Showdown [Part 7] : LOVE IS PAIN

1512464_1469956093234205_5699202752236350889_n

Author : VA Panda

Title : Showdown

Genre : Thriller–Mystery

Cast : Park Sandara | Kwon Jiyong | Choi Jun Ho | Lee Donghae | Lee Chaerin

Length : Series

Disclaimer : This story is purely fresh from my brain. All cast in this fanfiction not my mine expect Oc. If you wanna be take out this story please inform me, don’t take story without permissions.

Sebenarnya niat banget hari Sabtu mau langsung post. Tapi…..Alasan kenapa Saya baru post part ini adalah karena Saya berasa kenapa part ini berasa kayak model drama. OMG, feel untuk buat Thriller dan actionnya jadi menyurut T-T Kalian tahu setelah ini, kayaknya Saya perlu nonton film di luar romance dulu, biar dapet feel lagi T-T
Garis bawahi menurut pengamatan Saya ‘cinta itu butuh proses’ Sorry kalo misalkan gak sesuai harapan kalian sebelumnya.
Oh iya ada bagian backsound sebenernya itu gak penting, tapi Saya cuman mau kasih tau pas Saya nulis bagian itu Saya ngedengerin lagu apa. hehe

Happy Reading ! Cheukshin datang !

.

.

.

.

Love is pain Dedicated to all my broken-hearted people.
One’s old a flame… just scream my name
And I’m so sick of love songs. I hate them damn love songs… moment of ours
Lies – Big Bang

.

.

.

.

Love is Pain !

 

Pukul sepuluh malam lewat empat puluh tiga menit, mereka tengah menyambut malam dengan suguhan gemericik hujan sisa yang masih dapat tercium bersama bau tanah yang lembab. Di balik jendela mobilnya, Donghae dan Suzy masih berteduh memakirkan mobil yang mereka kenakan di seberang rumah Inspektur Yang. Bila dari luar akan terlihat biasa saja dengan kaca gelap yang terlihat oleh oranglain dari luar, tapi sebenarnya Suzy mengisi keseluruhan ruang di dalam mobil dengan gerutuannya yang kian lama, kian menjadi-jadi bahkan Donghae hanya mampu berbatin dengan dirinya seolah mendapatkan kutukan karena kehadiran gadis ini.

“Bisa pelankan suaramu ? Kita sedang memata-matai seseorang, bukankah itu yang kau mau ?” Kata Donghae yang menyibukkan dirinya dengan koran yang kebetulan ada di dalam mobilnya.

“Kalau begitu, berhenti membaca apapun. Pastikan matamu mengarah pada rumah itu.” Suzy membalas dengan kesal. Gadis itu bahkan hampir selama dua jam harus menghabiskan waktu bersama Donghae di dalam mobil, terlebih jika perlu mengingat hanya Suzy yang terus memfokuskan dirinya pada satu titik pengintaian mereka hingga berharap seorang yang mereka intai itu keluar dari persembunyiannya, sedangkan Donghae seolah tidak berselera dalam misi pengintaian yang mereka lakukan.

“Aku selalu memantau tanpa perlu terlihat seperti orang bodoh.” Jelas Donghae yang nyatanya bermaksud mencibir Suzy. Pria itu masih bersikap dingin seperti biasa walau sebenarnya dia menyadari Suzy tengah menatapnya dengan tatapan tajam dan murka, tetapi seperti biasa Donghae tidak pernah mengubris hal itu.

“Oh tunggu aku lupa sedang berhadapan dengan siapa sekarang. Biar aku ingatkan lagi pada diriku sendiri, kalau aku sedang berada bersama seorang man-tan pem-be-ron-tak handal.” Gadis itu menegaskan dengan nada kejam. Suzy mulai tersenyum angkuh memperlihatkan sederet gigi layaknya seorang pemburu yang menemukan tangkapannya.

“Ya, itu jelas adalah aku.” Balas Donghae singkat tanpa lupa meninggalkan suara datar yang telah sering Suzy dengar hampir setiap Suzy memperlakukan Donghae dengan memandangnya sebagai seorang penjahat. Pria itu bahkan tidak perlu membuang pandangannya dari koran yang masih melekat di hadapannya.

