumohon jangan menyakitinya!”

“Jadi… apakah kau akan mengakui tindakan kriminal yang dilakukan oleh kekasihmu?” Penasehat Choi menyeringai. “Putri kecil tanpa gelar yang malang… calon pembunuh Raja yang telah membunuh banyak orang di Utara… adalah orang yang sama yang mengakui telah memperdaya Putra Mahkota dengan menyamar sebagai seorang pria demi balas dendam… dan akhirnya, orang yang telah membunuh Raja… ahh… terdengar indah di telingaku,”

**

Jiyong’s POV

Meninggalkan para Eunuch yang tengah mempersiapkan jasad ayahku dan memakaikan jubah sutra padanya, aku mulai melepas ikat pinggangku dengan lemah dan menyerahkannya pada Seunghwan. Aku tidak bisa bernafas. Saat aku berjalan melewati kediaman ayahku… tempat terakhir kami bersama, hatiku terasa sakit. Hanya beberapa jam yang lalu, kami semua bersama. Mendiskusikan rencana kami. Harapan kami akan masa depan. Aku mencoba mengingat perkataan terakhirnya untukku dan Dara saat menyeberangi gerbang penghubung menuju ke Istana Selatan. Apakah dia tadi berusaha mengucapkan selamat tinggal?

Aku tidak sadar aku telah berada di dalam kamarku dan Seunghwan masih mengikuti di belakangku dan aku tahu apa yang dia pikirkan. Aku perlahan melepas topiku, disusul oleh jubahku… dan sekarang aku hanya mengenakan jeogori putih dan celana sutra, aku tidak bisa menahan tawaku. Aku kemari bukan untuk tidur. Aku kemari untuk berganti pakaian dengan rompi putih yang sesuai untuk berkabung ayas meninggalnya ayahku. Lucu sekali, bagaimana aku bisa menjadi pria yang paling bahagia beberapa jam yang lalu, lalu berubah menjadi pria yang paling kesepian kemudian. Aku tertawa dan air mata mulai mengalir turun di pipiku. Dan tak lama kemudian, tawaku berubah menjadi isakan.

“Jeoha! Saya mohon, tenanglah.”

“Bagaimana?” aku menatap Seunghwan dengan tajam. “Katakan padaku, Seunghwan!!! Bagaimana caranya???” air mataku terus mengalir. Aku menggigit bibirku dan meraih rompi putihku darinya dan keluar, segera memakai sepatuku. Aku harus melihat sumber kekuatanku. Aku harus melihatnya demi mencari harapan terakhirku.

“Maafkan saya, Jeoha. Kita semua sedang dalam masa berkabung atas kematian Ayah Anda. Anda tahu Anda tidak boleh berada di sini,” kata penjaga menyilangkan tombak menghalangi jalanku.

“Biarkan aku masuk,” kataku pada mereka dengan tangan terkenal.

“Jeoha—,”

“KUBILANG, BIARKAH AKU MASUK!” suaraku menggema dalam sunyinya malam. Para penjaga itu terlihat ragu untuk beberapa saat, tapi aku sedang tidak bisa bersabar. Aku mencengkeram tombak mereka dan mendorong mereka menjauh, karena aku tahu mereka tidak akan melakukan apa pun untuk menyakitiku. Seunghwan kemudian mengikutiku.

Aku berlari ke dalam, mencari wajah yang bisa menyembuhkan sekaligus menghancurkan diriku. Dara… bagaimana keadaannya? Aku menelan ludah berat.

Penjaga hanya diterangi oleh beberapa obor tapi aku merasakan ganjala di tenggorokanku saat meliahatnya berada di lantai kotor, rambutnya berantakan dan menutupi wajahnya, dan dia tengah memeluk tubuhnya sendiri, pakaiannya yang koyak membuatnya kedinginan. Hatiku sangat sakit melihatnya demikian. Aku segera melepas ikatan rompi putih sutraku dan membiarkan diriku hanya dalam jeogori dan celana. Aku tidak peduli jika ada orang yang melihat keadaanku seperti ini. Bahkan para tahanan lain diam saat saat aku berjalan melewati mereka menuju ke sel paling ujung.

“Jeoha…” aku mendengar suara Seunghwan memanggilku, api aku hanya bisa mengeraskan rahangku. “Jeoha.”