Suzy meringkuk di bangku kiri mobil yang semakin menenggelamkan kepalanya hingga terasa dinginnya jendela mobil olehnya. Gadis itu bersungut dalam batinnya sendiri. Sekarang dia bahkan tidak berselera untuk meneruskan misi pengintainnya terhadap Suzy yang palsu apalagi jika kembali melihat wajah angkuh dari Donghae.

“Kau pasti berpikir kalau wanita yang berada di posisimu sekarang adalah orang yang sama seperti wanita yang pernah aku katakan padamu bukan ?” Donghae mulai bersuara. Pria itu kembali semakin membuat suasana menjadi lebih hening hingga dengan banyaknya pikiran aneh yang mungkin tersirat di otak Suzy tanpa sepengetahuan Donghae, “dia masih sama seperti terakhir aku mengenalnya,” tambah Donghae yang telah menghamburkan pandangannya di luar jendela yang masih memperlihatkan jalanan sepi dengan bekas hujan.

“Yang berada di posisimu saat ini bukan orang yang aku maksud. Aku mengenalnya. Dia tidak akan mungkin semudah itu keluar dari persembunyiannya, bahkan selama aku menjadi orang kepercayaannya saat dia memulai aksinya, dia sengaja jarang memperlihatkan wajahnya di hadapanku.” Tutur pria itu panjang lembar seolah kembali mengupas cerita masa lalunya bersama gadis yang kini hanya hidup dengan dendam yang dia miliki.

“Sebuah peristiwa pahit jelas membuatnya menjadi seorang yang ketakutan jika langsung memperlihatkan gerak-geriknya di mata banyak orang.” Pria itu kembali berbicara, “dia tidak akan sebodoh itu. Aku tahu dia punya rencana yang sudah sangat sempurna dan bahkan sudah semakin memperoleh banyak dukungan, termasuk seseorang yang ada di posisimu itu. Aku tahu orang yang berada sebagai dirimu adalah salah satu kaki tangannya.” Donghae kembali menegaskan. Bagaimana bisa dia lupa dengan kepribadian gadis yang telah lama dia kenal, sedikitpun Donghae tidak mampu melupakannya.

“Kau sangat mengenalnya. Benar-benar sangat mengenalnya.” Suzy menyadari Donghae menyiratkan suatu perasaan rindu. Donghae seorang pria yang berhati beku nyatanya memiliki kehangatan yang mudah gadis itu tebak dengan sedetik. Suzy sendiri sedikit di bingungkan dengan kemahiran sosok yang berhasil dengan mudah dapat mempelihatkan bagaimana keadaan yang sebenarnya di dalam diri seorang Lee Donghae.

“Ya, aku mengenalnya. Aku mengenal gadis itu jauh sebelum dia menemukan dirinya yang hanya di kelabui oleh dendam dan amarahnya.” Pria itu kembali berkata dengan santai seolah seluruh yang ingin dia katakana cukup lama dan tertahan di dalam dirinya bisa di keluarkan kepada Suzy untuk membatunya.

“Dendam, yah. Gadis itu punya dendam yang sangat parah sepertinya,” Donghae membenarkan pernyataan dari Suzy. “Dia sebenarnya orang baik. Tapi sekarang kau hanya perlu bayangkan bagaimana rasanya seorang anak yang di buah dan hanya mengalami banyak penderitaan tanpa sedikitpun keadilan yang dia dapat,” sambungnya dengan setengah menyelisik masa lalunya bersama gadis yang kini menjadi topic pembicaraan mereka.

“Itukah yang membuatmu ingin membantunya ?” Suzy kembali menyimpulkan dengan terdengar nada bangga untuk gadis yang pernah masuk cukup lama di masa lalu Donghae. Dia berpikir sangat beruntung gadis itu mendapatkan banyak pengertian dari orang seperti Lee Donghae. Gadis yang Donghae bicarakan pasti sangat berbeda dengan kebanyakan gadis lain yang pria itu kenal, batinnya meyakinkan.

“Bisa di bilang, seperti itu.” Balas Donghae yang kini sudah di pastikan kembali membuka lembaran kisah lampaunya. “Dia gadis yang berbeda,” sambungnya sesuai dengan pemikiran Suzy sebelumnya.

Donghae bersandar di bangku kemudi. Pandangannya menerawang jauh di sekitar jalanan sepi tepat di bawah temaram lampu pinggir jalan yang menorehkan sinar kuning kemerahannya. Kisah lalunya seolah datang menghampirinya saat pria itu semakin menenggelamkan diri di keheningan malam. Samar-samar dalam penglihatannya, sosoknya saat berusia sepuluh tahun itu terlihat tengah berlari riang berbeda dengan karakter pribadi yang telah melekat lama baginya. Donghae diam. Pria itu mulai masuk kedalam masa lalunya sendiri, sedangkan Suzy yang di sampingnya hanya diam membatu.

Saat itu musim panas tengah datang seperti biasa tanpa sedikitpun menimbulkan kecurigaan. Kedua anak kecil tertawa tanpa sedikitpun terlihat beban yang sebenarnya sebentar lagi akan di dapat oleh salah satu dari mereka. Pria kecil berlari di bibir pantai yang kemudian di susul gadis kecil berambut panjang lurus. Keduanya tertawa saat terpaan ombak kecil mengusik kedua kaki kecil mereka. Mereka tertawa tanpa sedikitpun gurasan kerisauan.

“Gadis kecil, apa namamu Hae Rim ?” Tanya seorang pria berpakaian sipir dengan topi biru dongker dan jaket berwarna sama yang tiba-tiba datang menghentikan permainan antara Donghae danHae Rim.

Hae Rim hanya mampu mengernyitkan dahinya tidak mengerti terlebih sebagai anak seusianya dia akan sedikit ketakutan jika menemui orang yang tidak dia kenal sama sekali. Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya dengan sedikit ragu.

“Ahjussi, siapa Anda ?” Donghae bertanya setelah dia berhasil berada di samping Hae Rim untuk melindunginya.

“Aku seorang sipir yang di suruh komisaris polisi untuk menemui anak dari Tuan Jeon. Ayahmu ingin menemuimu sekarang, nak.” Balas pria itu yang sedikit menyisakan suara getar di akhir perkataannya.

“Ayah sudah selesai bekerja di Seoul ?” Hae Rim bertanya dengan gembira, “Donghae-ah, ayahku sudah datang, hampir dua tahun aku tidak menemuinya. Maukah kau ikut denganku ?” Gadis kecil itu berharap pada Donghae dengan tatapan berbinar.

“Ne, aku akan ikut denganmu.” Jawab Donghae menautkan tangannya dengan Hae Rim.

Mereka berdua tersenyum tanpa sedikitpun tahu kenyataan sebenarnya yang akan Hae Rim hadapi setelah ini. Mereka berdua masih kecil untuk mengerti kenyataan pahit yang memang harus di terima tanpa keadilan yang memihak bagi kaum rendah seperti mereka, sedangkan sipir yang melihatnya hanya tersenyum sedih melihat ketidaktahuan sama sekali kepada gadis kecil di hadapannya ini.

Masa lalunya perlahan terlihat buram di mata Donghae. Pria itu kembali tersadar dengan kenyataan yang ada. Dia menghembuskan napas untuk mengisi ruang di paru-parunya, sedangkan hatinya kembali merasakan remuk seperti peristiwa empat belas tahun yang lalu. Dia ingat tangisan pertama yang dia lihat dari gadis yang selalu berhasil membuatnya bahagia, gadis itu menangis dalam diam dengan tubuh bergetar sembari meronta di tengah ketegangan ruang pengadilan. Donghae ingat dengan jelas seolah kejadian itu baru terjadi beberapa menit yang lalu.