“Minta pada mereka untuk membukakan pintu,”

“Anda tidak bisa melakukan ini, Jeoha,” kata Seunghwan padaku. Seolah aku tidak tahu akan hal itu. Tapi bagaimana aku bisa bebas ke sana ke mari sementara berada di dalam sini? Terikat tali yang menyayat kulitnya? Terkurung di tempat terkutuk ini?

Tapi suara Seunghyun terngiang di telingaku. Aku tidak boleh menyia-nyiakan apa yang telah Dara lakukan.

“Aku harus bicara padanya,” kataku pada Seunghwan. Aku akan bicara padanya.

Aku melihat Seunghwan bernegosiasi dengan dua orang penjaga dan tak lama kemudian pintu sel tempat Dara berada mengayun terbuka dan Dara perlahan mengangkat wajahnya dan menatapku. Aku melihat air mata membanjiri wajahnya. Aku melangkah masuk, tapi sebelum bisa aku mendekat, dia segera merangkak ke arahku dan bersujud di hadapanku, hingga aku berpikir aku adalah pria yang paling menyedihkan karena harus melihat wanita yang paling kucintai bersujud di hadapanku, bukan memberikan hormat melainkan memohon.

“Jeoha! Jeoha! saya mohon… saya mohon kepada Anda! Selamatkan adik saya. Selamatkan adik saya, saya mohon… selamatkan dia!!!” dia terus saya berkata demikian dan aku memejamkan mataku merasakan segala kesakitannya. Aku menunduk, duduk berlutut kemudian mengangkat wajahnya. Dia masih menggosok-gosokkan telapak tangannya, memohon kepadaku dan aku mengangguk.

“Aku berjanji, aku akan melakukannya… Dara,”

“Jeoha… mereka membawanya pergi,”

“Apakah mereka melukaimu? Hentikan ini, Dara. Aku akan memastikan semuanya akan baik-baik saja. Percayalah padaku.” Kataku sambil memekaikan rompiku padanya dan dia hanya bisa terisak. “Shhh… hentikan…”

“B-b-agaimana… bagaimana Anda… Paduka Raja… oh… saya melihatnya… saya melihat beliau berdarah hingga mangkat… saya mencoba membantu… oh kata-kata terakhir beliau untuk Anda dan saya. Jeoha… percayalah kepada saya…”

Aku mengangguk. Aku mengangguk mengerti sambil menekan bibirnya yang gemetaran dengan ibu jariku. Aku menyisir rambutnya yang berantakan menjauh dari wajahnya, merasakan ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya. Aku menghapus air matanya, mengamati wajahnya yang baru beberapa jam yang lalu penuh kebahagiaan, matanya berpijar karena kebahagiaan dan harapan. Tapi semua menghilang dan kini wajahnya dipenuhi teror dan ketakutan, matanya suram karena rasa kita dan kecemasan. Aku meraihnya pergelangan tangannya yang memerah, dan aku menggigit bibirku untuk menahan tangis kemarahanku. Bagaimana bisa mereka menyakiti wanita yang telah membuatku menjadi seornag pria sejati yang akan segera menjadi Raja besok?

“Besok… begitu aku naik tahta… kita akan memastikan semua orang yang melakukan hal ini kepada kita akan menderita. Aku akan membuat mereka semua menderita. Jika aku harus membunuh mereka semua… aku akan melakukannya. Dara, kau tidak pantas menerima ini semua,” aku menangis, menciumi tangannya, cincin yang melingkari jemarinya – tapi kemudian aku merasakan dia mencium kepalaku dan perlahan aku menatapnya. Dia memaksakan sebuah senyuamn.

“J-j-eoha… sudah cukup dengan Anda mempercayai saya. Apa pun yang terjadi, yang terpenting adalah kita saling percaya satu sama lain. Apa pun yang terjadi, Anda tahu, Andalah satu-satunya yang saya cintai… apa pun yang terjadi—,”

“Apa yang kau rencanakan?” suaraku terdengar ketakutan. “Dara dengar, Profesor Dong sudah mengurus kasusmu di Kementerian Keadilan. Kumohon… tunggu aku. Kumohon,”

“Tentu saja… tentu saja saya akan menunggu Anda. Apakah Anda akan menunggu saya?”

“Apa yang kau bicarakan?