 

 

***

 

Backsound : I Think I Love You – Byul

Chaerin masih diam seribu bahasa tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pandangan matanya kosong tanpa sedikitpun menyisakan sisa jejak ketakutan yang dia rasa. Gadis itu sesekali hanya akan menyunggingkan senyuman tipis di hadapan Jiyong, Zelo, Sandara, Suzy, juga istri dari Inspektur Yang. Dia kalut, tetapi mulutnya memberontak untuk sedikit mengeluarkan kata-kata yang sangat di harapkan oleh orang-orang yang mengkhawatirkannya.

“Aku disini, Chae.” Rasa bersalah Jiyong menyebabkan pria itu memeluk erat Chaerin yang telah dia anggap sebagai adiknya sendiri. “Kumohon jangan seperti ini, mianhae.”

Gadis itu masih enggan mengeluarkan suara. Sebagian dari dirinya sendiri justru memukul kelemahannya, dia masih seperti seorang Lee Chaerin yang dahulu orang kenal. Dia menangis dalam diam hanya mengeluarkan air matanya di dalam hati tanpa perlu oranglain tahu. Itu memang menyakitkan, tetapi dia terus berusaha untuk mempertahankan agar air matanya tidak akan tumpah. Chaerin masih terlalu sering memendam rasa sakitnya sendiri hingga membuatnya perlahan melunak dengan segala pertahanan yang telah dia buat cukup lama. Air mata yang tertahan di pelupuknya mulai mengalir perlahan semakin deras hingga mampu di rasakan oleh bahu Jiyong sendiri.

“Bagilah denganku, Chae.” Jiyong berbisik tepat di telinga Chaerin. Gadis itu terkulai lemah dalam tangisan sendu yang dia rasakan. Teriakan tertahan semakin terdengan memilukan bagi seluruh orang di sana –Nyonya Yang bahkan sulit untuk tidak mengeluarkan keresahannya dengan kondisi Chaerin yang telah dia anggap sebagai anaknya sendiri –kini wanita paruh baya itu ikut menangis memeluk erat Chaerin yang semakin bergetar hebat.

Zelo dan Suzy hanya saling bertukar pandangan. Keduanya bermaksud untuk meninggalkan ketiga orang itu yang di rasa perlu membagi emosi mereka masing-masing. Sandara yang mulai tersadar dari pemberitahuan lewat mata Zelo dan Suzy hanya memperlihatkan segaris senyum tipis yang masih bisa dia berikan. Gadis itu mempersilakkan Zelo dan Suzy untuk meninggalkan tempat ini, sedangkan dirinya hanya berdiri diam di dekat meja kecil ruang tamu bersama redupan lampu kecil yang menemaninya.

Langkahnya mulai mendekat kearah sofa tempat Chaerin berada, tapi dia sedikit ragu untuk meneruskan langkahnya. Gadis itu bersungut dalam batinnya sendiri. Cairan matanya memoles pipi kanannya dengan lembut dan pelan seakan waktu memang tengah memperalatannya dengan berbagai gerakan lambat. Hatinya terhunus dengan hanya melihat Chaerin terlihat lemah di matanya –sangat berbeda dengan seorang Chaerin yang telah dia kenal sebelumnya –sedikit rasa perih lain sedikit merayap hatinya, perasaan berbeda yang ikut hanyut di tetesan air matanya, tapi dia tidak bisa tahu apa yang sebenarnya membuatnya seperti itu.

Sandara masih berjalan pelan tanpa sedikitpun memalingkan pandangannya yang berada di depan matanya. Dia berjalan anggun di lantai permadani Persia yang berjumberada di ruang tamu kediaman Inspektur Yang bersama dentingan jarum jam yang terdengar sangat jelas oleh pendengarannya sendiri.

Gadis itu masih memikirkan apa yang harus dia lakukan ataupun katakan kepada Chaerin, tetapi Jiyong mendahuluinya tanpa perkiraannya. Jiyong memjauhkan diri dari Chaerin seolah sangat cepat bagi pandangan Sandara dan pria itu tersenyum memberikan sambutan kehadirannya dengan sangat sulit untuk dipalingkan dari fokus Sandara sendiri.

“Noona, kau baik-baik saja ?” Jiyong bertanya dengan ragu saat di dapatnya Sandara hanya menatapnya dengan pandangan tidak terbaca sedikitpun. Gadis itu seakan menerawang akan sesuatu hal tapi Jiyong tidak banyak berkomentar dengan itu.

“Apa kau sakit ? Apa kau masih mengingat peristiwa tadi siang ?” Pertanyaan Jiyong terdengar memekakan pikiran Sandara. Perkataannya telah terhenti tapi entah mengapa suara Jiyong masih terlalu mengalun di otaknya hingga Sandara sendiri sulit mendengar perkataan lain yang di katakan Jiyong selanjutnya.

Gadis itu diam tanpa berkedip sedikitpun. Hembusan napas dia lakukan dengan sangat lembut untuk mengatur dirinya sendiri yang tiba-tiba bersikap aneh. Kedua retina mata Jiyong membuatnya sulit mencari pandangan lain. Di ruangan yang sama bersama dengan Jiyong, Sandara seperti tersadar hanya berada di dalam ruangan kedap suara tanpa ada sedikitpun gambaran di dinding, lampu yang bersinar di atas kepalanya, ataupun suara gemericik air dari kolam kecil di dalam ruang tamu yang biasa tiap detik terdengar menyejukkan. Detik itu Sandara seolah tuli dan seluruh suara yang sebenarnya harus ada dengan mudah tenggelam begitu saja. Dia juga sulit untuk menggerakkan tubuhnya. Jiyong menatapnya dengan lekat, justru membuat lututnya kian melemas hingga yang di dapat hanya cahaya gelap dengan samar-samar terdengar kembali suara Jiyong.

Sandara mulai mengerjap matanya untuk menyesuaikan cahaya terang yang langsung dia terima. Gadis itu masih kesulitan menyerap dengan hal yang sebenarnya telah terjadi sebelumnya. Dia masih tidak habis pikir bisa tertidur di kasurnya bahkan tanpa Chaerin yang biasa menemaninya di ranjang yang sama.

Hembusan napas hangat terasa di bagian tangan kirinya, hingga dengan sangat perlahan dia memastikan apakah itu nyatanya atau tidak. Gadis itu tergelakseperti merasakan kalau dia masih berada di bawah alam sadarnya sendiri. Mulut Sandara masih sulit untuk tertutup dengan mata kian membulat saat Jiyong yang tertidur pulas sembari memegang punggung tangan kirinya mulai bergerak dalam tidurnya.

Sandara dengan seluruh kemampuannya berusaha kembali menutup matanya dengan berpura-pura masih tertidur untuk menyambut Jiyong yang mulai bangun dari tidurnya. Hidung gadis itu mengernyit dengan mata tertutup dengan kaku saat Jiyong mulai mendapatkan kesadarannya. Pria itu hanya mampu mengulas senyuman seadanya saat melihat ekspresi lucu dari seorang Sandara Park yang berusia lebih tua darinya tapi bertindak seperti anak kecil walau dalam keadaan tidur.

“Mimpi buruk ? Tidurlah dengan baik, apa kau tahu di dalam mimpiku aku melihatmu tersu memandangiku.” Kata Jiyong parau sembari mengelus lembut rambut ikal Sandara.

Pria itu hampir ketakutan jika Sandara terbangun setelah dia mengatakan hal itu. Sandara terlihat tegang setelah Jiyong mengusap lembut rambutnya dan entah mengapa kejadian di depan mata Jiyong justru membuat pria itu kembali menjatuhkan kepalanya di kasur –sama seperti sebelumnya. Tanpa sepengetahuan Jiyong, gadis yang berada di sampingnya itu menyipitkan matanya untuk melihat Jiyong, dan yang di dapat hanya Jiyong yang tertidur seperti sedia kala.

Mimpi. Batin Sandara berkata. Dia tahu suara dan sentuhan yang dia rasakan pasti masih bagian dari mimpinya karena sepenuhnya dia belum terbangun dengan nyawanya. Gadis itu hanya tersenyum membayangkan hal lucu yang menghampiri mimpinya, tetapi detik setelahnya dia kembali ingat kekhawatiran Jiyong kepada Chaerin.