“Katakan pada saya… Anda akan menunggu saya. Saya harus mendengar hal itu,”

“Tuhan… kau tahu tentu saja aku akan melakukannya dan aku dengan senang hati akan menyiapkan tahtamu di sisiku. Kumohon, bertahanlah. Bertahanlah,”

Dara mengangguk dan untuk beberapa waktu kami tersenyum seperti orang budoh, merasa puas dengan kebersamaan kami. Dan tiba-tiba saja, semua kelemahanku memudar, dan yang tersisa adalah sebuah harapan baru. Bersama-sama kami akan mencari keadilan. Dan aku akan sepenuhnya bersyukur seumur hidupku karena wanita inilah yang telah membuatku jatuh cinta. Dialah seluruhnya yang kumiliki. Dia adalah segalanya bagiku. Dia adalah sumber cahaya sekaligus kegelapanku. Dia adalah sumber kekuatan dan kelemahanku. Dia adalah hidup dan matiku.

“Aku mencintaimu,” bibirku bergetar saat aku mengucapkan hal itu dan dia mengangguk dengan penuh pengertian, hatiku sakit karena wanita ini telah menanggung semuanya demi diriku. Namun tetap saja, yang dikatakannya adalah cinta dan kekuatan, air mataku terus mengalir turun ke wajahku, terus turun sampai menetes pada tangan kami yang saling bergandengan, membasahi cincin yang menjadi saksi akan penyatuan diri kami dan akan selalu mengikat kami. Dara mencoba untuk tersenyum.

“Dan saya juga mencintai Anda… Anda tahu, saya mencintai Anda. Saya berjanji kepada Paduka Raja bahwa saya akan menjaga Anda. Saya mohon, ijinkan saya untuk melaksanakannya,”

**

<< Previous Next >>

29 thoughts on “The King’s Assassin [49] : The Sacrified

  1. Hiksss part ini penuh dengan air mata 😥
    aq beneran nanggis sumpah , ahhhh penasehat choi sama tuh emak” jahat bangett -_-
    dara kasian ,jiyong pokok nya haruss kuattt ,,,!!
    illwoo ahhh pengen nendang dya , beneran kesellll / maaf emosi / jahahha

  2. Chapter ini bener2 bikin 😥 😥 😥 😥 😥

    btw…. Jadi penasehat choi adalah ANAK HARAM dari raja yang sebelumnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah BAPAKNYA RAJA HYUNSUK. berarti penasehat choi & raja hyunsuk adalah SODARA TIRI…. lha berarti Seunghyun & Jiyong-Bom adalah SEPUPU :/
    tapi Seunghyun nikah ama Bom :/
    emang kalo SEPUPUAN boleh NIKAH ya…..!!????

    *ini pan cuma ff cerrr…. -_- ribet banget sih hidup lo* #NgomongSendiriDijawabSendiri :3

  3. Eomma bca yg ini bkin kjer mewek gk tega 😥 cba ilwoo pinter dkit

    Ksihan dara jiyong jga smoga cpet slesai dan sanghyun smoga gk knp2…..
    Hadeuh knp jdi ribet jln hidupnya c penasehat hnya gra2 ambisi jdi kya org gila .
    Next chapt smoga bsa bkin senyum dkit

  4. Sprti yg udh q duga klo pnasehat choi ngjebak il woo nd lg krn sikap keras kepala’a dara smua jd brntakan,coba klo dara dngerin jiyong bwd diem d’kamar psti mslh’a gk t’lalu bsar kya gni,gk b’mksd nyalahin dara tp cm gregetan z
    Tp yg lbh pntg Jiyong ttp prcaya sm dara klo bkn dara yg bunuh raja,
    Sanghyun mau d’apain ??? 😥
    PENASEHAT CHOOOOOOIIIIII,,,,,,,,,,, jahat bgt siiiiii,,,
    Rasa’a pengen mutilasi tuh kakek tua jlex

  5. #srot srot# tissu mana tissu, seduh banget sih baca capt ini, kasian sama dara unnie yg nggak salah apa apa harus di penjara, di jambak rambutnya sama penasehat choi, nggak adil tau nggak sih? 😭😭 kuharap sanghyun nggak kenapa napa

  6. #srot srot# tissu mana tissu, sedih banget sih baca capt ini, kasian sama dara unnie yg nggak salah apa apa harus di penjara, di jambak rambutnya sama penasehat choi, nggak adil tau nggak sih? 😭😭 kuharap sanghyun nggak kenapa napa

  7. Tragiss..
    Kejadian tujuh tahun lalu bikin banjir air mata.. Apalagi sekarang.. Nyesek bgt bukan hanya banjir. Sudah kayak danau air mata.. 😭😭😭

Leave a comment