Dilain keadaan Jiyong juga melakukan hal yang sama seperti Sandara setelah gadis itu membalikkan punggungnya hingga menyulitkan Jiyong untuk memegang lengan Sandara. Pria itu hanya tersenyum tipis dalam tidurnya dengan hanya mengingat dia bisa berada sedekat ini dengan Sandara.

Jiyong ingat saat dia sangat mengkhawatirkan Sandara yang hanya diam membatu setelah Chaerin di ajak oleh bibinya untuk kembali beristirat di kamar bibinya. Saat itu Jiyong berusaha memberitahu Sandara, tetapi keringat dingin mulai membanjiri dahinya ketika Sandara hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari Jiyong, bahkan beberapa menit kemudian Sandara pingsan di hadapannya sendiri.

Jika mengingat kembali, Jiyong saat itu merasa panik dan bingung untuk melakukan apa, tetapi Zelo sedikit membantunya untuk menemukan solusi agar Sandara istirahat di kamarnya. Beruntung Zelo sedikit tahu dengan dunia medis, dan menyatakan kalau Sandara tidak terjadi apapun, gadis itu hanya kelihatan lelah dan itulah yang sangat di harapkan oleh pendengaran Jiyong.

 

***

 

Backsound : If I Were You – 2ne1

Lampu redup di ruangan itu memperlihatkan tirai beledu yang di pasang di seluruh dinding dekat jendela. Malam yang datang seolah berbisik lembut dengan hembusan angin penghantar irama sendu untuk Ji Won sendiri. Dia hanya bersandar di susuran tangga kayu. Manik matanya meredup menginggalkan cahaya muram yang biasa dia perlihatkan. Setelah Seung Gi mengubunginya dengan kabar bahwa professor tua itu masih membungkam mulutnya sendiri, sekelebat memorinya kembali hadir seperti putaran film klasik.

Matanya mulai terpejam. Hatinya kembali merasa linu. Ji Won mengeratkan mantel hitam yang dia kenakan dengan sedikit meremas bagian hatinya yang terasa tertusuk. Perih. Ji Won hanya mampu menangis dalam diam di ruangannya. Masa lalunya amat pahit, tapi dari sana dia berusaha membuat keadilan di dunia yang kejam untuknya.

Persidangan di bumbui dengan suara rusuh oleh pihak keluarga korban, saat itu Hae Rim masih terlalu muda untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sipir kepolisian hanya datang kepadanya dan menuntunnya untuk ikut serta melihat kondisi pengadilan yang ada. Hae Rim sesekali menatap sekelilingnya berusaha mencari sosok ayahnya diantara mereka yang berada di bangku yang sama sepertinya, namun sia-sia, batang hidung ayahnya bahkan tak nampak –beruntung Donghae ada di sampingnya. Mereka masih terlalu polos dan orangtua yang mereka tahu hanyalah ayah dari Hae Rim, sedangkan Donghae sejak lahir memang sebatang kara.

Hae Rim berusaha keras melihat hal yang ada di depan sana, saat sebagian orang di hadapannya berdiri sembari berteriak keras memaki-maki seseorang yang pasti tengah di adili di sini.

“Donghae, di sini berisik. Aku bahkan tidak bisa menemukan ayah, disini.” Suara kecilnya tenggelam di tengah keributan yang ada. Berulang kali Hae Rim melindungi dirinya dari dorongan orang yang lebih dewasa darinya, untungnya Donghae berperan penting untuknya.

“Aku tahu, tapi bukankah ahjussi bilang untuk hanya duduk disini dan tetap memasang telinga kita. Ayahmu pasti akan datang sebentar lagi.” Donghae menenangkan.

“Di mana ahjussi yang menemui kita tadi ? Aku ingin cepat bertemu dengan ayah.” Hae Rim masih berkata tanpa mampu menyembunyikan kegembiraannya. “Apa anak seusia kita pantas berada di tempat ini, Donghae ? Apa kau yakin ayahku berada di tempat seperti ini ? Atau ahjussi tadi membohongi kita ?”

Donghae menganggukkan kepalanya dengan setuju. Diam-diam pria itu menggapai tangan Hae Rim dan membawanya berjalan di antara kerumunan orang yang berusia lebih tua dari mereka. Mereka berjalan kecil ke depan untuk melihat apa yang sebenarnya ada di tempat ini. Belum sempat mereka menuju bagian depan, sedikit celah berhasil di temukan mata Hae Rim. Walau hanya melihat punggung Ayahnya, Hae Rim dapat langsung mengenal siapa orang yang berpakaian orange tertunduk di tambah pria di hadapan hakim dan jaksa menengok kebelakang untuk mendapati kerusuhan setelah dia mengatakan sesuatu.

“Aku melakukannya. Aku yang membunuhnya.”

Hae Rim membeku hingga yang di rasa seperti jantungnya berada di tenggorokan, kakinya juga terasa berat untuk menegakkan tubuhnya. Hae Rim ingin berteriak memanggil ayahnya yang berpakaian tahanan itu, tapi pita suaranya terasa terpendam sangat dalam di kerongkongannya.

“Mianhae. Mianhae. Aku yang membunuhnya.”

Donghae terlihat panik melihat Hae Rim yang terjatuh lemas di sampingnya. Pria itu baru tahu apa yang membuat Hae Rim menjadi seperti ini saat suara ayah Hae Rim memanggil nama anaknya. Pria paruh baya itu berwajah pucat dengan pandangan kosong. Air matanya mengalir sedikit demi sedikit dengan terus memanggil nama Hae Rim.

Ketukan pintu terdengar nyaring. Ha Ji Won menghapus kasar air matanya sebelum menyuruh anak buahnya untuk masuk menemuinya. Ji Won berdiri tegak menjauhi tangga kayu. Dia telah menjadi seorang Ha Ji Won bukan lagi Jeon Hae Rim yang berhati lembut.

Gadis itu sekali menganggukkan kepalanya untuk menyuruh anak buahnya segera berkata.

“Nona, Tuan Seung Gi mengatakan kalau polisi sudah menangkap para anggota penyelundup narkoba itu. Langkah apa yang akan Nona lakukan ? Bukankah akan berbahaya jika mereka membuka mulutnya ?” Anak buahnya bertanya dengan menundukkan kepala tanpa berani menatap Ji Won sedikitpun.

Sudut bibir kiri Ji Won tertekuk. Gadis itu menatap jam di pergelangan tangannya. “Aku sudah menduga kalau mereka akan tertangkap oleh pihak kepolisian. Setidaknya kami melakukan jamuan makan siang sebelum mereka memulai aksinya. Aku sudah memberikan kehormatan dengan jamuan itu, bukan ?”

“Maksud Nona ?” anak buahnya kembali bertanya dengan bingung.

“Saat mereka masih berada di mobil polisi, nyawa mereka sudah akan menghilang racun Fiddleback Spider venom¹ sudah mulai bekerja. Kau tahu sangat mudah ternyata memasukkan laba-laba ke dalam mobil gengster itu.” Suara Ji Won terdengar tenang namun sadis.

“Nona sudah merencanakan hal ini sebelumnya ?” Tanya anak buah itu mengingat jamuan makan siang mereka sudah hampir berlangsung delapan jam yang lalu.

“Mereka para penyelundup narkoba bukan ? Bukankah akan lebih pantas jika mereka mati dengan racun ? Lagipula itu hanya racun dari laba-laba. Aku juga sudah tidak membutuhkan bantuan mereka lagi.” Ji Won menerangkan alasannya yang di balas tatapan takut dari anak buahnya sendiri. “Sudah lama aku tidak percaya dengan oranglain, mungkin Donghae orang yang terakhir kali mendapatkan kepercayaan dariku.” Balas Ji Won halus, tapi sinis.

 


To Be Continue..


1. Fiddleback Spider Venom adalah nama keren dari laba-laba yang satu ini yang merupakan jenis laba-laba mematikan. Kasus yang tercatat pada dua puluh lima Negara bagian (terutama pada wilayah selatan dan barat-tengah) orang yang terkena gigitan dari laba-laba ini tidak akan meraskan nyeri atau sakit setelah delapan jam berlalu, setelah itu anda akan merasakan gejala muntah, lepuh, delirium dan necrosis. (sumber : di sini)

Berikan komentar berisi masukkan yang membangun yah. Jujur pas Saya baca komen ‘next’ dan yang kemarin ‘lupa cerita’ Saya agak sedih sebenernya.
Saya di part sebelumnya udah kasih sinopsis biar bisa bantu kalian maksudnya tapi kayaknya gak ngebantu sama sekali. Well, gak ada yang perlu di salahin sih sebenernya. Saya hidup di dunia nyata juga loh, masih pelajar pula jadi harap kalian bisa maklum yah.
Intinya, Jujur sebenernya ada daya tarik untuk buru-buru nulis kelanjutan cerita yah tadi lewat komentar kalian.
Love You Guys, maaf yah akoh agak sensi nih XD

 <<back next>>

 

 

59 thoughts on “Showdown [Part 7] : LOVE IS PAIN

  1. aku Pikir part ini bkal ada adegan romantisny daragon hehehe…

    ji won siapa eonn?? ap ji won itu hae rim??? ada seung gi juga ternyata kkkk.
    tapi chaerin nggak benci dara kan??

    ayhny chae blm mati kan??

    fighting eonn… 🙂

    • Iya bingung mau buat romantisnya gimana -_-
      Ah, Ji Won = Hae Rim. Jadi Hae Im itu nama kecil Ji Won.
      Chaerin gak benci Dara kok.
      Ayahnya masih hidup pula, cuman disiksa sama Seung Gi.

  2. Aku penasaran kenapa dara tiba2 pingsan. Kejadian sebelumnya yg bikin dia shock kah alasannya? Atau alasan lain?
    jiyong pasti deh kelewat panik kalo ada sesuatu yg terjadi sama dara
    chaerin jangan dipendem sendiri. Ceritain ke semuanya apa yg sebenernya terjadi
    sumpah masa lalu nya donghae sama hae rim menyedihkan banget. Mereka bener2 gak punya siapa2 selain diri mereka sendiri
    Masih belum ketebak siapa suzy palsu itu. Ceritanya masih penuh teka teki nih. Susah pula ditebaknya. Keren sih!

    • Dara kan sempat di sekap, nah jadi ada rasa shock tapi pas pingsan di depan Jiyong itu maksud saya karena dia terlewat gugup >.<
      Suzy palsu itu anak buahnya Hae Rim yah, saya pakai OC untuk peran dia, namanya Yoon Na Rae

  3. yey…mulai t’ungkap akar dr masalah’y g t’lalu bingung lg…di nanti ya kak untk daragon moment d next selanjut’y…fighting

  4. ha ji won it haerim, brarti dia yg skrg jd suzy palsukan???
    Btw, aku suka bgt sm ff ini critanya g gmpang di tbak, authornya kreatif abis, gomawo thor. 😀

    • Ji Won memang Hae Rim, tapi Suzy palsu orang yg beda 🙂 dia Oc namanya Yoon Na Rae
      Makasih yah, tetep bertahan yh baca ff ini 😀 hihi

  5. makin seruu thorrr ceritanya, pengen buru buru terungkap nih. Jadi berasa ikut di dalem cerita, feelnya ngena banget. semangaaattt ^^

  6. gila …
    tokohnya ada banyak buanget …
    Di setiap chap pasti ada tambahan tokoh ..

    Menurutku di chap ini keliatan seakan dara ma ji yong tu bukan tokoh utama …
    Kayak lebih kd ha ji won gitu

    Itu cuma menurutku sih
    kekeke …

  7. Meskipun daragon momennya dikit, tapi tetep keren ceritanya. Ha ji won unnie ada di ff ini😍 makin keren ceritanya. Chaerin unnie yang sabar, okk?

Leave a reply to entisza Cancel reply